Atensi Mabes Polri Sebut Kejanggalan Tewasnya Saputra Tersebab Laka, Sujiadi : Anak Saya di Bunuh !

Meski Atensi Mabes Polri, Polres Gresik Hentikan Penyelidikan Kasus Dugaan Pembunuhan Driyorejo

GRESIK (SurbayaPost.id)-Dengan sejumlah kejanggalan, bukti serta saksi yang ia kantongi, Sujiadi meyakini, meninggalnya Saputra Febriansyah (16) anaknya pada 2021 silam bukan karena kecelakaan lalulintas. Awal penyidikan kasus anaknya Sujiadi telah menyampaikan keberatanya kepada penyidik jika kematian anaknya diproses akibat laka.

Warga Desa Petiken, Driyorejo, ini mengsku memiliki bukti dan saksi yang ia dapatkan menunjukkan jika anaknya di cekoki menuman keras lalu dibunuh. Sayanhnya kini ia harus kevewa kembali, lantaran kasus dugaan pembunuhan anaknya dihentikan oleh penyidik Satreskrim Polres Gresik. Dalih perintah penghentian penyelidikan semata karena demi hukum. Penyidik berdalih bahwa tewasnya korban murni akibat peristiwa kecelakaan lalu lintas.

Perintah yang terkesan diam-diam itu membuat kaget pihak keluarga korban. Apalagi surat keputusan tertanggal 29 Nopember itu baru disampaikan ke orang tua korban dua pekan setelah diteken oleh Kasatreskrim Polres Gresik AKP Aldhino Prima Wirdhan.

“Tentu saja saya kaget dan bercampur kecewa setelah mengetahui isi surat yang menyebutkan tentang perintah penghentian penyelidikan atas kasus yang mengakibatkan meninggalnya anak saya,” ungkap Sujiadi (56), ayah korban Saputra Febriansyah melalui telefon seluler.

Dikatakan Sujiadi, surat bernomor registrasi SP.Lid/815.B/XI/2024/Reskrim itu diantar langsung oleh penyidik satreskrim berinisial F ke kediamannya, di Desa Petiken, Kecamatan Driyorejo pada 13 Desember lalu.

Sujiadi pantas kecewa atas terbitnya surat perintah penghentian penyelidikan atas kasus yang telah merenggut nyawa anaknya. “Saya bingung harus mengadu kemana lagi untuk mencari keadilan atas dugaan kasus rekayasa pembunuhan terhadap anak saya,” ucapnya sedih.

Sebelumnya dia sangat berharap akan menemukan jalan keadilan karena pengaduannya mendapat respon positif mulai tingkatan Polda Jatim sampai ke Mabes Polri di Jakarta.

Sujiadi menunjukkan beberapa surat penting yang diterimanya sebagai bentuk balasan atas pengaduannya ke petinggi Polri. Diantaranya surat tertanggal 25 Juli 2023 dari Kapolri yang ditandatangani oleh Wakil Irwasum Polri Irjen Tornagogo Sihombing.

Isi surat tersebut, antara lain, menyebutkan bahwa Mabes Polri telah mendapatkan hasil audit investigasi dari Bidpropam Polda Jatim yang telah menemukan dugaan pelanggaran kode etik profesi dari sejumlah oknum anggota kepolisian, baik di Polsek Driyorejo maupun di Unit Gakkum Satlantas Polres Gresik dalam menangani perkara kecelakaan yang berujung pada kematian Almarhum Saputra Febriansyah.

Hasil audit investigasi terungkap bahwa proses penanganan kejadian kecelakaan yang dialami korban Saputra Febriansyah dan temannya bernama Rino Putra Firmansyah (21) tidak sesuai prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 15 Tahun 2013.

Diungkapkan, pelanggaran awal terjadi ketika dua bintara anggota Unit Lakalantas Polsek Driyorejo melakukan tindakan pertama pada TKP yang tidak sesuai prosedur mengenai tata cara penanganan kecelakaan lalulintas.

Sujiadi yang sejak awal kejadian telah menaruh curiga atas kecelakaan yang telah merenggut nyawa putranya. Kemudian mendatangi Unit Reskrim Polsek Driyorejo, dia membuat laporan agar kematian anaknya diusut sebagai kasus dugaan tindak pidana pembunuhan. Bukan murni sebagai kasus kecelakaan tunggal.

Tapi permintaan Sujiadi saat itu ditolak oleh Panit Unit Reskrim Polsek Driyorejo. Kasus ini dia anggap sebagai peristiwa kecelakaan semata. Akibat penolakan ini, bidpropam polda menilai telah terjadi pelanggaran kode etik profesi oleh panit unit reskrim.

Pelanggaran kode etik profesi serupa juga dijatuhkan kepada beberapa oknum anggota di Unit Gakkum Polres Gresik saat itu.

Ada dua Banit Lakalantas Polres Gresik dinilai melanggar kode etik profesi. Karena keduanya tidak segera melakukan olah TKP paska terjadinya kecelakaan pada 12 September 2021 sekitar pukul 04.30 Wib. Namun baru dua pekan berlalu atau tepatnya pada 23 September 2021 mereka melakukan olah TKP. Lucunya lagi, mereka baru menerbitkan laporan polisi (LP) pada 6 Oktober 2021.

Selain itu, Kanit Gakkum saat itu juga tidak luput dari sanksi pelanggaran kode etik profesi. Pasalnya, ketika dia memerintahkan penetapan tersangka pada pengendara motor tidak melalui mekanisme gelar perkara dan kendaraan milik korban tidak diketahui keberadaannya.

