BATU ( SurabayaPost.id ) – Jeffry Simatupang & Partners dan Hotma Sitompol & Associates Kuasa Hukum ( KH ) inisial JE terduga kekerasan seksual dan fisik di Sekolah Selamat Pagi Indonesia ( SPI ) Kota Batu, Kamis ( 10/2/2022) malam angkat bicara.
” Jadi begini, memang dalam minggu depan kita sudah memasuki pokok perkara terkait sidang perkara klien kami JE keasusilaan. Kami penasehat hukum bersama tim siap untuk menghadapi proses persidangan dalam pokok perkara. Kami akan uji dari saksi pelapor apa benar perbuatan itu terjadi atau tidak ,” kata Jeffry.
Karena, kata dia, dirinya memegang bukti – bukti memang kejadian yang dimaksud tidak pernah terjadi, dan tidak ada saksi satupun yang mendengar dan melihat yang mengalami secara langsung dugaan yang dituduhkan terhadap kliennya.
” Yang pertama, visum yang dipakai di Tahun 2021.Bagi kami tidak bisa dijadikan alat bukti untuk menunjukkan peristiwa pada tahun 2008 sampai 2011.Artinya ketika visum itu dijadikan alat bukti.
Untuk apa, dan perbuatan siapa itu,” tanya dia.
Karena, kata dia, tidak menunjukkan siapa pelakunya dan tidak menunjukkan perbuatannya.
Dan itu,menurut dia, tidak bisa dipakai untuk di Tahun 2008 sampai 2011.
” Yang kedua, sebelum pelapor pamit untuk keluar dari SPI pelapor mengatakan kepada saksi – saksi yang sudah kami periksa di praperadilan yang menyatakan pelapor pamit untuk tour dihotel jalan – jalan dihotel wilayah Madiun bersama dengan pacarnya,” paparnya.
Selanjutnya, papar dia, setelah peristiwa dia jalan – jalan dari hotel kehotel, menurutnya pelapor diperiksa melalui visum.
” Pertanyaannya visum itu hasil perbuatan dihotel atau bagaimana. Jadi kalau melihat waktu terjadinya visum itu muncul setelah tour dihotel.Setelah mereka melakukan perjalanan dari hotel – hotel di Madiun.Kenapa di Madiun karena shodara pelapor asalnya dari Madiun,” jelasnya.
Darisitu, jelas dia, mereka pamit kepada orang tuanya akan melangsungkan pernikahan.
” Nah, disitu mereka tidur dihotel setelah itu mereka mengajukan visum.Hasil visum itu hasil perbuatan di hotel tersebut. Jadi apa buktinya kalau kita berbicara pokok perkara tentu harus mencari kebenaran matriil,” tegasnya.
Terlebih lagi, tegas dia,selama dirinya memeriksa perkara dalam praperadilan kemarin, menurut Jeffry kebenaran matriilnya adalah tidak pernah terjadi.
” Makanya kami duga ada masalah pribadi antara pelapor mungkin sakit hati.Kenapa saya bisa mengatakan seperti itu, pertama begini, di Tahun 2018 dimana pelapor telah memuji – muji shodara terlapor JE.Jadi pelapor mengatakan bahwa JE adalah orang yang baik dan orang yang memperjuangkan anak – anak,orang berjiwa besar dan orang yang membantu , serta orang yang menyayangi anak – anak,” terangnya.
Itu, terang dia, dia sendiri yang mengatakan seperti itu di Tahun 2018 silam.
” Dan kami punya bukti video nya.Kalau pelapor merasa JE orang yang baik dan orang yang memperjuangkan dan sebagainya. Kemudian pelapor merasa trauma, itu tidak mungkin bisa mengungkapkan dengan memuji – muji kepada terlapor dalam video tersebut,” ujarnya.
Artinya, ujar dia, bahwa tidak pernah terjadi peristiwa itu.Dan menurut dia , tidak ada trauma.
” Karena tidak ada trauma maka dia,bisa memuji – muji shodara JE.Sekali lagi, kami punya bukti video nya.Kita sampaikan terkait ini, supaya masyarakat paham betul kedudukan kasusnya seperti apa,”tandasnya.
Jadi , tandas dia, supaya klien nya tidak dianggap bersalah sebelum ada keputusan pengadilan.
” Seorang tidak boleh dianggap bersalah sampai ada putusan yang mengadili dia.Kepada masyarakat dan seluruh teman – teman bahwa kami yakin shodara JE tidak melakukan perbuatan sepeti yang didakwakan.Karena kami memegang bukti – bukti itu,” kelakar Jeffry sembari menyampaikan bahwa terlapor JE didampingi sebanyak 7 pengacara ( Gus)
Leave a Reply