BATU (SurabayaPost.id) – Wali Kota Batu Hj Dewanti Rumpoko akhirnya menjelaskan soal Silpa APBD 2018 yang mencapai ratusan miliar miliar itu. Penjelasan tersebut disampaikan saat menjawab pandangan umum fraksi dalam rapat paripurna di Gedung DPRD Kota Batu, Senin (17/6/2019).
Berdasarkan penjelasannya Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko, Silpa anggaran tahun 2017 dan 2018 tersebut merupakan dana khusus. Itu bersumber dari PAK dan dana bagi hasil cukai.
“Untuk kedepan agar tidak meningkat setiap tahunnya, kami akan mendorong para SKPD dalam penyerapan anggaran. Sehingga bisa terserap maksimal,” janji Dewanti Rumpoko.
Selain itu, Dewanti menguraikan terkait program – program kerjanya termasuk visi dan misinya, Kota Berdaya Desa Berjaya. Lantas dia jelaskan,Kota Wisata Batu, sering mendapat prestasi dan banyak pula piagam – piagam bergengsi yang didapat Pemkot Batu.
Sementara itu, Ketua Fraksi Golkar DPRD Kota Batu,Didik Machmud, mengaku jawaban pandangan yang disampaikan Dewanti Rumpoko tersebut, dinilai terlalu banyak memuji dengan adanya prestasi.
“Pertanyaan dari beberala Fraksi terkait besaran Silpa dari tahun 2017 sampai 2018 mencapai Rp 271 miliar.Hanya dijelaskan tidak secara utuh dan terinci.Artinya tidak hanya sekedar dana cukai dan sebagainya. Kenapa malu menjelaskannya,” saran Didik Machmud.
Untuk itu, Ketua Fraksi Golkar tersebut, terkait alasan Dewanti Rumpoko yang disebutkan, dengan adanya Silpa,yang tidak bisa dimengerti alasannya itu, dia sebutkan.
“Logikanya begini, ketika silpa tahun 2017 , seandainya mencapai Rp 134 miliar, kemudian PAK itu dalam tiga bulan dan tidak bisa dilaksanakan.Berarti kan tetap PAK ditahun 2018 itu besaran nilainya masih tetap ,Rp 134 miliar, tegas Didik Machmud yang sapaan akrabnya Didik itu.
Dengan begitu, Didik mengaku dengan pertanyaannya yang masih belum terjawab dengan gamblang, menurut Didik, terkait besaran silpa senilai Rp 271 miliar itu.
“Jadi gak bisa dibuat alasan bahwa penetapan PAK nya itu tiga bulan.Artinya tidak ada kejelasan dalam menjalankan tugas – tugasnya eksketif itu.Maka seharusnya kalau dijadikan alasan karena tiga bulan, silpa 2017 seharusnya utuh dengan jumlah Rp 134 miliar.Lantas kembali silpa lagi ke tahun 2018, jadi seharusnya tetap,” katanya.
Maka dari itu, Didik berjanji, ketika pembahasan tersebut masih tidak ada dokumen dengan penjelasan yang rinci dan transparan.Didik mengaku tidak akan mau membahas lagi terkait silpa itu .
“Saya berharap agar dijawab dulu, sebelum dokumen itu dikirim ke eksekutif. Jawabannya harus rinci dan utuh. Misalnya terkait kelanjutan Nomor rumah yang tidak diperkenankan, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK.Sampai sekarang belum pernah disampaikan ke kita, kalau pengadaan nomor rumah itu sudah tidak boleh oleh BPK. Seharusnya kalau memang tidak boleh, kan disampaikan ke dewan, supaya persoalannya menjadi jelas,” mintanya.
Hal senada disampaikan Heli Suliyanto, Ketua Fraksi Gerindra, menurutnya untuk Lpj Wali Kota Batu, tahun 2018 itu, hampir semua fraksi menyoroti kinerja dari Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko maupun jajarannya terkait anggaran tahun 2018 .
“Ada beberapa pertanyaan yang disampaikan teman – teman terkait dengan Silpa, bahkan mengenai Visi dan Misi nya Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko itu belum ada kejelasan dari hulu sampai hilir. Karena belum ada program kerja yang nyata,” kata Heli Suliyanto.
Untuk itu, Politisi partai Gerindra itu, mencontohkan Visi dan Misi Desa Berdaya Kota Berjaya, menurutnya, bagaimana dengan di desa – desa itu.Sedangkan yang telah diketahui, menurut Heli Suliyanto,dengan visi dan misi tersebut belum ada koordinasi dari Pemerintahan Kota yang konkrit, dengan desa-desa yang ada.
“Padahal desa – desa yang dimaksut anggarannya telah ditopang dengan Dana Desa ( DD) sedangkan kita punya APBD yang cukup luar biasa.Itu semua belum ada kerja yang konkrit, dan program semua dinas seharusnya terintegrasi,” sarannya.
Misalnya, dicontohkan dia, Dinas Pariwisata, dalam mengelola wisatanya, dan Dinas Pekerjaan umum, bagaimana memperbaiki jalannya. Karena kata dia, di setiap tahunnya selalu dihadapkan dengan permasalahan klasik terkait kemacetan jalan. Tapi kontribusi nya masih belum maksimal, jadi kita ini ingin menggali potensi itu biar tidak ada kebocoran dan sebagainya.
Tragisnya lagi, terkait Dinas Perizinan juga seperti itu. Banyak lahan yang sudah alih fungsi, karena banyaknya bermunculan kegiatan pembangunan liar.
“Mereka membangun, kalau sudah rampung bangunannya baru mengurus izin – izinnya. Jadi tak ada bedanya, dengan orang yang sudah dihamili duluan, baru mau mengurus surat nikahnya,” sindirnya. (gus)
Leave a Reply