MALANG (SurabayaPost) – Bank Indonesia (BI) Jatim bersama Perwakilan BI se-Jatim mengunjungi destinasi wisata Kampung Flory di Desa Tlogoadi dan Tridadi, Kecamatan Mlati, Sleman, Yogyakarta, Jum’at (23/8/2019).
Menurut Kepala BI Jatim Difi A Johansyah kunjungan tersebut untuk studi banding. Sebab kini BI Jatim sedang membina dan mengembangkan Eduwisata di Desa Brenjonk, Pacet, Trawas, Mojokerto untuk dikembangkan.
Sedangkan BI Malang membidik Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan untuk dirintis menjadi desa wisata. Sehingga menjadi destinasi wisata andalan atau unggulan.
“Kita memang sedang mencari role model yang bisa diadopsi di daerah lain. Itu untuk mengembangkan potensi di daerah-daerah yang ada di Jatim,” kata Difi A Johansyah.
Makanya, kata pria yang akrab disapa Difi ini, berkunjung ke Kampung Flory. Selama di kampung wisata tersebut Difi didampingi Kepala Divisi SP-PUR KPw Jatim, Abrar, Kepala KPw BI Kediri Musni Hardi Kasuma Atmaja dan Kepala KPw BI Malang, Azka Subhan A. Dia juga mengajak wartawan ekonomi di Jatim.
Dijelaskan Difi A Johansyah bahwa Kampung Flory ini sangat menarik untuk dijadikan sebagai percontohan. Alasannya, selain merupakan binaan BI Daerah Istimewa Yogyakarta (DiY), perkembangan Kampung Flory tersebut dinilai sangat dahsyat dan luar biasa.
Itu karena, lanjut dia, pengelolaan Kampung Flory tersebut melibatkan masyarakat. “Jadi ada pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan yang profesional. Itu yang perlu kita gali,” kata pria ramah berdarah Padang ini.
Apalagi, terang dia, BI Jatim saat ini sedang melakukan pembinaan terhadap Eduwisata di Brenjonk, Trawas, Pacet, Mojokerto. Dia berharap ilmu yang didapat bisa diaplikasikan di daerah-daerah di Jatim. “Termasuk di Brenjonk dan Pacet itu,” katanya.
Harapan senada juga diungkapkan Kepala BI Malang, Azka Subhan Aminurridho. Dia mengungkapkan bila BI Malang tertarik untuk melakukan pembinaan terhadap masyarakat di Desa Wonokitri.
Menurut mantan pejabat BI di Bali ini, Desa Wonokitri memiliki potensi luar biasa. Terutama yang berkaitan dengan bunga edelweis.
Dijelaskan pria yang akrab disapa Azka ini bila bunga edelweis tersebut merupakan tanaman langka saat ini. Kelangkaan itu perlu ada upaya budidaya sekaligus menjadi eduwisata.
“Untuk upaya itu kami sudah koordinasi dengan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BTNBTS) dan Kementerian Lingkungan Hidup (Kementerian LH). Kami tinggal menunggu izin dari Kementerian LH,” jelas Azka yang pernah menjadi pejabat BI di Bandung.
Menurut Azka, setelah perizinan itu selesai maka upaya pengembangan Wonokitri menjadi destinasi desa wisata bisa lakukan. Dia sangat optimistis desa tersebut bisa menjadi destinasi wisata yang menarik.
Alasannya, karena lokasi destinasi wisata bunga edelweis itu sangat potensial. Lokasinya berada tepat di kawasan pemberhentian Jeep wisatawan yang berkunjung ke Gunung Bromo.
“Kalau kawasan itu dikembangkan dan dikelola seperti konsep Kampung Flory, kami yakin akan sangat bagus. Bahkan bisa lebih baik lagi,” terang Azka.
Itu mengingat, lanjut dia, selain lokasinya yang sangat strategis, potensi alamnya sangat mendukung. “Makanya perlu dikembangkan dan dikelola seperti Kampung Flory yang melibatkan banyak stakeholder,, terutama masyarakat dan pemuda setempat” jelasnya.
