BATU (SurabayaPost.id) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 4 Jawa Timur melakukan Evaluasi Kinerja BPR/S Semester II Tahun 2019. Evaluasi yang mengusung tema “Peningkatan Kinerja dan Manajemen Risiko BPR/S untuk Menyongsong Peluang Bisnis Usaha BPR/S di Tahun 2020” itu digelar di Hotel Singhasari, Kota Batu, Jatim, Jumat (13/12/2019).
Kegiatan evaluasi kinerja ini ditujukan sebagai wadah komunikasi OJK dalam menyampaikan hal-hal yang menjadi concern pengawasan OJK, isu-isu terkini mengenai aspek regulasi maupun dinamika industri BPR/S yang perlu diperhatikan oleh Direksi dan Komisaris BPR/S serta menerima umpan balik dari industri BPR/S atas pelaksanaan fungsi pengawasan. Selain itu, terdapat recycling dalam serangkaian acara yang tujuannya untuk melakukan capacity building kepada Direksi dan Komisaris BPR/S yang disampaikan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Gresik, Direktur Operasional PT Bank Amar Indonesia, Chief Commercial Offlcer (CCO) Crowdo sebagai Perwakilan dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia dan Analis Eksekutif Senior dari Kantor Pusat OJK.
Kepala OJK Regional 4 Jawa Timur, Heru Cahyono dalam sambutannya menyatakan bahwa tantangan perekonomian Indonesia ke depan masih tergolong cukup tinggi seiring dengan ketidakpastian ekonomi global. Namun demikian pertumbuhan ekonomi Jawa Timur masih cukup menggembirakan tercermin dari pertumbuhan ekonomi pada triwulan 3 tahun 2019 tumbuh sebesar 5,32% lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,02%.
Perkembangan perbankan di Jawa Timur mengalami pertumbuhan yang positif sampai dengan posisi Oktober 2019, tercermin dari pertumbuhan volume usaha (aset) perbankan yang mencapai sebesar 7,73% (yoy). Sementara itu, DPK dan kredit perbankan di Jawa Timur masing-masing tercatat tumbuh sebesar 7,64% dan 4,04% (YOY). Khusus volume usaha dan DPK, pertumbuhannya lebih tinggi dari pertumbuhan perbankan Nasional yang masing-masing sebesar 6,06% dan 6,39%.
Sementara untuk kredit, pertumbuhan perbankan Nasional masih lebih tinggi yakni sebesar 6,63%. Pertumbuhan perbankan Jawa Timur didorong antara lain oleh perkembangan industri BPR/S di Jawa Timur dengan pertumbuhan yang lebih signifikan dibandingkan perbankan Jawa Timur. Volume usaha BPR/S di Jawa Timur tumbuh 9,88% (yoy), DPK tumbuh 10,81% (yoy) dan kredit tumbuh 9,50% (yoy). Sementara itu, BPR/S di wilayah kerja OJK Regional 4 Jawa Timur mengalami pertumbuhan yang jauh lebih signifikan dengan pertumbuhan volume usaha, DPK dan kredit masing-masing sebesar 11,58% (YOY), 13,36% (yoy) dan 11,50% (yoy).
Heru Cahyono mengingatkan bahwa industri BPR/S harus selalu mengutamakan prinsip kehati-hatian dalam melakukan ekspansi usaha dan berharap agar tarth rasio NPL sebesar 4,17% yang telah ditetapkan dalam Rencana Bisnis Bank tahun 2019 dapat dicapai oleh industri BPR/S.
Heru Cahyono menyampaikan bahwa tantangan dan tingkat kompetisi yang dihadapi oleh industri BPR/S saat ini cenderung semakin ketat dengan berkembangnya perusahaan Fintech, Lembaga Keuangan Mikro (LKM), Koperasi dan BMT, serta layanan LAKU PANDAI dan program KUR dengan bunga 6% mulai Januari 2020. Dalam rangka menghadapi hal tersebut, OJK berharap agar BPR/S di Jawa Timur selalu dapat menemukan peluang yang ada di balik tantangan tersebut. Di era disrupsi ekonomi saat ini, kita semua harus agile (tangkas/cekatan) dan mampu melakukan shifting (perubahan) agar dapat tetap bisa bertahan dalam industri.
Revolusi industri 4.0 telah merubah paradigma masyarakat dan transformasi digital telah memasuki seluruh sendi kehidupan masyarakat, sehingga mampu merubah gaya hidup. Kemudahan dan kecepatan dalam memperoleh layanan sudah menjadi tuntutan dan kebutuhan masyarakat saat ini, terutama bagi generasi millennial. Ini semua adalah peluang yang harus ditangkap oleh BPR/S sehingga inovasi dan kreativitas yang tinggi dalam mengembangkan produk dan layanan perbankan merupakan faktor yang sangat menentukan keberhasilan BPR/S dalam memanfaatkan peluang-peluang tersebut.
Heru Cahyono menambahkan bahwa BPR/S memiliki berbagai kendala untuk melakukan transformasi digital. Biaya investasi dan operasional yang tinggi serta kesiapan SDM adalah permasalahan utama yang harus diselesaikan oleh BPR/S di tengah kendala keterbatasan modal dan dukungan Pemegang Saham. Untuk mengatasi kendala-kendala tersebut, BPR/S dapat melakukan kolaborasi dengan mengembangkan platform bersama (platform based), baik dengan sesama BPR/S dalam satu industri, maupun berkolaborasi dengan Bank Umum atau lembaga jasa keuangan lainnya seperti Fintech. Hal itu penting karena sinergi dan kolaborasi merupakan salah satu kunci utama keberhasilan perusahaan untuk dapat survive dalam era disrupsi. (gus)
Leave a Reply