MALANG (SurabayaPost.id) – Bank Indonesia (BI) Malang mensuport ekowisata Clungup Mangrove Conservation (CMC), di Pantai Clungup, Kabupaten Malang, Jatim. Untuk itu, BI menerjunkan Generasi Baru Indonesia (GenBI) menanam mangrove dan bersih-bersih sampah di pantai tersebut, Sabtu (2/11/2019).
Sebanyak 150 mahasiswa penerima beasiswa BI yang tergabung di GenBI itu diterjunkan. Mereka berasal dari GenBI UB, UM dan UIN Maliki Malang.
Ratusan mahasiswa itu membersihkan sampah dan menanam mangrove di kawasan Ekowisata edukasi ekologis Pantai Clungup. Mereka didampingi langsung Manajer Fungsi Koordinasi dan Komunikasi Kebijakan BI Malang Siti Senorita Printaningrum.
Dia mengatakan bila aksi GenBI itu bertajuk Bersih Indonesia. Dalam aksi tersebut BI lewat GenBI bekerja sama dengan pengelola CMC khusus untuk melakukan bersih-bersih sampah dan menanam pohon mangrove di kawasan wisata Pantai Clungup dan Pantai Gatra.
“Kami bersama GenBI melakukan aksi tersebut deni membantu kelestarian pantai. Selain menanam mangrove, kami membersihkan sampah plastik di pantai yang terbawa ombak,” katanya.
Dia menjelaskan bila BI Malang, kedepannya, siap membantu pengelola CMC dan Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru. Itu, tegas dia, jika mereka memang membutuhkannya.
Menurut wanita cantik yang akrab disapa Essy ini, hal tersebut dilakukan karena sesuai dengan komitmen BI Malang. Yakni, mendorong pengembangan kawasan wisata di wilayah kerja kantor Perwakilan BI Malang.
Makanya, kata Essy, BI Malang mulai menyusun cetak biru pengembangan pariwisata di daerah. “Itu kami lakukan lewat FGD (focus group discussion) bersama stakeholder lainnya, seperti Pemda, komunitas Pokdarwis dan lainnya,” kata dia.
Dia berharap apa yang dilakukan BI tersebut bisa membantu pengembangan sektor wisata. Khususnya yang ada di wilayah kerja BI Malang.
Sementara itu Pendiri CMC dan Ketua Yayasan Bhakti Alam Sendang Biru, Lia Putrinida menyambut positif komitmen BI Malang itu. Dia berharap, para GenBI itu bisa membantu mengembangkan ekowisata pantai lewat riset.
“Itu benar-benar kami butuhkan dalam pengembangan dan konservasi pantai. Makanya kami sangat berharap GenBI bisa membantu dengan melakukan riset,” papar dia.
Apalagi menurut dia, ada ada tujuh pantai yang dikelolanya selama ini. Di antaranya dia sebutkan Pantai Clungup, Pantai Gatra dan lima pantai lainnya. “Itu semua dikembangkan untuk wisata edukasi ekologis yang meliputi pelestarian karang dan tanaman mangrove,” jelas dia.
Diakui dia ada tiga spirit dalam mengembangkan ekowisata pantai itu. Dia sebutkan seperti membangun kualitas alam (ekologi) lewat konservasi, membangun kualitas sosial/SDM dan membangun perekonomian.
Untuk itu, kata dia, pengunjung di objek wisata pantai tersebut, diedukasi agar berperilaku positif terhadap lingkungan. Sehingga tidak mengganggu kelestarian karang dan tanaman mangrove.
“Demi terwujudnya hal itu pengunjung objek wisata dilarang membawa sampah yang sulit didaur ulang. Itu seperti sampah berbahan plastik,” terang dia.
Selain edukasi, kata dia, pengunjung bisa melakukan kegiatan wisata. Di antaranya diving, snorkeling, canoeing, menginap, dan lainnya.
Meski begitu, kata dia, kawasan wisata yang dikelolanya tidak didesain untuk mendulang banyak pengunjung. Sehingga, ekosistem yang ada tidak rusak.
Makanya, dia mengaku membatasi pengunjung. “Tahun 2018, pengunjung pantai mencapai 50.000 orang. Itu terlalu besar, kurang cocok dengan misi mengembangkan objek wisata untuk konservasi dan edukasi prolingkungan yang berkelanjutan. Idealnya jumlah pengunjung hanya sekitar 30.000/tahun ,” ucapnya.
Untuk itu, kata dia, setiap Kamis, objek wisata tutup. Idul Fitri tutup selama 14 hari, begitu juga Natal tutup mulai 23 Desember hingga 2 Januari.
Dijelaskan dia bila pengunjungnya selama ini dari berbagai daerah bahkan mancanegara. Ada Eropa, Asia Pasifik, dan tentu saja wisatawan nusantara. “Mereka sebagian besar ingin belajar tentang mengembangakan wisata edukasi berbasis pelestarian lingkungan,” kata dia.
Itu mengingat misi edukasi dan konservasi yang diemban. Hal itu juga berdampak pada bantuan. Sehingga, kata dia tidak gampang menerima bantuan. Apalagi persyaratan yang diajukan tidak pro pada kelestarian lingkungan.
Dia contohkan, ada bantuan hibah yang mensyaratkan membangun papan nama dengan konstruksi beton. “Ya kami tolak bantuan itu. Sebab tidak pro pada pelestarian lingkungan,” jelas dia.
Diakui dia bila banyak institusi yang membantu pengembangan kawasan pantai di Sendang Biru itu. Di antaranya BI, perguruan tinggi, Kementerian Pariwisata, Kementerian KKP, Kementerian LHK, Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Bantuan – bantuan itu dikatakan dia semuanya digunakan untuk pengembangan dan konservasi. Itu karena yang dikelola CMC ada sekitar 117 hektare kawasan wisata.
Menurut dia, dari sejumlah itu ada 71 hektare berupa hutan mangrove, 30 hektare terumbu karang. Lalu ada 10 hektare yang merupakan kawasan resapan air, namun kondisinya kritis. Sehingga direncanakan untuk dipulihkan pada 2020 nanti.
“Ke depan kami rencanakan untuk mengelola produk kuliner berbasis mangrove dan kegiatan lainnya. Ya itu sebagai pengganti atau pelengkap saja,” ujarnya. (aji)
Leave a Reply