MALANG (SurabayaPost.id) – Paguyuban Jeep Malang Raya merasa dirugikan dengan adanya pembatasan kuota yang boleh naik ke kawasan Bromo-Tengger-Semeru. Makanya, mereka mengancam akan menggugat pihak BTNBTS (Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru).
Untuk itu mereka sudah menunjukkan Ketua DPC Peradi Malang, Yayan Riyanto SH selaku kuasa hukumnya. Bahkan mereka sudah melakukan pertemuan khusus membahas rencana gugatan tersebut, Kamis (13/6/2019).
Mereka mengancam menggugat BTN BTS karena paguyuban Jeep Malang Raya memiliki 94 unit Jeep. Itu terhitung mulai 9 Mei 2019, hanya diperbolehkan beroperasi sebanyak 21 unit per harinya yang bisa membawa wisatawan dari Malang ke Bromo.
Pihak Paguyuban Jeep Malang Raya berharap pembatasan kuota ini ditiadakan. Alasannya karena dirasa tidak adil dan cukup merugikan.
Ketua Paguyuban Jeep Malang Raya, Idhamsyah Putra mengatakan bahwa dengan adanya pembatasan kuota ini seluruh anggotanya merasa dirugikan. “Masak kami dibatasi hanya 21 unit. Sementara anggota kami 94 unit,” kata dia.
Pembatasan kuota itu kata dia sejak 9 Mei 2019. Itu diberlakukan setelah pertemuan antara Paguyuban Jeep Malang Raya dan Paguyuban Jeep Tumpang yang difasilitasi oleh Tatag Hari R SH, selaku Kepala Seksi II Wilayah Tumpang -Ranupane deadlock.
“Alasannya kami dianggap bukan warga sekitar Tumpang. Padahal kita sudah mengangkut wisatawan dari Malang Ke Bromo sudah sejak 8 tahun lalu. Selain itu, kami juga tidak pernah mengambil penumpang di Tumpang. Kami hanya mengantar penumpang dari Kota Malang, Kota Batu dan Malang Raya,” ujar Idham.
Pihaknya berharap pihak TNBTS mencabut pembatasan kuota tersebut. Sebab kesepakatan 9 Mei 2019, ada keberpihakan ke Paguyuban Jeep Tumpang.
“Harapan kami pihak Taman Nasional kembali mencabut pembatasan Kuota tersebut. Hal itu agar kami bisa kembali menaikan wisatawan ke Bromo,” ujar Idham.
Setelah adanya pembatasan kuota ini, anggota paguyuban merasa bingung. Terutama saat menerima wisatawan yang hendak ke Bromo.
Ketua DPC Peradi Malang, Yayan Riyanto SH, selaku kuasa hukum Paguyuban Jeep Malang Raya, menyebut bahwa pembatasan kuota ini ada unsur monopoli oknum tertentu untuk masuk ke wilayah Wisata Bromo.
“Akibat monopoli ini yang dirugikan adalah Paguyuban Jeep Malang Raya. Dalam pertemuan 9 Mei 2019 itu, pihak Paguyuban Jeep Malang raya dipaksa untuk menerima jumlah kuota 21 unit padahal anggotanya 94 unit. Sedangkan Paguyuban Jeep Tumpang ada 900 Jeep, namun tidak ada pembatasan kuota. Padahal kita tidak pernah mengambil wisatawan dari Tumpang, kita juga bayar retribusi,” ujar Yayan.
Pada Desember 2018, kata dia, sudah ada penghadangan Jeep yang membawa wisatawan dari kota Malang oleh pihak Jeep Tumpang. “Sebelum lebaran juga sudah ada pencegatan,” jelas dia.
Menurut dia, kalau hal itu dibiarkan wisatawan Bromo bisa terkendala. Sementara Bromo itu menurut bukan milik Tumpang namun milik Nasional.
“Pembatasan kuota ini rumusannya dari mana. Kami meminta adanya pencabutan pembatasan Kuota itu. Kami minta pihak TNBTS untuk kembali memediasi, bukan melalui kepala seksi tapi langsung oleh kepala TNBTS, Kapolres, Bupati Malang dan Gubernur juga harus dilibatkan dalam mediasi ini,” ujar Yayan.
Pihaknya bakal menempuh jalur hukum jika tidak ada solusi untuk Paguyuban Jeep Malang Raya. “Jangan hanya berpihak ke Paguyuban Tumpang. Harus sesuai aturan hukum,” tegas dia.
Dijelaskan dia, kalau aturannya karena masuk wilayah Tumpang maka yang berhak Paguyuban Tumpang maka hukum tidak berlaku. Kalau mereka anggap jalan yang dilewati ke Bromo adalah jalannya orang Tumpang, lalu bagaimana kalau mereka mau ke Kota Malang?.
“Nah, ini kan jalannya warga Kota Malang. Kalau BTNBTS tidak bisa menyelesaikan secara baik-baik, terpaksa kita akan gugat. Itu alternatif terakhir,” ujar Yayan.
Sementara itu, Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BTNBTS) John Kenedie kala dikonfirmasi menjelaskan bila pihaknya merujuk kepada Peraturan Menteri (Permen) 48. Permen itu kata dia mengenai pengusahaan pariwisata alam di suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam.
“Sesuai Permen kan hanya untuk masyarakat setempat. Disitu kan taman nasional masuk empat wilayah, yakni Kabupaten Malang, Pasuruan Probolinggo dan Lumajang. La kalau kemudian semua kita berikan, kalau daerah lain seperti Batu minta gimana?. Kita nggak bisa ngasih ujug-ujug saja,” jelasnya.
Mengenai adanya kesepakatan, pihaknya menegaskan jika itu merupakan pribadi. Jika memang secara resmi, tentunya dalam kesepakatan terdapat Nomor Registrasi Pokok(NRP) dari perwakilan pihak TNBTS. “Pribadi, kalau resmi kan ada NRP,” pungkasnya. (lil)
Leave a Reply