Oleh : Mokhamad Masduki
Banyak variabel yang menjadi penyebab Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) defisit. Bisa akibat target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan retribusi ‘gelap‘ karena tidak realistis yang dimungkinkan tanpa kajian oleh lembaga yang kompeten. Sedangkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) hanya ‘terpaksa‘ menerima tanpa memberikan opini berat dan ringanya atau realistis atau target yang di bebankan oleh DPRD. Target yang terlalu tinggi dari angka realistis itu menjadikan angka APBD jumbo. Maka imbasnya adalah antara belanja (keluar) dan pendapatan (masuk) tidak seimbang. Defisit kemungkinan juga akibat pertumbuhan ekonomi yang stagnan akibat pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Sangat banyak variabelnya sehingga menyebabkan antara kebutuhan belanja pemerintah dan pendapatan asli daerah tidak seimbang. Inilah yang saat ini sedang terjadi di APBD Gresik yang konon defisit Rp700 miliar.
Meski defisit akibat berbagai latar belakang dan dinamika keuangan pemerintahan, hampir seluruh program yang dijanjikan Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani on the track dan semuanya menyedot anggaran yang bersumber dari pajak masyarakat. Misalnya biaya berobat warganya yang berjumlah 1.284.863 jiwa melalui program Universal Health Coverage atu UHC sudah tercover 100%. Jika masyarakat harus memilih, tidak defisit, tetapi kesehatan gratis untuk masyarakat tidak direalisasikan. Defisit tetapi program kesehatan gratis. Tentu masyarakat akan memilih defisit tetapi biaya kesehatan mereka gratis.
Kemungkinan alasan dasar Gus Yani, seni berpolitik adalah menglola pemerintahan dengan merealisaikan program yang dijanjikan, karena titian politik tertinggi politisi yang terpilih menjadi pemimpin adalah memakmurkan masyarakat, utamanya kesehatan, infrastruktur jalan dan gratisnya biaya pendidikan. Defisit, bukan tolok ukur kepemimpinan seorang bupati gagal, sebab keputusan target untuk peningkatan PAD ditetapkan oleh DPRD yang terkadang tidak cermat lantaran asal menetapkan tanpa melakukan kajian dengan pihak yang memiliki kompetensi.
Gus Yani panggilan akrab sang Gus Bupati Gresik ini tidak memberi ruang protes kepada jajaranya terkait dengan program yang bersentuhan langsung dengan hajat hidup masyarakat bawah. Dalam berkali-kali kesempatan, Gus Yani selalu menekankan kepada jajaranya agar program Kesehatan, Pendidikan, dan Infrastruktur jalan menjadi perioritas, tidak bisa ditawar. Ketiga program itu tentu membutuhkan anggaran yang cukup besar, sehingga menyedot APBD, dan jika kemudian menyebabkan defisit tetapi dinikmati masyarakat. Salah satu contoh adalah program UHC sudah dinikmati 100% dari total jumlah penduduk Kabupaten Gresik. UHC sendiri adalah cakupan kepesertaan Program JKN yang dikelola oleh BPJS Kesehatan untuk memastikan minimal 95% dari total jumlah penduduk. Peserta PBI APBD adalah warga yang terdaftar BPJS Kesehatan dengan dibiayai pemerintah. Sehingga, tak perlu lagi membayar bulanan. Artinya, iuran dibayar oleh Pemkab Gresik 100%. Dan dikabarkan demi berobat gratis untuk masyarakat. Konon akibat program UHC, RS Ibnu Sina mengalami kerugian sekitar Rp10 miliar. No problem selama masyarakat yang menikmatinya.
Kepala Dinas Kesehatan Pemkab Gresik, dr Mukhibatul Khusna mengomentari program UHC, hanya dalam per-triwulan saja anggaran untuk membiayai UHC mencapai rata-rata Rp24 sampai Rp25 M untuk di tahun 2023 ini. Belum lagi soal soal kesehatan ini menguras anggaran, misalnya penanganan stunting yang melibatkan tiga OPD. Dinkes sendiri KBBP dan Dinas Sosial dengan anggaran dan tugas masing masing. Misalnya kata Khusna, KBBP melaksanakan eksekusi susu, dengan dari anggaran APBD. Mereka memiliki tugas dan kewenangan berbeda yang tidak terbebas dari penggunaan anggaran APBD.
