SURABAYA (surabayapost.id) – Keberatan atau eksepsi yang diajukan Henry Jocosity Gunawan dan istrinya, Iuneke Anggraini atas kasus dugaan memberikan keterangan palsu di dalam akta otentik akhirnya ditolak. Dalam putusan sela ini, majelis hakim juga memerintahkan agar sidang dilanjutkan dengan agenda pembuktian.
“Mengadili, menyatakan keberatan penasehat hukum para terdakwa tidak dapat diterima dan memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) melanjutkan pemeriksaan,” ujar ketua majelis hakim Dwi Purwadi pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Selasa (15/10/2019).
Dalam amar putusan selanya, hakim Dwi Purwadi tidak sependapat dengan dalil tim penasehat hukum para terdakwa yang menyebut surat dakwaan cacat prosedur. Hakim Dwi Purwadi menyatakan bahwa pihaknya tidak kewenangan untuk menilai hal tersebut. “Maka seharusnya diajukan di forum pengawasan internal kejaksaan sendiri,” lanjut hakim.
Hakim Dwi Purwadi juga menanggapi soal dugaan error in procedur penyidikan. Menurutnya, hal itu hendaknya diajukan melalui forum praperadilan dan tidak dapat dijadikan alasan majelis hakim untuk menolak surat dakwaan.
Tak hanya itu, majelis hakim juga menolak keberatan tim penasehat hukum yang menyoal surat dakwaan batal demi hukum karena disusun secara tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap karena tidak memuat waktu dan tempat kejadian tindak pidana para terdakwa. “Majelis berpendapat surat dakwaan sudah menyebut waktu dan tempat kejadian perkara serta sudah memuat uraian yang seksama, teliti, terang, dan lengkap tentang tindak pidana yang didakwakan,” tegasnya.
Usai sidang, Masbuhin, kuasa hukum Henry dan Iuneke mengaku sudah siap menghadapi persidangan pembuktian. “Pertimbangan putusan tadi akan kami gali lebih dalam lagi saat persidangan pokok perkara. Untuk efisiensi waktu, maka saya lebih cenderung untuk menghadapi persidangan dalam persidangan pemeriksaan pokok perkara,” katanya.
Perlu diketahui, kasus ini bermula dari pembuatan dua akta yakni perjanjian pengakuan hutang dan personal guarantee yang dibuat oleh PT Graha Nandi Sampoerna sebagai pemberi hutang dan Henry sebagai penerima hutang pada 6 Juli 2010. Dalam kedua akta tersebut Henry menyatakan mendapat persetujuan dari istrinya Iuneke, bahkan saat itu Iuneke pun ikut bertandatangan di hadapan notaris.
Namun dari data Dispenduk Capil terungkap bahwa pernikahan antara Henry dengan Iuneke baru dilakukan pada 9 November 2011. Hal itu dianggap tidak sesuai dengan akta perjanjian pengakuan hutang dan personal guarantee, dimana Henry menyatakan telah menikah dengan Iuneke pada 2010. Atas hal itu, Henry dan Iuneke kemudian dilaporkan ke Polrestabes Surabaya pada Oktober 2018. (aha/fan)
Leave a Reply