SURABAYA (SurabayaPost.id) – Kantor hukum Rahmat Santoso disebut menerima aliran dana dari terdakwa Lily Yunita sebesar Rp 13,5 mlliar. Aliran dana itu diakui sebagai utang piutang.
Pernyataan itu diungkap oleh Rizky Tri Ardianto, karyawan bagian keuangan di Samudra and Co, Surabaya, sewaktu dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (14/9/2021).
Sementara, Samudra and co diketahui merupakan sebuah kantor yang bergerak dibidang jasa hukum yang didirikan oleh Rahmat Santoso.
Rizky dalam perkara ini menjadi saksi fakta adanya keterkaitan antara terdakwa Lily Yunita dengan Rahmat Santoso dalam kerjasama pembebasan lahan milik H. Djabar di Osowilangun, kecamatan Tandes yang ditangani oleh Rachmat Santoso.
“Kantor saya pernah terima aliran dana dari Lily. Dana itu sifatnya pinjam meminjam. Ada kwitansinya, kurang lebih Rp 10,5 miliar,” kata Rizki dalam persidangan secara virtual di PN. Surabaya. Selasa (14/9/2021).
Mendengar pengakuan Saksi, Hakim ketua Erentua Damanik kemudian menanyakan apakah pinjam meminjam tersebut ada batas waktunya. Pinjaman juga tidak disertai dengan agunan.
“Tidak ada jatuh temponya, tapi hanya dijanjikan akan dibayar secepatnya. Tiba-tiba ada uang masuk ke rekening saya dari Ibu Lily Rp 13,5 miliar untuk kantor,”ungkap Rizky.
Dalam sidang saksi Rizky juga mengungkapkan bahwa pinjam meminjam tersebut ada bunganya. Selain itu, kantor hukum Rahmat juga sering hutang kepada Liliy.
“Tanggal 7 Juli, Rahmat Santoso pinjam uang Lily Yunita Rp 500 juta,” kata dia.
Jaksa Farida Hariani selaku jaksa penuntut dalam perkara ini menyoal keterangan Rizky. Ia mempertanyakan kenapa uang sebanyak itu masuk ke rekening pribadi saksi dan bukan ke rekening kantor hukum Rahmat Santoso and Partner atau ke Samudra and Co.
Saksi Rizky menjawab diplomatis, bahwa ke dua usaha tersebut tidak mempunyai nomor rekening untuk menerima aliran dana dari Liliy.
Dicatutnya nama Rahmat Santoso ini berawal dari kasus kerjasama pembebasan lahan seluas 9,8 hektar antara Lianawati dan terdakwa Lily Yunita.
Lahan yang dimaksud berada di Osowilangon, Kecamatan Tandes, Surabaya. Lily telah mempertemukan Liana dengan Wakil Bupati Blitar, Rahmat Santoso, yang diklaim bakal mengurus legalitas lahan.
Pertemuan antara Liliy, Liana dan Rahmat dilakukan di Pakuwon Trade Center (PTC) 11 November 2020. Ketiganya sepakat bekerjasama mengurus legalitas objek agar segera dapat dijual belikan.
Terdakwa Lily Yunita dalam kerjasama itu memastikan akan memberikan keuntungan Rp 150 ribu per meter pada Lianawati, apa bila dia bisa membiayai pengurusan tanah.
Lianawati dalam persidangan sebelumnya menerangkan, tanah tersebut menurut Liliy sudah ada yang mau membeli yaitu H. Sam Banjarmasin dengan harga Rp 3,5 juta permeter.
Tergiur untung gede, Lianawati membiayai pengurusan lahan itu hingga menggelontorkan uang mencapai Rp 68 miliar.
Pengurusan lahan di Osowilangon itu kemudian terjadi kerancuan, Lily sempat mengembalikan duit Lianawati sebesar Rp 16 miliar lebih. Sisa uang itulah yang kemudian diperkarakan oleh Liana.
Dana sebesar itu diklaim akan digunakan mengurus surat-surat tanah di Jakarta melalui perantara Rahmat Santoso. Liliy dan Liana juga telah bersepakat membagi potensi keuntungan yang didapatkan.
“Nanti pembagiannya keuntungannya, Pak Rahmat Rp 1 juta dan Lily Rp 500 ribu. Dan saya dikasih bagian Lily Rp 150 ribu per meternya,” kata Liana.
Kerjasama pembebasan lahan itupun berakhir dramatis. Liliy oleh Lianawati dilaporkan ke Polisi karena dinilai telah menipunya. Padahal, Liana Wati sebelumnya telah percaya pada Liliy hingga bersepakat membiayai pengurusan lahan.
Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjerat Liliy dengan dakwaan pasal berlapis, diantaranya pasal 378 tentang penipuan sebagai dakwaan kesatu, kemudian pasal 372 KUHP untuk dakwaan kedua.
Selain itu, JPU juga mendakwa Lily Yunita dengan pasal 3 UU nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.@ (Jun)
Leave a Reply