Baru berjalan 6 bulan atau tepatnya di bulan Maret lalu program pemenuhan UHC di Gresik berhasil meraih tingkat kepesertaan tinggi. Untuk itu Pemkab Gresik mendapat apresiasi dari pemerintah pusat. Yakni dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy. Berupa Penghargaan UHC Award 2023 itu diberikan oleh Muhadjir Effendy kepada Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani di Balai Sudirman Jakarta pada Maret lalu.
Gus Yani juga berhasil menurunkan angka stunting di wilayahnya. Dari tahun 2021 23 persen pada 2022 turun menjadi 10,7 persen sesuai dengan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Angka itu turun di bawah Provinsi Jawa Timur yang angkanya mencapai 19,2 persen dan nasional yang statusnya 21,6 persen. Dan tentu bukan sedikit anggaran untuk pencegahan dini tersebut. Karenanya ada 3 OPD yang terlibat, Dinas Kesehatan, Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KBPPPA) dan Dinas Sosial yang semuanya membutuhkan anggaran yang cukup besar.
Meski hanya memiliki kesempatan 3,5 tahun memimpin Gresik, Gus Yani saat ini juga sedang menggeber proyek pembangunan dan perbaikan infrastruktur jalan yang merupakan prioritasnya di tahun 2023 ini. Tahun 2023 ini, Gus Yani menganggarkan Rp298 miliar khusus untuk peningkatan infrastruktur jalan melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Gresik. Mulai dari Setro – Pengalangan, sejumlah proyek lain juga sudah berjalan dan terus dikebut. Antara lain ruas Randupadangan – Gempolkurung, ruas Leran – Suci, rekonstruksi ruas Randegansari – Bangkingan, peningkatan Jalan Cerme Lor – Punduttrate, rekontruksi Jalan Sidoraharjo – Kesambenkulon dan lainnya. Bahkan ia hingga 2024 akan fokus tuntaskan infrastruktur.
Saat ini menantu KH Agus Ali Masyhuri ini juga sedang merencanakan pelebaran Jalan Laban – Bringkang, Menganti. Suami Nurul Haromaini Fandi Akhmad Yani atau Ning Nurul ini kabarnya juga sudah membuka ruang komunikasi dengan berbagai pihak untuk memperlancar program tersebut. Ruas yang dilebarkan mencapai belasan kilometer dan diproyeksikan bisa dilewati transportasi massal. Yakni Desa Laban, desa paling ujung berbatasan langsung dengan Surabaya. Dan saat ini ia mengaku audah berkomunikasi dengan Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. Yang fokusnya adalah berkolaborasi mengembangkan akses jalan Gresik-Surabaya dari wilayah kecamatan menganti. Dengan ruas jalan sepanjang 13 kilometer Laban – Bringkang yang akan jadi target pelebaran.
Gus Bupati ini juga memiliki keberhasilan yang cukup signifikan terkait dengan penanggulangan banjir Kali Lamong. Meski tahun lalu masih ada banjir, tetapi tidak sebesar sebelum ia menjabat. Keberhasilan Gus Yani itu cukup membuat masyarakat yang hidup di bantaran Sungai Kali Lamong memaklumi. Selain Kali Lamong membentang di 4 kabupaten, dengan panjang sungai mencapai 103 km, Kali Lamong melintasi 4 wilayah, yakni Kabupaten Lamongan, Mojokerto, Gresik, dan Surabaya. Untuk wilayah Gresik sendiri aliran kali lamong sepanjang 58,1 km melintasi kecamatan Balongpanggang, Benjeng, Cerme, Kedamean, Menganti, dan Kebomas. Dan anak Sungai Bengawan Solo itu sebenarnya adalah tanggungjawab BBWS. Tetapi dengan yang sudah dilakukan bupati milenial ini cukup mengurangi ketugian masyarakat mulai dari pertanian hingga perikanan setiap tahunya menanggung kerugian miliaran rupiah akibat banjir tak terkendali sebelum Gus Yani menjadi bupati Gresik.
