BATU (SurabayaPost.id) – Demi.merawat tradisi, Warga Tulungrejo Kecamatan Bumiaji, Kota Batu rela menghabiskan anggaran Rp 450 juta. Dana sebanyak itu dipakai hanya untuk membikin kue jenang.
Kepala Desa (Kades) Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Suliono, Senin (13/9/2021) membenarkan hal tersebut. Dia membeberkan besaran anggaran itu didapat dari swadaya murni masyarakat desa setempat.
“Biaya proses membuat jenang dan kebutuhan lain, jumlahnya sekitar Rp 450 juta,” kata Suliono.
Itu, kata dia, jenang, sebuah makanan tradisional Jawa yang selalu disajikan di hari istimewa atau dalam berbagai hajatan besar yang dimaksud.
Dia menjelaskan bila bikin jenangbitu merupakan hajatan besar yaitu tradisi membuat jenang. Sebuah makanan tradisional Jawa yang terbuat dari bahan tepung beras, tepung ketan, parutan kelapa dan gula serta beberapa bahan lainnya. Jenang utu dibikin di atas puluhan wajan berdiameter 130 centimeter.
Menurutnya, menggunakan pengaduk yang terbuat dari kayu dan besi, secara bergantian yang dimasak dalam wajan ukuran besar.
” Wajan yang ditaruh diatas pawonan, sebuah kompor yang terbuat dari tanah berbahan bakar kayu.Kita mengusung tema,” Guyub Rukun Njenang Bareng,” untuk bahan jenang menelan anggaran sekitar Rp 201 juta, dan kebutuhan lain – lainnya totalnya sekitar Rp 450 juta,” ungkapnya.
Itu, ungkap dia, prosesnya sejak Kamis Kliwon,pada 12 Agustus, 2021,sampai berakhirnya bulan Suro pada 8 September 2021.Itu, lanjut dia, dengan besaran anggaran ratusan juta tersebut, menurutnya murni swadaya dari masyarakat desa setempat.
“Ini harus kita sampaikan karena menyangkut anggaran swadaya masyarakat agar jelas dan terbuka semua,” tegasnya.
Terlebih, tegas dia , Desa Tulungrejo, terbagi 5 dusun. Dusun Tulungrejo, Kekep, Gondang, Gerdu dan Wonorejo. Dari 5 Dusun itu, terbagi sejumlah 18 RW dan 81 RT.
“Terkait dengan prosesnya dari sejumlah 67 wajan, dan setiap wajannya menampung bahan sejumlah 25 kilogram bahan jenang.Kalau dirupiahkan besaran anggarannya sebesar Rp 3 juta. Dari besaran Rp 3 juta itu, dikalikan sejumlah 67 wajan,” jelasnya.
Kemudian , jelas dia, filosofi jenang itu,diyakini bakal membawa jejak kepada sang hyang maha kuasa, yaitu Allah SWT. Jenang , menurutnya simbol kebersamaan gotong – royong guyub rukun.
“Mulai dari prosesnya bikin tungku parut kelapa dan bikin adonan serta mengaduk hingga rampung,” ujarnya.
Karena, ujar dia, tradisi seperti ini ,menurutnya sejak dulu yang sempat vakum. Dengan demikian, Suliono mengaku sejak dirinya menjabat sebagai Kades desa setempat, mulai diuri – uri kembali oleh masyarakat setempat.
“Untuk kedepannya kekompakan dan kerukunan ini diharap tetap terjaga.Ketika ada selisih paham, agar saling mengingatkan supaya tidak saling menghujat berebut benar,” harapnya.
Yang perlu diketahui, menurut dia, karena kegiatan tersebut,masih di tengah pusaran Pandemi Covid – 19, kemarin prosesnya dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama ,yakni.
” Di 67 titik tersebut, ada yang di jalan, di gang tanah terbuka, lapangan , kebun, rumah warga garasi, di taman rekreasi, dan beberapa tempat lainnya.Artinya proses itu, dilakukan di lingkungannya masing – masing yang telah jadi kesepakatan sebelumnya,” pungkasnya ( Gus)
Leave a Reply