
Gresik (SurabayaPost.id)–Sidang lanjutan kasus mafia tanah di Pengadilan Negeri (PN) Gresik kembali menyedot perhatian. Persidangan yang digelar Selasa (9/9/2025) di ruang Tirta ini memanas setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Gresik dinilai melontarkan pertanyaan blunder kepada saksi korban.
Kuasa hukum korban, Roni Wahyono, menilai pertanyaan JPU Nurul Istianah tidak relevan dan justru menyudutkan korban.
“Contohnya menanyakan berapa persen bagian korban dari penjualan tanah. Padahal korban baru tahu tanahnya dijual setelah bertahun-tahun. Pertanyaan seperti ini jelas blunder,” tegas Roni.
Ia memperingatkan, blunder tersebut bisa dimanfaatkan pihak terdakwa untuk melemahkan dakwaan. “Kalau jaksa sendiri terkesan menyudutkan korban, ini bisa jadi preseden buruk bagi penegakan hukum,” tambahnya.
Dalam sidang, saksi H. Zainal Abidin dan istrinya Hj. Hunaifa memberikan kesaksian tegas. Suasana ruang sidang memanas ketika Hunaifa dengan nada tinggi menolak tudingan bahwa ia mendapat bagian dari hasil penjualan tanah.
“Mohon maaf, pertanyaan itu lebih pantas ditanyakan kepada terdakwa. Kami tidak tahu menahu soal penjualan itu,” tegasnya di hadapan majelis hakim.
Sidang juga menghadirkan notaris/PPAT Teguh Sudibyo dan Muhammad Khofas. Ketua majelis hakim sempat menyinggung nama Teguh yang kerap disebut dalam perkara serupa di PN Gresik.
Sementara Khofas menegaskan dirinya hanya mempertemukan pihak koperasi dengan terdakwa, bukan sebagai makelar tanah.
Majelis hakim menjadwalkan sidang secara marathon dua kali seminggu, yakni Senin (15/9/2025) dan Kamis (18/9/2025), dengan agenda pemeriksaan saksi lanjutan dari para pihak.
Kasus ini menyeret tiga terdakwa Dr. H. Achmad Wahyudin (60) warga Golokan, Ainul Churi (44) dan istrinya Yeni Yuspita Sari (43) asal Menganti. Mereka didakwa menjual tanah korban menggunakan identitas palsu berupa KTP, KK, dan buku nikah