Putusan Majelis Hakim Berujung Laporan Ke KY, Inilah Tanggapan Humas PN Kepanjen Malang

Pengadilan Negeri Kepanjen Malang, Jawa Timur (istimewa)
Pengadilan Negeri Kepanjen Malang, Jawa Timur (istimewa)

MALANG (SurabayaPost.id) – Menanggapi laporan pengacara Sumardhan, SH, MH ke Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) atas putusan majelis hakim, dalam kasus sengketa Lahan dengan perkara nomor 203/Pdt.G/2022/PN Kepanjen, yang dinilai menyalahi aturan, inilah tanggapan Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen Malang.

Humas PN Kepanjen Malang, Reza Aulia, SH, mengatakan bahwa sejauh ini pihaknya belum mendapat pemberitahuan atas laporan tersebut.

“Laporan pengacara sumardhan terhadap Majelis Hakim dengan perkara nomor 203/Pdt.G/2022/PN Kepanjen sampai saat ini kami belum mendapat pemberitahuan terhadap laporan tersebut dari KY,” jelas Reza saat di konfirmasi Surabayapost.id, Senin (17/04/2023).

Lebih lanjut Reza menjelaskan, belum diterima nya pemberitahuan tersebut, pihaknya belum bisa memberikan komentar, jika memang benar ada laporan ke KY.

“Jadi kami saat ini belum dapat berkomentar dan posisi perkara saat ini, sedang dalam upaya hukum banding, Oleh karena itu, mari kita hormati proses perkara tersebut,”ucapnya singkat.

Sebagaimana telah diberitakan sebelumnya, Putusan sengketa lahan PT Noto Joyo Nusantara di Karangploso, Kabupaten Malang yang dilakukan Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, Malang dalam perkara No.203/Pdt.G/2022/PN.Kpn pada 4 April 2023 lalu, dianggap menyalahi aturan. Kini, hakim yang memutus perkara perdata itu dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY).

Sumardhan, SH, MH selaku kuasa hukum Bambang Setyawan, salah satu pemilik modal perusahaan menjelaskan, majelis Hakim membuat suatu putusan dengan mengabulkan sesuatu yang tidak diminta oleh penggugat.

Menurutnya, jika hakim menambahkan Amar putusannya yang tidak diminta, jelas melanggar kode Etik.

” Apabila Hakim mengabulkan sesuatu yang tidak diminta bahkan menambah didalam amar putusannya, hakim dapat disebut melanggar kode etik sebagaimana diatur keputusan bersama MA dan KY,” terang Sumardhan.

Sumardhan menilai bahwa tindakan hakim melanggar azas ultra petita. Dimana, hakim menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari yang dituntut. Hal itu juga bisa disebut ultra petitum yang artinya penjatuhan putusan yang melampaui dari yang diminta oleh penggugat.

“Setiap putusan pengadilan harus punya dasar hukum. Hakim juga harus profesional, sehingga hakim tidak boleh salah dalam memutus perkara,” pungkasnya. (Lil)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.