JAKARTA (SurabayaPost.id) – Media massa –baik cetak, online, radio maupun televisi– diharap bijak dalam mengekspos kasus pemerkosaan. Sehingga, korban perkosaan tidak semakin terpuruk.
Harapan tersebut disampaikan tokoh sentral Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) Zumrotil dalam acara Workshop Jurnalis bertajuk Kesehatan Perempuan di Dalam Media yang digelar di Yello Hotel, Jakarta, Selasa (12/2/2019).
Selama ini, kata Zumrotil yang menjabat sebagai Bendahara YKP ini, kasus perkosaan selalu menjadi berita seksi di media massa. Setiap ada kasus perkosaan dapat dipastikan bakal menjadi menu khusus yang disajikan media massa.
“Sayangnya, dalam ekspose tersebut korban perkosaan justru kurang mendapat perlindungan. Sehingga sering menjadi korban yang semakin terpojok,” papar mantan Ketua YLKI itu dengan nada sedih.
Menurut dia, identitas korban perkosaan jarang dilindungi. Bahkan, kata dia, sering dijadikan kambing hitam sasaran kesalahan. “Padahal mereka korban loh,” tegas dia.
Lalu dia mencontohkan kasus korban pemerkosaan di kawasan Yogyakarta. Menurut dia, korban diperkosa. Lalu si korban hamil. Ketika hamil, korban perkosaan itu diminta untuk menggugurkan kandungannya.
“Setelah digugurkan, eh… malah si korban pemerkosaan itu dilaporkan polisi. Sehingga, si korban menjadi tersangka. Celakanya media justru tidak jeli dalam mengekspos kasus tersebut,” katanya.
Wartawan senior dari Kompas, Sonya tak membantah bila ada kasus semacam itu. Menurut Sonya yang menjadi pemateri dalam workshop jurnalis selama dua hari itu, terkadang wartawan hanya menulis atau melaporkan apa yang dilihat dan dengar.
“Sebagai wartawan menurut saya harus jeli dan skeptis dalam menyikapi suatu kasus. Termasuk dalam mengekspos kasus pemerkosaan. Sehingga, yang dilaporkan atau ditulis tidak salah,” kata Sonya.
Menurut dia, wartawan harus peka untuk mengendus behind the story (BTS) di balik kasus tersebut. “Selidiki dan tengok human interest-nya. Sehingga korban perkosaan itu tidak jadi korban untuk kesekian kalinya,” tandas wanita cantik dan energik ini.
Untuk itu, kata Sonya, wartawan tidak cukup hanya menerima data-data formal. Namun, juga wajib mencari data lain yang lebih detail dan komprehensif.
Harapannya, tegas dia, agar informasi yang disajikan di medianya valid dan akurat. Tidak sekadar menulis kulit-kulitnya saja.
Karena itu, kata dia, sebagai jurnalis tidak mudah menyerah dan melaporkan apa adanya. “Terutama yang berkaitan dengan kasus pemerkosaan. Sehingga korban tak menjadi korban lagi untuk kesekian kalinya,” pungkasnya. (aji)
Leave a Reply