GRESIK (SurabayaPost.id)-Banjir Sungai Kali Lamong menjadi agenda khusus tahun 2020 yang akan dituntaskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Gresik. Penyelesaian Kali Lamong dibutuhkan konsep visioner seorang pemimpin daerah dan inisiatif DPR yang pro rakyat jika ingin Gresik selatan tuntas tanpa banjir.
“Butuh tim kerja yang kompak antara eksekutif dan legislatif. Karena anggaran untuk pembebasan tanah dibantaran Kali Lamong juga butuh data base lahan yang pasti sehingga jelas anggaran yang dibutuhkan. Jangan sampai tidak punya data,” ungkap Wakil Ketua DPRD Gresik Ahmad Nurhamim, (15/1).
Dikatakana Anha, panggilan Ahmad Nurhamim, data base tanah yang dibutuhkan tentu tugasnya eksekutif untuk melakukan pendataan. Hingga saat ini pihaknya juga belum mendapatkan data terkait tanah yang dibutuhkan untuk normalisasi Kalin Lamong. “Yang pasti kewenangan eksekutif. Kita siap berapapun biaya untuk pembebasan lahanya yang diajukan bakal kami setujui melalui pengesahan anggaran,” tuturnya.
Eksekutif bisa melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait terutama dengan Balai Besar Wilayah Bengasan Solo (BBWS) yang memiliki kewenangan soal anggaran normalisasinya.
“BBWS melalui APBN sudah menyiapkan anggaran Rp1,4 trilyun untuk normalisasi fisik bangunanya. Pemerintah daerah untuk pembebasan lahanya. Dan kami dari pihak legislatif akan mendorong eksekutif agar secepatnya melalukan studi larap untuk menentukan lahan yang mana milik warga dan milik negara. Karena kemungkinan ada lahan milik negara. Makanya butuh pemetaan,” ungkapnya.
Jika selama ini pihak eksekutif tidak bisa melangkah, karena belum melakukan studi larap yang mestinya sudah selesai. Sehingga tinggal melakukan action plant agar tidak selalu tertunda penuntasan banjir Kali Lamong yang sudah puluhan bahkan ratusan tahun merugikan dan meresahkan warga Gresik selatan. “Selama ini kebingungan akibat tidak memiliki data. Sehingga saat banjir menggenang dan mendapat protes dari banyak kalangan, pihak pemerintah selalu beralibi bahwa pembebasan lahan bukan kewenanganya,” urainya.
Saat ditanya soal berapa dana yang dibutuhkan utuk pembebasan lahan, Anha mengaku bahwa kelemahannya memang pada penganggaran karena belum ada pemetaan lahan yang jelas dan pasti dari pemerintah.
“Kita memang lemah disitu (penganggaran). Karena sampai hari ini belum ada action plant. Dan di tahun 2020 ini kami akan segera melakukan klarifikasi kepada pemerintah agar segera membentuk tim pemetaan lahan agar normalisasi Kali Lamong tidak tersandera lagi,” jelasnya.
Ditegaskan Anha, dikomitmen tahun 2012 dengan jelas disebutkan bahwa BBWS siap dengan membangun fisiknya, sedangkan pemerintah Kabupaten menyiapkan pembebasan lahanya.
“Kita bisa lihat dikomitmen tahun 2012 antara BBWS dan Pemerintah Kabupaten Gresik. Sangat jelas. Bahkan dihasil kesepakatan itu muncul analisis ekonomi untuk normalisasi Kali Lamong, karena memang dampak ekonomi akibat banjir sangat fatal. Kalau muncul persepsi berbeda (bukan kewenangan daerah) mengapa harus ada keneksitas antara pemerintah pusat dan daerah ?. Karenanya kita butuh konsep visioner pemimpin daerah. Karena disana ada kepentingan daerah, provinsi dan pemerintah pusat,” ungkapnya.
Jika hanya berasumsi soal kewenangan mungkin bisa berkaca pada pembebasan lahan Bendung Gerak Sembayat (BGS). Mengapa BGS bisa, Kali Lamong tidak ?.
“Lalu apa masalahnya dengan pembebasan Kali Lamong. Padahal jika kita berbicara sekala perioritas, mana yang mendesak untuk diselesaikan ? Ya pasti Kalo Lamong. Karena dalam satu kali banjir saja, sesuai data BPBD Gresik kerugianya mencapai Rp87 miliar,” pungkas Ketua DPD Golkar Gresik ini. (adv)
Leave a Reply