GRESIK (SurabayaPost.id)–Upaya penanganan permasalahan kemiskinan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Gresik siap mengadopsi sistem kebijakan yang diterapkan Pemkab Banyuwangi selama ini. Hal itu setelah unsur pimpinan dan anggota Komisi IV DPRD Gresik bersama Komunitas Wartawan Gresik (KWG) melakukan studi banding ke DPRD Banyuwangi, Jumat (25/2).
Sebagai informasi, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jika pada tahun 2010 ada 20,09 persen warga miskin, pada tahun 2019 hanya tersisa 7,52 persen. Artinya angka penurunan terjadi cukup drastis.
Wakil Ketua DPRD Gresik, Nur Saidah yang didampingi Anggota Komisi IV Musa mengatakan, meski dijuluki Kota Industri, angka kemiskinan Gresik ternyata sampai saat ini masih tinggi.
Merujuk data Dinas Sosial (Dinsos), angka kemiskinan di Gresik pada tahun 2020 berada di kisaran 12,40 persen. Jumlah ini lebih tinggi dibanding rata-rata angka kemiskinan di Jatim sebesar 11,09 persen.
“Untuk itu kami belajar ke Banyuwangi, bagaimana strateginya sehingga kemiskinan bisa turun. Selain pemerintah, peran dewan sangat vital dalam merumuskan program,” katanya, Jumat (25/2).
Dikatakan Saidah, kalangan dewan mendukung anggaran pemulihan ekonomi melalui pemberdayaan UMKM, pemberian bantuan permodalan hingga memberikan perhatian kepada anak keluarga korban Covid-19.
“Ini dengan maksud tujuan fokus terjadi kita keinginan pertumbuhan ekonomi, dan penurunan kemiskinan. Jadi kita siap adopsi keberhasilan dari Banyuwangi,” ujar dia.
Sementara, Ketua Komunitas Wartawan Gresik Syuhud Almanfaluty mengungkapkan jika saat ini angka kemiskinan di Kota Pudak masih tinggi. Untuk itu, harus ada program yang bisa membuat kemiskinan teratasi.
Melalui studi banding ke Banyuwangi kali ini, Syuhud berharap ada program yang bisa diadopsi. Utamanya, strategi dalam menurunkan angka kemiskinan 10 tahun terakhir di era kepemimpinan Bupati Banyuwangi, Azwar Anas.
“Kami siap berkolaborasi membantu pemerintah, angka kemiskinan Gresik ini masih dua digit bahkan diatas angka rata-rata nasional yakni 11 sampai 10 persen nasional,” terangnya.
Lantas bagaimana strategi Banyuwangi dalam menurunkan angka kemiskinan? Wakil Ketua DPRD Banyuwangi Michael Edy Hariyanto menyatakan bila kolaborasi dengan pemerintah daerah adalah kunci.
“Intinya ya kolaborasi dan kordinasi. Bu Bupati kita sangat enerjik, bersama dewan langsung turun melihat program agar bisa dilaksanakan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat,” imbuhnya.
Menurut Michael, menurunnya angka kemiskinan merupakan ‘Efek Domino’ dari kebijakan branding Banyuwangi yang terus dilakukan hingga banyak investor banyak tertarik menanamkan modal.
Nah dari investasi tersebut lebih banyak industri pariwisata. Dari sana, otomatis pengangguran di desa-desa teratasi. Kemudian, pendataan juga menjadi hal yang paling penting dalam problem kemiskinan.
“Banyuwangi pandainya era Pak Anas hingga dilanjutkan saat ini branding pengenalan daerah sehingga banyak investasi masuk jadi ada efek domino,” terangnya.
Michael menyebut, dalam pemulihan ekonomi pemerintah daerah juga memiliki gerakan ‘Banyuwangi Rebound’. Program ini pun langsung direspon cepat oleh para wakil rakyat.
Banyuwangi Rebound sendiri berangkat dari tantangan dan optimisme. Di tengah pandemi ini, angka kenaikan kemiskinan tercatat terendah di Jatim.
“Kami sangat mendukung program itu saat ada pandemi. Semua fraksi di DPRD bahkan sepakat tentang program itu, apalagi menyangkut pemerataan ekonomi kerakyatan hingga ke desa-desa,” imbuhnya usai menerima DPRD Gresik yang siap mengadopsi penanganan kemiskinan di Banyuwangi. (adv)
Leave a Reply