Membangun Surabaya Tanpa Menyakiti Lautnya: Sebuah Renungan untuk Masa Depan yang Berkelanjutan

(Catatan Akhir Tahun 2024)

Oleh: Ulul Albab Ketua ICMI Orwil Jatim

Proyek Strategis Nasional (PSN) Surabaya Waterfront Land (SWL) kini menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat. Keberadaan proyek reklamasi yang diprakarsai untuk mengubah pesisir Surabaya menjadi kawasan elit dengan fasilitas megah dan modern, menyisakan perdebatan sengit. Nelayan tradisional, masyarakat pesisir, serta pemerhati lingkungan mengungkapkan keresahan mereka terhadap dampak ekologis dan sosial yang dapat timbul dari proyek tersebut. Dalam keriuhan ini, kita perlu mempertimbangkan kembali prinsip dasar pembangunan yang berkelanjutan, yang bukan hanya menguntungkan segelintir pihak, tetapi juga menjaga keberlanjutan kehidupan bagi masyarakat luas, terutama mereka yang bergantung pada alam.

Surabaya, seperti banyak kota besar lainnya, telah lama menghadapi tantangan urbanisasi yang pesat. Proyek PSN SWL adalah salah satu langkah yang dirancang untuk merespons kebutuhan pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur yang semakin mendesak. Namun, apakah kita benar-benar siap untuk mengorbankan keseimbangan alam demi sebuah kemajuan yang mungkin hanya dirasakan oleh segelintir orang?
 
Sebagai Ketua ICMI Jawa Timur, saya merasa perlu untuk menyampaikan pandangan yang bijak dalam menghadapi persoalan ini. Setiap keputusan besar yang diambil haruslah didasarkan pada pertimbangan mendalam, baik dari segi manfaat ekonomi maupun dampaknya terhadap masyarakat dan lingkungan. Dalam konteks ini, reklamasi pantai bukanlah sekadar soal pembangunan fisik semata, tetapi juga soal keberlanjutan kehidupan bagi nelayan dan masyarakat pesisir yang telah bertahun-tahun menggantungkan hidupnya pada laut.

Keberadaan nelayan tradisional yang bekerja di pesisir Surabaya, di antaranya di kawasan Kenjeran, bukanlah sekadar cerita masa lalu. Mereka adalah pahlawan kecil yang setiap hari berjuang dengan gelombang dan angin laut, menjaga tradisi dan mata pencaharian yang telah ada jauh sebelum banyak proyek besar dimulai. Mereka, seperti banyak masyarakat lainnya, berhak atas kehidupan yang lebih baik, namun bukan dengan cara mengorbankan keberadaan mereka. Sebagaimana ditegaskan oleh Misbahul Munir, Ketua DPW KNTI Jawa Timur, bahwa proyek reklamasi dapat mengancam zona tangkapan ikan nelayan, yang berarti menghilangkan sumber kehidupan bagi ribuan keluarga yang bergantung pada hasil laut.

Pembangunan yang baik adalah pembangunan yang mampu menyentuh semua lapisan masyarakat, bukan hanya mereka yang memiliki akses terhadap sumber daya dan kuasa. Dalam hal ini, pengembang dan pemerintah seharusnya tidak hanya berfokus pada keuntungan jangka pendek dari proyek ini, tetapi juga memikirkan masa depan jangka panjang, di mana ekosistem laut harus tetap terjaga dan nelayan dapat terus melaut dengan aman. Untuk itu, dialog yang konstruktif antara pemerintah, pengembang, dan masyarakat pesisir sangatlah penting. Membangun infrastruktur modern haruslah dilakukan dengan hati-hati, menjaga agar tidak merusak keseimbangan alam yang telah ada.

Mengambil langkah bijak bukanlah berarti menghindari pembangunan, tetapi lebih pada bagaimana kita mampu menjalankannya dengan prinsip kehati-hatian dan keberlanjutan. Surabaya yang kita cintai ini harus tetap menjadi kota yang ramah lingkungan, yang menghargai alam dan menghormati masyarakatnya. Kita tidak bisa hanya melihat pembangunan sebagai angka-angka statistik ekonomi, tetapi juga sebagai bentuk komitmen kita terhadap kemanusiaan dan keberlanjutan planet ini.

Sebagai sebuah kota yang kaya akan potensi dan sejarah, Surabaya seharusnya menjadi contoh bagi kota-kota lainnya dalam hal pembangunan yang adil dan berkelanjutan. Kita tidak boleh terjebak pada paradigma pembangunan yang mengorbankan nilai-nilai sosial dan ekologi hanya demi mengejar keuntungan ekonomi semata. Di tengah tantangan besar ini, kita perlu mengingat kembali apa yang menjadi esensi dari pembangunan itu sendiri: keberlanjutan untuk generasi masa depan.

Sebagai penutup, saya ingin mengingatkan kita semua untuk senantiasa bijaksana dalam mengambil keputusan. Mari kita berpikir jangka panjang, tidak hanya untuk kepentingan saat ini, tetapi juga untuk keberlanjutan dan kesejahteraan bersama. Kita tentu ingin Surabaya menjadi kota yang maju, tetapi tanpa melupakan siapa yang telah ada di sana sejak lama. Jangan sampai kita membangun kemajuan dengan merusak apa yang telah ada, dan jangan sampai ada yang merasa terpinggirkan dalam proses pembangunan tersebut. Dalam segala hal, mari kita jaga keseimbangan, karena keseimbangan adalah kunci dari sebuah pembangunan yang berkelanjutan.

Surabaya, dengan segala potensi dan tantangannya, memiliki kesempatan untuk menunjukkan bahwa kemajuan bisa dicapai tanpa mengorbankan nilai-nilai sosial dan ekologis. Inilah saatnya bagi kita semua untuk bertindak dengan bijaksana, dengan hati yang penuh empati, dan dengan pemikiran yang mendalam, demi masa depan Surabaya yang lebih baik.

(Ulul Albab)

Ketua ICMI Jawa Timur