
Fungsi kolegium harus mencakup penetapan standar kompetensi, kurikulum pendidikan, dan sistem evaluasi yang berbasis keilmuan serta profesionalisme, tanpa adanya intervensi kepentingan di luar akademik.
FK UB juga mendesak adanya kemitraan yang sinergis dan sejajar antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, Kolegium, Rumah Sakit Pendidikan, dan Institusi Pendidikan Kedokteran.
“Kolaborasi yang sehat ini mutlak diperlukan guna menjaga integritas dan kualitas pendidikan kedokteran dalam memenuhi kebutuhan layanan kesehatan masyarakat yang bermutu,” kata Prof Handono.
Guru besar FK UB juga menegaskan pentingnya mempertahankan marwah dan kemandirian perguruan tinggi sebagai penyelenggara pendidikan kedokteran.
Otonomi akademik, etika keilmuan, serta independensi hukum dan kebijakan pendidikan harus dijaga dan dihormati sebagai pondasi dari institusi pendidikan yang bermartabat.
Mereka juga menyatakan dukungan terhadap perbaikan tata kelola pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan di Indonesia secara menyeluruh dengan menjunjung tinggi prinsip keilmuan, integritas, transparansi, dan keadilan.
“Setiap langkah kebijakan yang diambil harus berpihak pada peningkatan kualitas pendidikan dan perlindungan terhadap Masyarakat termasuk sivitas akademika dan tenaga kesehatan,” tegas Prof Handono.
Sementara itu, Prof. dr. Mohammad Saifur Rohman, Sp.JP(K), Ph.D menjelaskan, pernyataan sikap ini merupakan upaya para guru besar dalam memberikan masukan terhadap pemerintah.
Ketika mengeluarkan kebijakan yang sesuai dengan perundang-undangan dan pelaksanaannya.