MALANG (SurabayaPost.id) – DPRD Kabupaten Mojokerto melalukan studi banding ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang, Kamis (17/1/2019). Mereka belajar soal pengelolaan sampah, khususnya yang berkaitan dengan retribusi.
Adanya kunjungan anggota DPRD Kabupaten Mojokerto bersama Kepala DLH Kabupaten Mojokerto itu diakui Kepala DLH Kota Malang Agoes Edy Poetranto. Dia.mengatakan bila mereka melakukan studi banding terkait pengelolaan sampah.
“Mereka studi banding ke sini karena retribusi pengelolaan sampah di Kota Malang ini dianggap murah. Itu jika dibandingkan dengan retribusi mereka yang dikelola BUMDes,” kata Agoes Edy Poetranto saat didampingi Kabid Tata Lingkungan Hidup, Sudarso.
Dijelaskan dia bila pengelolaan sampah di Kota Malang mengacu pada Perda. Menurut dia, retribusi itu dipungut berdasarkan Perda.
“Kalau tidak ada Perda, lalu memungut retribusi sampah bisa menyalahi aturan. Sebab, masuk kategori Pungli,” kata dia.
Untuk itu, dia memberikan Perda Kota Malang tentang pengelolaan sampah agar dijadikan acuan untuk membuat Raperdanya. Sehingga, dalam pengelolaan sampah itu tak melanggar aturan.
Selain itu, Agoes Edy Poetranto ini juga menjelaskan pengelolaan sampah secara teknis. Menurut dia, pengelolaan sampah di Kota Malang itu dibagi tiga.
Di antaranya dari sumber (masyarakat) ke tempat pembuangan sementara sampah (TPS). Lalu dari TPS ke tempat pembuangan akhir (TPA) dan pemprosesan di TPA.
Pengangkutan sampah dari sumber ke TPS itu, kata dia, di Kota Malang ditanggung masyarakat. Sedangkan dari TPS ke TPA dan pengelolaan di TPA ditanggung retribusi yang diterima pemerintah. “Sehingga agak murah,” kata dia.
Meski begitu, dia menegaskan bila pengelolaan sampah di Kota Malang itu idealnya Rp 75 miliar per tahun. Namun, dengan berbagai kebijakan akhirnya hanya Rp 10,6 miliar per tahun dari retribusi sampah.
Anggaran sebesar itu, kata dia, dipakai untuk mengelola sampah yang per harinya mencapai 700 ton. Sementara, lahan TPA Kota Malang hanya 32 hektar.
Itu pun, tegas dia, yang terpakai secara efektif hanya separuh. Sebab, separuhnya dipakai untuk pengolahan yang juga dibantu dari pemerintah pusat sebesar Rp 200 miliar.
Dengan produksi sampah yang mencapai 700 ton per hari itu, TPA di Kota Malang hanya bisa dipakai paling lama enam tahun ke depan. Untuk itu, perlu ada perluasan lahan.
“Kami sudah lapor sejak Wali Kota Abah Anton. Saat Wali Kota Pak Sutiaji saat ini kami juga sudah lapor. Untuk itu kami diminta melakukan kajian terkait pengadaan lahan dan jalan alternatif menuju TPA,” kata dia.
Selain itu, kata dia, melakukan pembatasan sampah yang masuk ke TPA. Sehingga di TPS dilakukan pemilahan sampah. Harapannya agar usia TPA itu bisa lebih panjang. “Jadi itu yang kami sampaikan pada anggota dewan dan Kepala DLH Kabupaten Mojokerto yang melakukan kunjungan kerja ke sini,” kata dia. (lil)
Leave a Reply