Salah satu upaya Gus Yani untuk normalisasi banjir Kali Lamong secara permanen, putra pengusaha transportasi ini mengawali dengan merealisasikan pembebasan lahan yang sebelumnya hanya jadi wacana. Dicontohkan, misalnya di Desa Jono (Kecamatan Cerme), Desa Lundo (Kecamatan Benjeng), Desa Sekarputih dan Desa Wotansari (Kecamatan Balongpanggang), dengan nilai total sebesar 9,6 miliar rupiah. Sedangkan Dmdi Desa Lundo dengan tanah seluas 927 m² dengan jumlah total ganti rugi sebesar Rp. 565.746.270. Capaian pembebasan pada awal tahun ini sudah mencapai 28,81 persen. Sisanya sebesar 1,7 hektar dengan nilai ganti rugi senilai Rp. 7,3 miliar yang akan selesai selesai di tahun ini. Dengan harapan bisa membebaskan masyarakat dari banjir Sungai Kali Lamong secara permanen.
Akibat banjir sebelum normalisasi dilakukan sebelum Gus Yani menjabat, tercatat kerugian ekonomi yang ditaksir tiap tahun kurang lebih 80 Miliar, hingga menimbulkan korban jiwa dari masyarakat yang terdampak. Dan di era Gus Yani banjir tidak merenggut nyawa warga, karena hasil dari normalisasi, luapan air Kali Lamong tidak sebesar sebelumnya.
Target PAD Gagal
Defisit menjadi momok bagi OPD penghasil karena dianggap gagal memenuhi target sehingga menghasilkan defisit anggaran. Tentu OPD terkait akan menjadi obyek utama untuk yang dipersalahkan, bagi yang tidak memahami kajian ‘gelap’ yang dipatok DPRD Gresik kepada OPD. Salah satu contoh adalah Dinas Penanaman Modal Dan PTSP (DPMPTSP) Kabupaten Gresik yang ditarget Rp185 miliar oleh DPRD Gresik tahun 2023. Kepala DPMPTSP Agung Endro Dwi Setyo Utomo mengaku kelabakan dengan target sebesar itu setelah beberapa bulan yang lalu dilantik Bupati menjadi orang nomor satu di DPMPTSP.
Ia mengaku target Rp185 miliar dianggapnya terlalu tinggi dan tidak realistis. Ia menguraikan realitas pendapatan dari perijinan yang saat ini banyak regulasi yang berubah. Bahkan ia juga berasumsi soal perang Rusia dan Ukraina yang menurutnya juga bisa menghambat investasi di Indonesia, khususnya di Gresik yang merupakan salah satu kota di Indonesia yang menjadi jujukan investasi luar negeri.
Sehingga peluang investasi menjadi lesu dan tidak bergairah. Pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 juga dianggap masih berpengaruh terhadap investasi. Mutasi sistem baru pengurusan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) yang saat ini berganti nama Persetujuan Pembangunan Gedung (PBG) juga menjadikan PAD seret. Karena masyarakat harus menggunakan konsultan jika ingin mengurus PBG yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2021.
Sedangkan Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung atau SIMBG digunakan secara nasional atau seluruh indonesia rawan eror. Bagi masyarakat awam membutuhkan waktu lama beradaptasi dengan sistem tersebut. Dan ada beberapa syarat ijin yang sebelumnya kewenangan daerah ditarik menjadi kewenangan pusat. Misalnya terkait dengan retribusi upaya penglolaan lingkungan (UKL) dan upaya pemantauan lingkungan (UPL) serta amdal lingkungan. Harusnya dengan berbagai perubahan kebijakan dan aturan baru harusnya ada kajianya.
Target PAD parkir tepi jalan umum (TJU) di Dinas Perhubungan (Dishub) juga dianggap tidak realistis oleh Kepala Dihub Tarso Sagito. Dishub ditarget oleh DPRD Gresik sebesar Rp9 miliar. Padahal menurut Tarso rilnya parkir TJU dari hasil kajian internal Dishub hanya Rp 3-4 miliar.
Setelah membangun gedung UPT Pengujian Kendaraan Bermotor yang berlokasi di Desa Cerme Lor, Kecamatan Cerme senilai Rp 10 miliar dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah UJI KIR gratis. Bisa dipastikan Gresik juga bakal kehilangan retribusi dari uji KIR yang sebelumnya mampu menyumbang PAD.
Menurut Tarso banyak yang harus dikuasai DPR dengan perubahan-perubahan utamanya yang berkaitan dengam target PAD. Sebab jika tidak dikuasai akan mengacaukan OPD yang tidak aktif memberikan parameter dan kajian target PAD dan retribusi kepada DPR.
Leave a Reply