Buntut dari kesalahan dan pelanggaran kode etik profesi yang dibuat oleh para anggota yang menangani perkara kecelakaan tersebut, kemudian Kapolda Jatim melalui Direktorat Pidana Umum memerintahkan penyelidikan ulang berupa dugaan rekayasa pembunuhan pada peristiwa kecelakaan tunggal yang berakibat meninggalnya korban Saputra Febriansyah.

Tapi anehnya, tiba-tiba Sujiadi mendapati kabar bahwa pengusutan ulang atas penyebab kematian anaknya telah dihentikan oleh pihak penyidik Satreskrim Polres Gresik dengan alasan demi hukum.

“Dengan datangnya surat pemberitahuan mengenai penghentian penyelidikan ini maka telah menutup kembali harapan untuk mendapatkan keadilan atas kematian anak saya,” kata Sujiadi dengan terbata-bata.

Sujiadi juga menyesalkan karena sebelumnya tidak ada kabar terkait kelanjutan kasus ini hingga beberapa hari lalu, ketika pemberitaan kembali ramai di beberapa media online, baru mendapatkan informasi.

Menurut pengakuan Sujiadi, pada 20 September 2024 lalu dirinya sempat dipanggil dan dimintai keterangan oleh penyidik Unit Pidum Satreskrim Polres Gresik.

Penyelidikan itu merupakan tindak lanjut dari rujukan surat Kapolda Jatim No B/5415/VI/RES.7.4/2024/Ditreskrimum tanggal 28 Juni 2024 hingga terbit surat perintah penyelidikan dengan nomor Sprin.Lidik/815/VII/2024/Reskrim tanggal 17 Juli 2024.

Sujiadi lantas bercerita bahwa pada waktu itu, di dalam ruang Unit 1 Satreskrim Polres Gresik, dia hanya diberikan pertanyaan normatif, yang menurut dia tidak masuk ke substansial perkara. Termasuk tentang keberadaan smartphone korban dan baju yang disita penyidik sama sekali tidak dibicarakan.

“Saya cuma ditanya kondisi kesehatan, selebihnya tidak ada pernyataan yang mendasar dan mengarah ke kasus kematian anak saya. Saat saya tanya tentang HP anak saya, penyidiknya tidak menjawab sepatah kata pun. Lalu tahu-tahu terbit surat penghentian penyelidikan ini,” ujar Sujiadi dengan menahan kesedihan.

Ironisnya, saat mengantar surat perintah penghentian penyelidikan ke rumah Sujiadi, anggota berinisial F menyarankan kepada Sujiadi untuk mencabut perkara kecelakaan tunggal di PN Gresik agar penyidik bisa melanjutkan kembali penyelidikan kasus ini.

Padahal, menurut pengakuan Sujiadi, dari awal kasus ini diusut dirinya sudah melayangkan surat keberatan terhadap proses kasus kecelakaan tunggal, karena yang menimpa anaknya adalah kasus rekayasa pembunuhan.

“Surat penolakan itu sudah saya sampaikan berulang kali pada waktu gelar perkara bersama Kapolres, Reskrim dan Unit Lakalantas Polres Gresik. Tapi tetap saja dilanjutkan ke kejaksaan. Dan anehnya sekarang saya disuruh mencabut hasil putusan laka tunggal di pengadilan. Saya heran kesalahan anggota polres tapi saya yang disuruh cabut perkara,” terangnya.

Sebagai masyarakat kecil yang mencari keadilan, Sujiadi merasa dipermainkan
oleh pihak kepolisian. Dengan terbitnya surat perintah penghentian penyelidikan ini, dia merasa bingung harus mencari keadilan di mana lagi.

Pihak Satreskrim Polres melalui Kanit Pidum Iptu Eriq Panca belum memberikan respon ketika dikonfirmasi mengenai penghentian penyelidikan kasus dugaan pembunuhan yang menjadi atensi publik dan para petinggi Polri baik di daerah maupun di tingkat pusat.

Untuk diketahui, kejadian dugaan rekayasa pembunuhan ini bermula pada penemuan jenazah Saputra Febriansyah (16) di tepi Jalan Raya Desa Tenaru pada Minggu, 12 September 2021 sekitar pukul 04.30 WIB.

Tubuh Saputra dalam kondisi berlumuran darah segar di bagian wajah dan ada lubang menganga di bagian rahang yang diakibatkan oleh benda tajam.

Kondisi jenazah yang disebut sebagai korban kecelakaan lalu lintas tunggal ini menimbulkan kecurigaan dari keluarga korban, mengingat barang bukti sepeda motor pada saat peristiwa itu raib hingga sekarang.

Selain itu, ada bekas luka yang diduga akibat dari perbuatan penganiayaan. Di bawah rahang korban Saputra Febriansyah terdapat lobang yang diduga akibat benda tajam, yang semakin menguatkan dugaan bahwa peristiwa ini merupakan rekayasa pembunuhan.

Namun orang tua korban merasa penanganan perkaranya diduga direkayasa dan terkesan dipaksakan menjadi peristiwa kecelakaan lalu lintas tunggal oleh aparat penegak hukum.

Hingga pelaku Rino Putra Firmansyah (21) yang memboncengkan korban Saputra Febriansyah divonis bersalah dengan perkara laka tunggal oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Gresik dengan hukuman penjara selama 4 tahun dikurangi masa tahanan. Putusan dibacakan pengadil pada 25 April 2023.