JAYAPURA (SurabayaPost.id) – Kasus HIV-AIDS di Papua masih menjadi ancaman. Data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua menyatakan temuan kasus baru HIV-AIDS periode Januari-Juni 2018 yang dilaporkan dari semua layanan di wilayah itu mencapai 2.003 kasus.
Kepala Seksi HIV-ADS dan IMS Dinkes Papua, Dr Rindang Pribadi Marahaba kepada Antara di Timika, Minggu, mengatakan epidemi kasus HIV-AIDS di Papua membutuhkan penanganan bersama lebih serius dengan melibatkan semua komponen masyarakat.
“Untuk penanggulangan HIV-AIDS di Papua, maka semua pihak harus terlibat. Ini bukan hanya tugasnya orang kesehatan atau Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) serta aktivis peduli HIV-AIDS saja, tetapi harus melibatkan semua masyarakat sebab problem ini sifatnya multi sektor,” katanya.
Sesuai data yang dilaporkan ke Dinkes Papua, hingga akhir Juni 2018 tercatat sudah 37.991 warga di Papua terinfeksi HIV-AIDS.
Kasus terbanyak ditemukan di wilayah Nabire dan beberapa kabupaten di Papua seperti Jayawijaya, Mimika dan Jayapura.
“Nabiire itu positif rate-nya paling tinggi yaitu sekitar 9 persen. Kalau Wamena hanya 1,8 persen. Mimika cenderung stabil di angka 1 persen. Kalau dari sisi wilayah adat, yang tertinggi itu wilayah Saireri, angkanya di atas 9 persen,” tutur Rindang.
Kendala yang dihadapi dalam penanganan masalah HIV-AIDS di Papua yaitu tidak semua Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA ) bisa mengakses layanan obat Anti Retroviral/ARV yaitu obat untuk menekan pertumbuhan virus HIV dalam tubuh seseorang.
Dinkes Papua kini terus mengupayakan agar distribusi obat ARV bisa sampai ke tingkat Puskesmas agar ODHA lebih mudah mengakses obat tersebut dari tempat tinggalnya.
Agar distribusi obat ARV bisa sampai ke tingkat Puskesmas, maka sangat dibutuhkan komitmen petugas untuk melakukan pencatatan dan pelaporan kasus secara valid.
Di samping itu, dibutuhkan peran petugas Puskesmas dan Kelompok Dukungan Sebaya/KDS untuk melakukan pendampingan kepada ODHA agar dapat meminum ARV secara teratur.
“Persoalan yang kami temukan sekarang ada banyak kasus kegagalan minum obat ARV dari penderita HIV-AIDS karena berbagai sebab seperti layanan yang jauh dari tempat tinggal mereka, lalu tidak punya uang untuk bisa mengakses layanan dan lain sebagainya,” tandas Rindang.
Selama tiga tahun terakhir sejak 2016, kasus HIV positif yang ditemukan di Provinsi Papua berkisar pada angka 4.000-an kasus atau positif rate-nya mencapai 3,9 persen.
Namun, penemuan kasus baru HIV-ADS tersebut tidak tersebar secara merata di seluruh wilayah Provinsi Papua, mengingat di banyak kabupaten, terutama di wilayah pedalaman belum tersedia banyak layanan pemeriksaan HIV-AIDS dan layanan obat ARV.
(Antara)
Leave a Reply