
Sementara itu, Kuasa hukum pemohon eksekusi, Pudjiono mengatakan bahwa perkara ini diawali dengan kesepakatan jual beli antara pemohon dan termohon pada tahun 2019 lalu dengan nilai Rp 6 miliar.
“Itu termasuk sudah tinggi dan diatas NJOP, karena saat itu berdasarkan perhitungan NJOP nya senilai Rp 4 miliar. Lalu di hadapan notaris, dibuatkan akte jual beli dan kedua pihak menandatangani,” katanya.
Selain itu, pihaknya juga telah memberikan kompensasi senilai Rp 500 juta untuk agar termohon melakukan pengosongan sendiri. Namun termohon menurutnya tak memenuhi kesepakatan hingga akhirnya pihaknya mengajukan permohonan eksekusi.
“Di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah Agung, gugatan kami terkait perbuatan melawan hukum dikabulkan dan PK mereka ditolak. Dari dasar putusan yang sudah inkrah itu, kami ajukan permohonan eksekusi,” ungkapnya.
Terpisah, kuasa hukum termohon, Bagas Dwi Wicaksono menyatakan kooperarif dan menghormari terkait putusan pengadilan tersebut.
“Intinya, kami kooperatif dan tidak melakukan perlawanan signifikan. Namun, kami tetap melakukan upaya hukum dengan mengajukan permohonan perlawanan eksekusi yang saat ini masih di tahap kasasi dan belum diputus,” tandasnya. (lil).