MALANG (SurabayaPost.id) – Sidang lanjutan dengan terdakwa Maria Purbowati kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kota Malang, Senin (4/3/2019). Sidang yang dimulai sekitar pukul 16.15 WIB itu menghadirkan 8 saksi. Namun yang hadir hanya 6 saksi, karena 1 saksi, Ngatini tidak hadir dikarenakan kondisi sakit. Sedangkan saksi ahli Nurwahjuni dari Unair juga berhalangan.
Sementara notaris Benediktus Bosu pada sidang kali ini dikonfrontir dengan keterangan saksi lainnya. Diantaranya, Dine Anggita (staf Beny Bosu), Achmad Sodiq (Staf Beny Bosu), Ayu Pratiwi, Edo Bambang (Kakak Maria), Sutanty (pelapor).
Sidang dipimpin Hakim Ketua Djuanto, SH, dengan hakim anggota Mochammad Fatkur Rochman, SH, MH dan Martaria Yudith Kusuma, SH, MH Dan jaksa penuntut umum (JPU,) Ubaidillah, Hary Basuki, Dhini Ardhany, Dewa Awatara.
Dalam persidangan, Hakim Djuanto menanyakan kesehatan Benediktus Bosu. “Apa betul anda sakit?”.
Notaris yang akrab disapa Beny Bosu itu menjawab. “Ya pak hakim, badan saya sakit,” kata dia.
Hakim Djuanto : Kalau sakit ya mesti badannya? Apa betul anda dirawat, kata hakim Djuanto kepada Beny Bosu,
Beny bosu menjawab iya pak.
Hakim, anda hari ini dikonfrontir dengan Dine Anggita dan Sodiq.
Bosu menjawab, Iya yang mulia? saya kenal sutanty.
Hakim, lho, ini bukan dengan bu sutanty, tapi anda dengan Dine Anggita dan sodiq,
Beny bosu menjawab, Iya yang mulia.
Hakim, apakah saudara Dine Anggita yang anda ketahui tentang munculnya akta 40 – 41?
Dine Anggita menjawab, yang akta 40 dan 41 antara Bu Ngaitini dengan Bu Sutanty.
Hakim, saudara mendapat perrintah dari siapa?
Anggita menjawab, Saya diperintah dari bu Maria Purbowati.
Hakim Djuanto kemudian bertanya kepada terdakwa Maria Purbowati, apakah anda pernah menyuruh Dene Anggita membuat akta itu? Maria menjawab tidak pernah.
Hakim Djuanto,dengan jawaban itu kemudian nyela, Ini yang bohong siapa? Anda dibebani sumpah? Dan yang pasti dosa. Saya minta jangan berbohong.
Dene Anggita menjawab, iya pak hakim, memang yang menyuruh bu Maria yang saat itu didampingi Bu Sutanty.
Hakim Djuanto kemudian bertanya, apa kamu percaya begitu saja ke Maria,
Dene Anggita menjawab, memang kenyataan begitu pak hakim. Dan setelah itu saya sodorkan ke pak Beny bosu.
Hakim Djuanto, oh gitu, sehingga terbit dua akta ya? Dene Anggita, pun menjawab betul pak hakim.
Kemudian hakim Djuanto minta Beny Bosu menjelaskan. Lalu Beny Bosu menjawab, Begini pak hakim, yang pertama dari Ngatini ke bu Sutanty, dan dari bu sutanty ke istri edo.
Hakim Djuanto langsung menjawab, salah itu? Yang betul dari ngatini ke bu sutanty dan dari Maria ke Ayu Pratiwi. Dan dihari dan jam yang sama akta no 40 anda buat.
“Padahal menurut saksi Dene Anggita saat sidang kemarin bilang kalau akta dibuat selisih sehari,”tanya hakim Djuanto.
Beny Bosu menjawab, giini pak hakim, dan kemudian Beny Bosu mengakui kesalahannya.
Beny bosu mengakui kesalahan dengan tanda tangan pada akta no 40 dan 41 (akta jiiid dua). “Iya pak hakim, itu kesalahan saya,” jelas Beny Bosu. “Say juga khilaf pada akta no 8 dan 9.” kata bosu.
Hakim kemudian bertanya, di akta nomor 8 dan 9 itu kok ada cap jempol? Menurut Beny bosu, itu mereka yang tanda tangan sendiri, dan cap jempol sendiri.
Hakim Djuanto kemudian menyindir Beny Bosu dengan perkataan “Itu yang saya bilang, pak Bosu itu ceroboh, bukan khilaf tapi ceroboh. Masak banyak akta yang double,” kata hakim. (lil)
Leave a Reply