Daniel Mohammad Rosyid
@Rosyid College of Arts
Kudeta konstitusi sejak amandemen ugal2an atas UUD45 oleh kelompok sekuler kiri dan nasionalis radikal telah menyebabkan serangkaian maladministrasi publik yang menggerus kedaulatan rakyat. Pemilu dijadikan mesin transfer bersih hak2 politik pemilih ke partai2 politik yang hidup dari pasokan logistik para cukong oligarch. Suara rakyat dibajak sebagai alat legitimasi bagi kekuasaan yang diperoleh melalui Pemilu yang terbukti selalu melahirkan elite politik yang senang memilukan rakyat.
Pada saat kelompok sekuler kiri dan nasionalis radikal itu menguasai parlemen dan kabinet, ummat Islam yang selama ini menahan diri untuk menekan ambisi politiknya, justru dijadikan target perundungan islamophobik seperti radikal, anti-Pancasila, bahkan anti-NKRI. Seolah Pancasila masih ada, padahal sudah dikubur di bawah kaki kelompok kiri radikal ini. Setiap ekspresi Islam segera dicap bermain dengan politik identitas, kadrun, eksklusif, dan intoleran. Semburan islamophobik ini sesungguhnya rasis.
Memperhatikan deformasi yang makin besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, kini tiba saatnya ummat Islam menyatakan dengan lebih lugas memiliki hak dan ambisi politik yang sama untuk berkuasa untuk menyelamatkan Republik ini dari pembajakan kaum sekuler radikal yang kini berkuasa. Situasinya sudah sedemikian otoritarian sehingga negara ini telah kehilangan pilar-pilar Repunliknya, menjadi semacam Roma ditangan Nero dan oligarki pendukungnya.
Pada saat dunia sedang menyaksikan pergeseran dominasi dari Barat ke China bersama sekutunya Rusia, ummat Islam Indonesia harus bangkit dari sikap pasif dan acuh tak acuh nya untuk bergerak mengkonsolidasikan kekuatan ilmu dan imajinasi yang diinspirasikan dari Islam untuk mengimbangi dinamika global saat ini. Adalah Islam yang telah mengilhami Adam Smith dan Karl Marx. Kenyataan hidup di dua dekade pertama Abad 21 ini menunjukkan bahwa baik kapitalisme maupun komunisme sudah terbukti hanya membawa mimpi palsu. Kepalsuan itu kini dibawa ke metaverse agar lebih menarik para milenials. Islam itu bukan Barat, juga bukan Timur. La syarkiyah wa la gharbiyah.
Mencermati kerangka legal yg ada saat ini, mengharapkan Pemilu 2024 untuk menghentikan sindrom negara gagal, sekaligus mereposisi peran politik ummat Islam adalah mustahil. Ketua DPD RI bahkan membuka peluang people power untuk mengatasi kelumpuhan konstitusional ini. Hasil akhir Pemilu 2024 itu sudah ditentukan sesuai kepentingan oligarki. Indonesia akan semakin terperosok ke dalam pengaruh China, jika bukan pengaruh Amerika dengan kedaulatan yang makin hilang. Untuk itu, ummat Islam, terutama para pemimpin dan pemudanya, harus lebih artikulatif dan berani untuk menyatakan ambisi politiknya yang sah, se-sah ambisi politik kelompok sekuler kiri dan nasionalis radikal. Berbeda dengan slogan Cak Nur dahulu, maka kini tiba saatnya untuk menyerukan Islam Yes, political Islam YES.
Gunung Anyar, 29 Mei 2022.
Leave a Reply