Lahan Eks Tambang Sekitar Masjid Agung Gresik Diduga Tak Jelas Status Hukumnya

Gresik (SurabayaPos.id)–Sariono, SH, alumni Universitas Airlangga angkatan 1980 dan mantan pegawai PT Semen Gresik serta PT Semen Indonesia, yang pernah menjadi tim pembebasan tanah dalam proyek pembangunan Pabrik Semen Gresik di Tuban dan Rembang, mengungkap persoalan serius terkait pemanfaatan lahan eks tambang di sekitar Masjid Agung Gresik.

Menurutnya, lahan yang dulunya merupakan area pertambangan PT Semen Gresik (Persero) Tbk kini dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan komersial, seperti kios dan lapak usaha, tanpa kejelasan status hukum dan peruntukan lahannya.

“Secara hukum, lahan itu adalah tanah negara dengan status Hak Pakai. Jika digunakan di luar peruntukannya tanpa izin, itu termasuk penyalahgunaan hak,” ujar Sariono kepada wartawan, Senin (28/10/2025).


Sariono menjelaskan, setelah restrukturisasi perusahaan menjadi PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, pengelolaan sejumlah aset eks tambang dialihkan kepada anak perusahaan bernama PT Sinergi Mitra Investama (SMI).
Namun, menurutnya, pengalihan tersebut tidak serta-merta sah secara hukum, karena Hak Pakai hanya dapat dialihkan dengan izin pejabat berwenang dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Kalau pengalihan dilakukan tanpa izin resmi, maka hak tersebut bisa batal demi hukum,” tegasnya.


Ia juga menyoroti adanya praktik penyewaan lahan oleh pihak tertentu kepada masyarakat. Padahal, berdasarkan aturan, Hak Pakai tidak boleh disewakan karena bukan merupakan hak kepemilikan.

Sariono menilai, tindakan pengelolaan dan penyewaan lahan tanpa dasar hukum yang jelas bisa menimbulkan risiko hukum serius. Selain sanksi administratif, perusahaan juga terancam kehilangan hak atas lahan tersebut apabila terbukti melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Pakai.

“Jika fungsi lahan tidak sesuai izin, maka pemberian Hak Pakai bisa dibatalkan. Ini bukan hanya masalah administrasi, tapi juga bisa berimplikasi hukum,” jelasnya.


Dalam kajiannya, Sariono juga memberikan catatan khusus kepada Pemerintah Kabupaten Gresik agar berhati-hati dan tidak terlibat dalam transaksi sewa-menyewa dengan pihak perusahaan atas lahan tersebut. Ia menduga masa berlaku Hak Pakai sudah habis, sehingga tanah itu seharusnya kembali menjadi milik negara.

“Pemerintah daerah tidak boleh melakukan transaksi sewa dengan PT Semen Indonesia, karena bisa menyalahi aturan pertanahan. Gunakan lahan itu untuk kepentingan publik,” ujarnya.


Sebagai solusi, Sariono menyarankan agar lahan eks tambang di sekitar Masjid Agung Gresik dialihkan untuk fungsi sosial dan lingkungan, seperti ruang terbuka hijau, area parkir tertata, atau taman kota.
Langkah ini dinilai penting untuk memperbaiki tata ruang kawasan dan menghindari kesan kumuh di sekitar salah satu ikon religius Gresik itu.

“Saat ini ada sekitar 60-an lapak berdiri di sana. Kalau dibiarkan, bisa jadi masalah sosial dan estetika kota. Harus ada penataan,” pungkasnya.


Kasus ini membuka fakta bahwa pengelolaan aset eks tambang BUMN tidak boleh dilakukan tanpa dasar hukum yang sah.
Sariono berharap, baik pihak perusahaan maupun pemerintah daerah segera melakukan penertiban dan klarifikasi status lahan agar tidak menjadi sumber konflik agraria baru di Gresik.

Baca Juga:

  • Gresik dan Ilusi Otonomi Fiskal
  • ‘Hutan’ Industri di Pesisir Laut Gresik Menyibak Urat Nadi Ekonomi Rakyat Pesisir
  • Kontorversi Vonis Bebas 2 Terdakwa Pemalsuan SHM di Gresik
  • Gelar Tinggi, Integritas Rendah : Palsukan Dokumen Doktor Hukum Dipenjara 4 Tahun