Gejolak Sampah di Kota Batu Belum Rampung, RT 03 Desa Pesanggrahan Bisa Jadi Percontohan

Para penggerak pengelola sampah
Para penggerak pengelola sampah

BATU (SurabayaPost.id) – Gejolak sampah di Kota Wisata Batu terus berlanjut, Supardi Ketua RT 03 / 12 Desa Pesanggrahan menyebut kejadian tersebut diambil hikmahnya.

Ini disampaikan Supardi saat berada di tempat produksi kompos di RT 03/12 bersama sejumlah  warga penggerak produksi sampah sejak tiga tahun silam berlanjut Hinga sekarang, Senin (4/9/2023).

“Khusunya dilingkungan RT 03/12, sudah lama mengenalkan masalah sampah dimasyarakat.Jadi kita tinggal menindaklanjuti sosialisasi kepada masyarakat terkait memilah sampah, untuk komposter ini,menurutnya sudah berjalan selama tiga tahun,” kata Supardi.

Gejolak sampah di Kota Batu saat ini, menurutnya tinggal menambah kuota supaya bisa menampung lebih banyak kuota komposter.

“Awal punya satu komposter,sekarang punya tiga dengan kapasitas dalam satu tempat,satu kubik,b saat ini ada tiga komposter jadi tiga kubik. Prosesnya sirkulasi kalau sudah penuh kita tutup,” ujarnya.

Para penggerak pengelola sampah
Para penggerak pengelola sampah

Lantas ujar dia,terkait TPA ditutup menurutnya sampah – sampah yang dikelola meningkat drastis capai 80 persen.

“Dari setengah setengah kubik, sekarang naik satu kubik dalam satu RT jumlah warganya 66 KK (kepala keluarga).Mengingat sampah – sampah tersebut jadi momok dimana – mana.Kalau bisa mengaktifkan bagaimana memilah sampah, dan kita tidak tergantung pada kota,dan kita bisa memanfaatkan dilingkungan sendiri,” terangnya.

Itu terang dia sudah mampu  terpenting bisa memetakan mana sampah organik,non organik,dan sampah residu.

“Sampah ini sudah berjalan tinggal menambah alat sebagai pendampingan pengelolaan sampah,” kata Supardi.

Catur Wicaksono pendamping sistem pengelolaan sampah Desa Pesanggrahan menambahkan.

“Jadi sampah itu bisa dikelola dengan baik dan harus dipilah syarat utamanya.Jadi sampah kalau tidak terpilah tidak akan terkelola dengan baik.Kenapa permasalahan TPA Tlekung ditutup ? Karena sampah kita yang masuk ke TPA Tlekung tidak terpilah dengan jumlah sangat besar per hari rata-rata 100 sampai 120 ton, dan itu tidak dipikirkan untuk dipilah,” kata Catur.

Olehkarena itu,menurut Catur mulai saat ini dari keluarga mulai memilah sampah.Meski begitu,kata Catur  warga terkadang kerap bingung  setelah pilah sampah lalu mau diapakan ?

“Makanya kami telah menyiapkan sarana, pertama dipilah.Sampah organik,dan sampah residu.Sampah terbesar adalah sampah organik hampir 60 persen.Untuk sampah rumahtangga organik,”jelasnya.

“Sehingga kami sudah menyiapkan komposter untuk mengelola sampah organik menjadi kompos pupuk cair produknya,dan pupuk itu digunakan sendiri dilingkungan.Disini tidak  ada bank sampah,yang ada namanya  sampah donasi,”kata Catur.

Mekanismenya disebutkan  hasil sampah tersebut dibayarkan kepada  petugas pengambil sampah.

“Jadi kita tidak mengambil tapi dari  daur ulang kita serahkan para bapak pengambil sampah,”ungkapnya.

Demikian ungkap dia, terkait gejolak sampah menurut Catur warga lingkungan RT O3 sudah siap,meski saat ini volume sampah menaik dan produksi di komposter terus berlanjut.

“Sekarang yang menjadi permasalahan dengan tidak mengetahui bagaimana mengelola nya,sehingga banyak mencari jalan pintas dalam penyelesaian sampah. Jadi bukan menyelesaikan masalah, tapi malah menambah masalah,” seru dia.

Ini,Catur mengharapkan harus mulai berpikir jernih.

“Pertama harus berani memulai memilah sampah dari rumah,itu kuncinya, setelah itu sarana yang harus disiapkan masing – masing  yang mau mengelola sampah,” suaranya.

Para penggerak pengelola sampah
Para penggerak pengelola sampah

Waktu yang sama, Basori Tokoh Masyarakat setempat menyampaikan  “Baling O3″ (Bangun Lingkungan O3 , Nol Sampah, Nol Limbah dan Nol Kimia) muaranya sebenarnya muara pada tanaman dengan potensi persoalan sampah bisa teratasi,” ungkapnya.

Cuma, ungkap dia kelihatanya jalanya agak landai, padahal menurutnya  dengan adanya gejolak sampah ini, menambah semangat untuk kemanfaatan masyarakat.

“Alhamdulilah responnya  positif yang  tadinya ogah -ogahan memilah sampah dari rumah,dan kita tekankan memilah sampah itu dari dapur.Sesudah dipilah,itu dimulai dari sisi situasi dan kondisi kita bisa memanfaatkan sarana prasarana.Kami berharap pada semua lapisan masyarakat bisa melakukan  semacam ini, sehingga tidak tergantung pada kota,” harapnya.

Kalau seperti ini, ia meyakini masyarkat nanti akan terbiasa, dan biasakan memilah manfaatkan dari limbahnya untuk pupuk.

Ditambah M.Sodiq Dio merupakan warga RT 03 RW 12, Desa Pesanggrahan melihat lingkungan disini sangat kompak.

“Yang bergejolak saat ini,adalah masalah sampah. Kalau saya melihat sampah itu ada harganya dan ada istilah sampah membawa berkah jika dikelola dengan benar dan tepat,” kata Dio.

Ternyata,menurut dia,kalau sampah dikelola dengan benar akan menghasilkan rupiah.

“Disini,Bapak-bapak tadi sudah  menyampaikan,ketika ada gejolak tentang sampah dampak dari TPA Tlekung guyub rukun.Warga RT 03 ini tidak kaget,karena sudah  terbiasa.Sebelumnya sampah-sampah disini diambil petugas,sekarang dikumpulkan jadi satu disini di Balai RW,”ungkapnya.

Tambahnya,sampah-sampah yang dimaksud dikelola dengan baik dan sudah tak ada tumpukan sampah.

“Disini tempatnya kalau warga ingin mengatasi sampah, namum belum mengerti mengelola sampah, bisa saling”Ngangsu Kawruh” di RT 03 /12, Desa Pesanggrahan, Kecamatan Batu, Kota Batu,” pungkasnya.(Gus)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.