Ketua DPRD Kota Malang Bakal Optimalkan Puspaga, Begini Penjelasannya

Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita. (istimewa)
Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita. (istimewa)

MALANGKOTA (SurabayaPost.id) – Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Siraduhita berkeinginan bakal mengoptimalkan peran pusat pembelajaran keluarga (Puspaga) untuk menekan angka anak tidak sekolah (ATS).

Menurutnya, program tersebut sebenarnya sudah ada sejak lama di Kota Malang. “Upaya menekan anak putus sekolah sebenarnya sudah kami genjot sejak saya bertugas sebagai anggota DPRD Kota Malang periode 2019-2024 lalu,” kata Amithya.

Saat itu, kata dia, dirinya berada di Komisi D yang membidangi kesejahteraan sosial dan pendidikan.

“Sebetulnya itu sudah saya genjot ketika saya menjadi ketua komisi D. Artinya, sebenarnya tools kita itu banyak. Pemerintah daerah itu punya sebenarnya, tetapi belum digunakan secara maksimal. Salah satunya Puspaga yang dipunyai Dinsos,” ujar wanita yang akrab disapa Mia tersebut.

Mia menilai, seharusnya program Puspaga mampu menjadi tonggak bagi Pemkot Malang untuk menangani permasalahan yang berkaitan dengan keluarga. Termasuk dalam membina lingkungan keluarga yang terdapat anak putus sekolah.

“Itu mestinya menjadi tonggak kita untuk bagaimana semua komponen di dalam keluarga bisa mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan keluarga. Sehingga apabila ada permasalahan tentang keluarga bisa cepat diselesaikan dengan baik,” jelasnya.

Menurutnya, dengan pembinaan yang tepat, diharapkan tak lagi ada jalan keluar praktis bagi orang tua yang memilih menikahkan putra-putrinya karena enggan bersekolah.

“Sehingga tidak ada lagi kemudian jalan keluar praktis yang diambil orang tua, dari pada anak-anak tidak mau sekolah, daripada pacaran saja, ya sudah dinikahkan saja. Itu kan terlalu gampang,” terang Mia.

Menurutnya, pernikahan dini juga memiliki risiko dan tantangan yang cukup besar jika tidak dibekali kesiapan yang matang. Sehingga akan lebih baik jika yang bersangkutan diarahkan untuk kembali ke arah yang benar dengan bersekolah.

“Dengan pernikahan dini yang dijadikan solusi, sebenarnya anak memasuki tantangan yang justru malah lebih berat. Dibandingkan jika mereka diarahkan kembali untuk masuk dalam koridor yang benar, bahwa di usia belajar ya harusnya belajar. Bukan menikah,” tandasnya. (**)