PN Kepanjen Malang, Kabulkan Permohonan Eksekusi Tanah Ahli Waris, Rumah di Robohkan dan Satu Rumah Akses Jalannya di Tutup

Pelaksanaan ekseskusi oleh PN Malang di Desa Sidodadi, Kecamatan Lawang
Pelaksanaan ekseskusi oleh PN Malang di Desa Sidodadi, Kecamatan Lawang

MALANG (SurabayaPost.id) – Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, Kabupaten Malang kabulkan permohonan eksekusi tanah ahli waris. Eksekusi tanah milik ahli waris dari Ladim, akhirnya dilaksanakan pada jumat (1/04/2022) pagi.

Petugas juru sita dari Pengadilan Negeri Kelas I B Kepanjen dan dengan pengamanan 100 lebih personil gabungan TNI dan Polri serta Pom AL. Eksekusi dilaksanakan berdasarkan putusan PN Kepanjen pada Februari 2021 lalu.

Dari pantauan dilokasi, tampak dua alat berat digunakan untuk meratakan lahan tebu dan singkong seluas hampir satu hektar, di Desa Sidodadi Kecamatan Lawang Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Panitera Pengadilan Negeri Kelas IB Kepanjen Meilyna Dwijanti menjelaskan eksekusi ini berdasarkan keputusan hukum tetap dari PN Kepanjen Malang. Awalnya, perkara ini disidangkan di PN Kelas IA Malang, namun, akhirnya dilimpahkan ke PN Kelas IB Kepanjen Kabupaten Malang.

“Jadi eksekusi ini sudah keputusan hukum tetap dan kami di sini bersama dengan para pihak, melaksanakan eksekusi sesuai keputusan tersebut. Sementara, jangka waktu dalam proses pengadilan yang panjang, karena dari pihak tergugat sempat melakukan perlawanan hukum,” jelasnya.

Pelaksanaan ekseskusi oleh PN Malang di Desa Sidodadi, Kecamatan Lawang_
Pelaksanaan ekseskusi oleh PN Malang di Desa Sidodadi, Kecamatan Lawang

Sebelumnya tanah dan bangunan yang berada di lokasi tersebut, merupakan objek sengketa antara Siono melawan Samiati. Gugatan tersebut berlangsung sejak 2001 hingga 2005 silam. Bahkan proses hukumnya sampai di tingkat Mahkamah Agung (MA) dan di menangkan oleh Siono.

Ironisnya, Pihak Samiati yang kalah, justru menjual sebagian dari tanah tersebut ke pihak lain.

Kuasa hukum Siono, Iwan Kuswardi SH, menjelaskan jika sempat ada polemik usai tanah tersebut dijual oleh Samiati. Sehingga di area tanah tersebut berdiri sebuah rumah, yang ditinggali oleh seseorang setelah membeli dari Samiati.

“Jadi waktu kami ajukan gugatan tahun 2001 lalu, Oleh pengadilan langsung dinyatakan sitanya sah hingga ke Mahkamah Agung (MA), dan memiliki kekuatan hukum tetap (inkrah), bahkan sudah mendapatkan nota eksekusi dan bisa ditingkatkan menjadi Sita eksekusi atau sita eksekutorial”. Ujar Iwan

Masih menurut iwan, “Penghuni rumah sempat meminta kebijakan untuk tidak di eksekusi, namun, kami minta orang yang menjual tanah tersebut di laporkan ke Polisi. Namun di tolak. bahkan korban akan melaporkan setelah dilakukan eksekusi,” terangnya.

Menurut Iwan, pihaknya sempat menawarkan ganti rugi atas bangunan tersebut senilai Rp 200 juta. Karena belum ada kata sepakat, dirinya menaikkan tawaran hingga Rp 300 juta.

“Sampai hari menjelang eksekusi tawaran ganti rugi tetap berlaku, namun penghuni rumah tetap tidak mau, Hingga hari ini Jumat (1/04/2022), dilaksanakan eksekusi bersama dengan PN Kepanjen, dibantu pengamanannya dari unsur TNI-Polri,” tandasnya.

Iwan Kuswardi, SH (baju hitam), kuasa hukum Siono saat dipelaksanaan eksekusi
Iwan Kuswardi, SH (baju hitam), kuasa hukum Siono saat dipelaksanaan eksekusi

Sementara, pemilik rumah yang berdiri di atas tanah sengketa Elis Setyowati dan Imbang Listoro mengaku saat ini hanya mengikuti prosedur hukum. Pasalnya, dirinya saat membeli tanah seluas 16 × 14 meter persegi, serta mendirikan rumah dengan uangnya sendiri.

Selain itu dirinya mengaku ditawari ganti rugi nilai bangunan miliknya tidak sebanding dengan apa yang seharusnya. Sehingga dirinya tetap bertahan, sambil mengikuti alur hukum yang bisa ditegakkannya.

“Sebetulnya bukan soal materinya, tapi proses dari awal beli hingga berdirinya rumah ini dari uang kami sendiri.
Tanah yang dibelinya pada tahun 2018 lalu itu, memang diakuinya telah bersertifikat. Saat itu Samiati memberikan berkas foto kopi sertifikat tersebut, dengan dalih sertifikat asli masih di Kantor BPN sehingga belum bisa menunjukkan yang asli,” kata Elis.

Setelah di beli dari Samiati, dirinya bersama sang suami membangun rumah tersebut, ia tidak mengetahui, jika tanah tersebut adalah objek sengketa.

“Sejak rumah itu saya bangun di 2019 dan saya tinggali di tahun 2020 lalu. Saya sering didatangi oleh pengacara. Saat itulah saya dan suami, memegang teguh dengan keadilan. Dan saya sempat di tawari ganti rugi, tapi saya tidak mau” jelasnya.

Hingga akhirnya, rumah yang di tempati Imbang dan keluarganya terpaksa akses pintu keluar masuk ditutup, hanya cukup satu orang. Bahkan untuk lewat sepeda motor tidak bisa.

“Kami menunggu tegaknya keadilan. Sampai pelaksanaan eksekusi, kami tidak mau melaporkan penjual,” tandasnya. (lil)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.