
Di sebuah sudut Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik, kehidupan warga Desa Gempol Kurung kini tengah berdenyut lebih hidup. Di bawah terik matahari yang menembus genting rumah, suara para pekerja terdengar ramai. Mereka bukan kontraktor besar, melainkan warga sendiri yang sedang menanam pipa air bersih—hasil gotong royong yang lahir dari kebutuhan dan harapan.
Selama bertahun-tahun, persoalan air bersih menjadi beban harian warga. Sumur bor banyak yang mengeluarkan air keruh, berbau, dan terasa payau. “Kadang kalau musim kemarau, airnya sampai kering. Kami harus beli air tangki,” tutur Agus, salah seorang warga yang rumahnya kini sudah terpasang pipa baru. Di matanya, harapan itu sederhana: air bersih yang bisa mengalir setiap hari tanpa harus membeli.
Namun, harapan itu lama tak kunjung datang dari pemerintah. Subsidi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dari pemerintah pusat ternyata tak sampai ke wilayah Menganti. Di sisi lain, PDAM Giri Tirta juga tidak memiliki alokasi anggaran untuk membangun jaringan pipa tersier di daerah tersebut. Akhirnya, Pemerintah Desa Gempol Kurung mengambil langkah sendiri.
Bersama masyarakat, mereka menggagas pembangunan jaringan pipa tersier secara swadaya. Setiap rumah tangga dikenai biaya Rp 3.650.000 untuk pemasangan sambungan baru—jumlah yang bisa diangsur selama 10 bulan. “Kami tidak ingin memberatkan warga. Semua sistemnya musyawarah, disepakati bersama agar pembiayaan terasa ringan,” ujar Hari Puji, pengawas lapangan pembangunan pipa air bersih itu.
Hari yang juga warga setempat, sejak awal menaruh tekad bahwa proyek ini harus berpihak pada rakyat kecil. Ia turun langsung, mengawasi galian tanah dan sambungan pipa yang membentang di sepanjang gang desa. “Kalau menunggu program pusat, entah kapan datangnya. Jadi kami mulai saja dengan niat baik dan gotong royong,” katanya dengan nada tegas namun penuh keyakinan.
Proyek yang semula hanya wacana, kini menjadi kenyataan. Seluruh warga bahu-membahu, sebagian membantu tenaga, sebagian urunan bahan. Pipa-pipa tersier yang panjangnya puluhan meter itu kini mulai menembus rumah-rumah warga. Aliran air bersih yang selama ini hanya jadi impian, perlahan menjadi nyata.
Kurnia Suryandik, SE, Direktur Utama PDAM Giri Tirta Gresik, menyambut baik inisiatif masyarakat tersebut. Ia menilai langkah swadaya warga Gempol Kurung merupakan bentuk kesadaran kolektif yang patut diapresiasi.
“Kami memahami kebutuhan air bersih di wilayah Menganti sangat tinggi. Saat ini PDAM masih berupaya memperluas jaringan utama dan menambah kapasitas produksi. Karena keterbatasan anggaran, wilayah seperti Gempol Kurung belum bisa tersentuh pipa tersier. Tapi kami sangat mengapresiasi semangat warga. Nanti jika jaringan utama sudah mendekat, kami akan bantu integrasikan agar pasokan air bisa stabil,” jelas Kurnia.
Kini, di setiap rumah yang mulai dialiri air, tampak wajah-wajah lega. Ibu-ibu tak lagi harus menimba air dari sumur yang keruh. Anak-anak bisa mandi tanpa takut gatal. Air yang mengalir jernih dari kran sederhana itu seakan menjadi simbol dari hasil gotong royong dan tekad bersama.
Pemerintah Desa Gempol Kurung berjanji akan terus mengawal pembangunan hingga tuntas, sembari berharap pemerintah kabupaten dan PDAM Giri Tirta dapat memberi dukungan lanjutan—baik untuk perluasan jaringan maupun pemeliharaan.
Air bersih memang kebutuhan dasar. Tapi di Gempol Kurung, air bukan sekadar kebutuhan. Ia menjadi lambang perjuangan, solidaritas, dan keyakinan bahwa perubahan bisa lahir dari tangan sendiri, meski di tengah keterbatasan.