Target Rp 12 M/Tahun
Sementara itu, Penggagas Kampung Flory, Sudihartono mengatakan bila destinasi wisata yang dikelola saat ini awalnya hanya kampung atau desa biasa. Bahkan merupakan desa yang tidak memiliki potensi menonjol.
“Sekitar 2015 kami yang merupakan pemuda desa Tridadi sempat diskusi di Pos Ronda. Itu terkait kondisi pemuda desa saat itu yang enggan bertani,” jelas dia memulai cerita pembangunan Kampung Flory.
Berangkat dari kondisi keprihatinan tersebut, kata dia, muncul ide bahwa pemuda bukan pencari kerja tapi pencipta lapangan pekerjaan. Lalu, dibentuklah Kelompok Taruna Tani dari kalangan pemuda desa.
Pekerjaan awal yang dilakukan fokus pada pembibitan dan penanaman serta konservasi lingkungan. Untuk itu, para pemuda melakukan penghijauan bantaran di sungai Bedog dengan tanaman pohon induk dan mengembangkan tanaman hias.
“Untuk itu kami sempat melakukan studi banding ke kampung bunga di Batu dan Malang. Lalu kami mengawali dengan memakai pekarangan warga dan menyewa lahan seluas 4000 meter persegi Rp 40 juta untuk dua tahun,” terang dia.
Kala itu muncul keinginan agar Kampung Flory ini tak hanya menciptakan lapangan kerja. Namun, juga bisa menjadi percontohan Green City serta menjadi destinasi wiaata unggulan nasional.
Untuk itu, kata dia, muncul ide memadukan pertanian dan wisata. Sehingga dibuatlah badan hukum untuk Kampung Flory itu.
Konsep perpaduan pertanian dengan wisata tersebut ternyata menarik perhatian BI DIY. Sehingga regulator perbankan dan sistem pembayaran atau moneter Indonesia ini melakukan pembinaan terhadap Kampung Flory.
Pembinaan itu diawali dengan mengucilkan bantuan sekitar Rp 400 juta. Setelah mengalami perkembangan yang signifikan, Kampung Flory yang dikelola Pok Darwis itu mendapatkan bantuan dari Pemda DIY sekitar Rp 500 juta.
“Selain melakukan pembenahan dan penguatan kelembagaan bersama BI, kami bekerja sama dengan pengelola kuliner. Setelah itu kami bikin unit-unit usaha yang mendukung pengembangan Kampung Flory ini,” kata dia.
Di antara unit usaha pertambangan dukung itu, membuat arena outbound, kuliner, pusat oleh-oleh, pusat pelatihan, eduwisata, pembibitan tanaman buah dan bunga. Selain itu pembuatan taman dekor pengantin, landscape serta penghijauan. Termasuk unit seni dan budaya.
Beragam unit usaha yang dibentuk itu ternyata memberikan hasil yang signifikan. Apalagi, Menteri Pariwisata sempat berkunjung ke Kampung Flory. Bahkan, Wapres Jusuf Kalla (JK) juga datang langsung ke Desa Tridadi untuk mengukuhkan Kampung Flory tersebut.
“Alhamdulillah, Kampung Flory yang kami bangun dari nol dengan memanfaatkan anak magang berkembang dengan baik. Wisatawan yang berkunjung terus meningkat,” jelasnya.
Menurut dia, setiap bulan pengunjung bisa mencapai 10 ribu wisatawan. “Berdasarkan kondisi tersebut, target kami tiap bulan Rp 1 miliar. Sehingga dalam setahun biar mencapai Rp 12 miliar,” papar dia.
Karena itu, kata dia, Kampung Flory yang kini memiliki lahan 4,5;hektar ini mendapat Anugerah Pesona Indonesia (API) dari Kemenpar. Bahkan, Kemenpar menunjuk Kampung Flory ini mewakili Indonesia mendapat ISTA (Indonesian sustainable tourism award di tingkat Asean,” kata Deko yang juga merupakan pengelola Kampung Flory. (aji)
Leave a Reply