MALANG (SurabayaPost.id) – Tak ingin hanya dirinya yang menanggung beban, seorang terpidana bernama Elisawati, mantan Bendahara Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), kali ini buka suara dengan menyebut nama lain dalam kasus tersebut.
Elisawati menuntut keadilan atas kasus korupsi Uang Persediaan yang menjeratnya hingga dirinya mendekam di Lapas Perempuan Kelas IIA Malang, Jawa Timur.
Kuasa Hukum Elisawati, Agus Subiyantoro, SH, mengungkapkan bahwa kliennya merasa belum mendapat keadilan dalam perkara korupsi tersebut.
“Klien kami, Bu Elisawati saat ini menjalani pidana tindak pidana korupsi di Lapas Perempuan Kelas IIA Malang. Beliau menuntut keadilan, meminta perlindungan hukum, atas tindak pidana korupsi yang dia jalani. Dalam sebuah tindak pidana korupsi, jarang terjadi dilakukan oleh satu orang, pasti ada pihak lain sebagai penerima dan ada yang menyuruh,” kata Agus saat menggelar konferensi pers di Malang Jawa Timur, Kamis (21/11/2024).
Agus menjelaskan, sesuai fakta persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Mataram beberapa waktu silam, juga tertuang dalam putusan perkara dan sudah memiliki kekuatan hukum tetap, bahwa uang haram hasil korupsi tidak hanya dinikmati oleh kliennya saja.
“Yang kami sampaikan adalah sesuai fakta persidangan, juga ada tertuang dalam putusan perkara bahwa hasil korupsi yang didakwakan, yang sudah inkrah pada waktu itu di PN Mataram, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 610 juta dari tuduhan Rp 630 juga sekian, sudah diangsur sekian kali, dikembalikan kepada negara.
“Kemudian menurut klien kami yang 500 juta diserahkan kepada seseorang yang bernama Pak Fud Syaifuddin,” ungkapnya.
Menurut Agus, berdasarkan keterangan dari Elisawati bahwa aliran dana hasil korupsi itu diperuntukkan bagi Fud Syaifuddin, ketika Fud kala itu tengah mencalonkan diri sebagai Wakil Bupati pada tahun 2015 silam.
Agus menegaskan, bahwa apa yang disampaikan ini bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.
“Karena memang sudah ada di dalam catatan putusan. Sehingga klien kami merasa, kenapa harus saya saja yang menjalani hukuman, padahal yang menikmati hasil korupsinya termasuk di dalamnya adalah Pak Fud Syaifuddin. Atas dasar keterangan klien kami, seperti dalam putusan pengadilan, juga ada surat pernyataan, bahwa uang hasil korupsi sebagian besar digunakan untuk proses pencalonan Pak Fud Syaifuddin saat itu,” ucap Agus Subiyantoro.
Lebih lanjut, Agus yang mendapat mandat untuk menjadi kuasa hukum Elisawati telah melayangkan surat pengaduan kepada Kapolda serta Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat. Langkah tersebut diambil agar Elisawati mendapatkan keadilan dalam perkara yang sedang dilakoninya.
“Pengaduan kami layangkan kepada Kapolda dan Kepala Kejaksaan Tinggi NTB, tentunya tembusannya kami sampaikan ke Kapolres dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Sumbawa Barat. Intinya, kami simpel saja, yang kami inginkan adalah agar jelas dan terang dalam perkara yang menyangkut klien kami. Artinya menuntut keadilan. Soal nanti oleh aparat penegak hukum dalam hal ini Polda ataupun Kejati NTB, mau diproses lebih lanjut ya kami serahkan kewenangan tersebut ke APH (aparat penegak hukum, red) di NTB,” jelasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Fud Syaifuddin menampik segala tunduhan yang dilayangkan Elisawati melalui kuasa hukumnya. Fud pun menegaskan, pada tahun 2016 silam, dirinya sudah dihadirkan pada persidangan.
“Alhamdulillah, saya tidak pernah menerima aliran dana tersebut. Dan sudah tahun 2016 di sidang Tipikor Mataram saya dihadirkan dan tidak terbukti,” tegas Fud melalui pesan singkatnya (WhatsApp). (lil)