
MALANGKOTA (SurabayaPost.id) – Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) menyatakan kekecewaan mendalam atas putusan kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Pengadilan Negeri Malang terkait terdakwa Hermin Naning Rahayu (128/Pid.Sus/2025/PN Mlg), Dian Permana Putra (127/Pid.Sus/2025/PN Mlg), dan Alti Baiquniati (197/Pid.Sus/2025/PN Mlg) dari PT NSP Cabang Malang.
SBMI menilai putusan hakim mengecewakan karena hanya menganggap kasus sebagai pelanggaran administratif berdasarkan UU No 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, bukan TPPO sebagaimana diatur UU No 21 Tahun 2007.
Fakta persidangan menunjukkan adanya unsur TPPO, antara lain:
- Perekrutan dan Penampungan Ilegal: Penyalahgunaan kekuasaan menjadikan posisi CPMI rentan.
- Penahanan Dokumen: Dokumen CPMI ditahan, membatasi kemampuan menolak perintah.
- Kekerasan Fisik dan Psikis: “Pelatihan penguatan mental” di rumah terdakwa disebut normalisasi kekerasan.
- Eksploitasi Kerja: CPMI dipaksa kerja domestik tanpa upah layak dan perlindungan hukum.
- Penempatan Unprosedural: PT NSP Cabang Malang tak punya izin operasional per November 2024.
- Penyalahgunaan Kewenangan: Sopir ditunjuk jadi Kepala Cabang tanpa pemahaman konsekuensi.
Endang Yulianingsih, Ketua DPW SBMI Jawa Timur dalam rilis resminya menyatakan, “Putusan ini kembali menunjukkan korban tidak jadi pusat perhatian dalam penegakan hukum” katanya.
Hal senada disampaikan Dina Nuriyati, Dewan Pertimbangan SBMI. Ia mengaskan fakta persidangan jelas memenuhi unsur TPPO, namun dipandang hanya masalah administratif, mengabaikan kejahatan serius perdagangan orang.
SBMI menolak victim-blaming hakim dan menuntut restitusi sebagai hak korban. “Restitusi bukan belas kasihan, tapi hak wajib dipenuhi negara,” tegas Dina. SBMI juga soroti kasus serupa di Serang, Pemalang, Sukadana, dan Indramayu yang menunjukkan kelemahan sistem peradilan.
Rekomendasi SBMI
- RUU KUHAP: Akomodir hak korban dalam sistem peradilan pidana.
- Panduan TPPO: Kepolisian, Kejaksaan, MA buat panduan penanganan TPPO pekerja migran.
- Revisi UU PTPPO: Sesuaikan dengan Protokol Palermo, tambah mekanisme kompensasi korban.
- Perlindungan Korban: Lindungi korban dari pembalasan dan akui peran masyarakat sipil (Anti-SLAPP).
- Direktorat TPPO: Kepolisian bentuk Direktorat TPPO di daerah dengan pelayanan ramah korban.
- Gugus Tugas TPPO: Perkuat koordinasi, anggaran, dan implementasi Rencana Aksi Nasional TPPO.
- Kapasitas Aparat: Tingkatkan pelatihan aparat penegak hukum khusus TPPO.
- Kerja Sama Global: Perkuat kerja sama ASEAN dan internasional atasi TPPO transnasional.
SBMI menyerukan dukungan bagi korban yang melapor, bukan stigma, dan sistem peradilan harus mengembalikan martabat korban. (lil).