MADIUN (SurabayaPost.id) – Namanya Sanusi. Sangat singkat dan sederhana. Kesederhanaan itu tercermin pada anggota polisi di Polsek Mejayan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur ini yang tak canggung menjadi tukang las.
Pria berpangkat Aiptu ini buka praktek melayani pengelasan di Jalan Raya Wates, Caruban, Madiun. Tempat praktek pengelasannya berukuran sekitar 10 x 13 meter persegi.
Di depan bengkel las itu dipasang papan nama berukuran sekitar 35 x 65 Cm. Sebagian cat papan nama itu terkelupas. Terpampang tulisan Bengkel Las “RICHO”. Terima: Body Repaire Mobil, Pagar, Teralis Dll.
Dalam bengkel las yang diberi nama Pengelasan “RICHO” itu tampak dibiarkan terbuka. Tak ada pintu penutup yang dikunci rapat. Usai kerja, tempat pengelasan yang berdampingan dengan Warung “Mbak Ti” itu hanya ditutup seadanya.
Padahal peralatan las di dalamnya cukup lengkap. Mulai dari alat las karbit hingga listrik. Bahkan alat perbengkelan dan bahan las untuk membuat pagar, kanopi, teralis, las mobil dll disimpan di situ semua.
Aman? “Alhamdulillah sejak buka sampai saat ini selalu aman-aman saja,” tutur bapak tiga anak yang selalu tampil kalem dan bersahaja ini.
Lantas, Sanusi bercerita mengapa sampai merelakan diri bekerja sambilan menjadi tukang las. “Ini kami lakukan demi anak-anak dan keluarga,” terang dia.
Sanusi merupakan anggota polisi angkatan 1992/1993. Dia ditugaskan di Sampang selama delapan tahun. Setelah itu, dia dimutasi ke Polsek Mejayan, Madiun.
“Kala pulang dari Sampang, Madura, saya tidak punya simpanan sama sekali. Saya hanya bawa uang Rp 50 ribu,” jelas dia sembari menerawang jauh ke belakang.
Sementara, kata dia, kebutuhan keluarga terus bertambah. Apalagi, dia harus menanggung keluarga, isteri dan tiga anak. Bahkan, adik perempuan bersama keponakannya juga hidup bersama keluarga Sanusi.
Tragisnya, adik perempuannya itu sakit sudah lama. Penyakit yang diderita tak sembuh-sembuh sampai sekarang itu. Ditengarai kena penyakit ambeien dan kanker.
Untuk menghidupi mereka dan merawat sang adik itu, tentu Sanusi tak bisa hanya mengandalkan gajinya sebagai anggota polisi. Dia harus putar otak agar mendapatkan penghasilan yang halal.
Sejak saat itu, suami dari Titik Margi Rahayu ini sering berkunjung ke tempat tukang las. Dia memperhatikan dan mempelajari secara diam-diam.
Lalu, bapak yang memulai karir di Bintara kepolisian ini langsung mempraktekkan apa yang dilihat dan diperhatikan itu. Dia buka bengkel pengelasan di lahan milik saudaranya, di Jalan Wates.
Dia buka bengkel las itu dengan modal sekitar Rp 2 jutaan. Peralatan yang dibeli seadanya. Bahkan banyak peralatan bekas yang dibeli untuk bengkel pengelasannya itu. Baik itu untuk peralatan las karbit maupun listrik.
“Saya mulai belajar secara otodidak. Jadi saya belajar mengelas sambil bekerja. Itu saya lakukan selepas dinas kantor,” kata bapak dari tiga anak –masing Herly Davidson (25), Richo Diansah Putra (19) dan Rahma Naifah Sanusi (10)– ini.
Hasilnya, diakui memang tidak seberapa. Satu bulan terkadang hanya Rp 200 ribu. Namun, jika ada garapan las mobil, satu unit bisa Rp 2 juta ongkosnya saja.
Meski begitu, mnurut pengakuan dia, awalnya tidak ada teman-teman sejawatnya yang tahu tentang kerja sampingannya itu. Termasuk juga atasannya, Kapolsek Mejayan.
“Ya, kalaupun ada yang tahu, tidak masalah. Saya bekerja sambilan jadi tukang las kan tidak melanggar hukum. Saya cari pendapatan yang halal. Jadi tidak masalah,” tutur Sanusi yang anaknya, Rico kini ikut tes masuk AURI itu.
Setelah beberapa waktu kemudian, Sanusi dipindah tugaskan dari Polsek Mejayan, Madiun ke Polsek Takeran, Magetan. Praktis, jarak perjalanan dari rumah ke tempatnya berdinas semakin jauh.
Saat berdinas di Polsek Mejayan hanya sekitar 5 Km dari rumah dan bengkel lasnya. Namun, ketika dipindah ke Polsek Takeran jaraknya sekitar 40 Km dari rumahnya. Kalau dari Polsek Takeran ke bengkel lasnya sekitar 45 Km.
Karena itu Sanusi harus melakukan perjalanan dinas tiap hari bersepeda motor sekitar 90 Km. Dia mengendarai sepeda motor Honda 69.
“Ya, lumayan jauh. Tapi, saya tetap menunaikan kewajiban sebagai anggota Polri dengan baik dan disiplin,” terang dia.
Setelah bertahun-tahun mengabdi di Polsek Takeran, Sanusi dipertemukan dengan AKP Tri Cahya Budi H SH. Teman seangkangkatannya tahun 1992/1993 itu dipercaya menjadi Kapolsek Takeran.
Sanusi menyadari betul bila hubungannya dengan AKP Tri Cahya Budi H SH bukan lagi teman seangkatan lagi. Namun antara atasan dan bawahan.
Meski begitu, dia mengatakan bila Kapolsek Takeran itu tak hanya memperlakukan sebagai bawahan. Sebab, Kapolsek Tri Cahya Budi H SH itu diakui sangat mensuport alias mendukung pekerjaan sampingan Sanusi selama tidak melanggar disiplin dan tugasnya sebagai anggota polisi.
Bahkan, saat dinas pun, Sanusi diminta membantu memperbaiki fasilitas Polsek Takeran. Itu mulai dari pagar, pintu kantor yang memakai teralis model engsel minimalis hingga kanopi kantor Polsek Takeran.
Hal itu juga diakui Kapolsek Takeran, AKP Tri Cahya Budi H SH bila keahlian yang dimiliki Sanusi sangat bermanfaat. Menurut dia banyak fasilitas kantor yang menjadi lebih baik setelah diperbaiki Sanusi.
Dia sebutkan seperti pagar teralis, pintu engsel perkantoran bermodel minimalis hingga kanopi. Semua itu, kata dia, bahan-bahannya disiapkan kantor. Sedangkan yang mengerjakan adalah Aiptu Sanusi dibantu anggota lainnya.
“Alhamdulillah semuanya jadi semakin baik. Kami bangga dengan keahlian mengelas yang dimiliki Aiptu Sanusi. Keahliannya bisa memberi manfaat,” pujinya.
Sayangnya, lanjut dia, dipertemukan dengan Sanusi dalam satu kantor hanya berlangsung satu tahun. Sebab, sejak dua bulan lalu, polisi yang memiliki keahlian mengelas itu dipindah tugas ke Polsek Mejayan, Madiun lain. “Selamat bertugas di Polsek Mejayan. Semoga sukses,” kata Tri Cahya Budi H mendoakan. (aji)
Leave a Reply