Kontorversi Vonis Bebas 2 Terdakwa Pemalsuan SHM di Gresik

GRESIK (SurabayaPost.id)-Hakim Pengadilan Negeri (PN) Gresik membebaskan dua terdakwa kasus pemalsuan dokumen sertifikat tanah. Vonis bebas terhadap Resa Andrianto dan Adhienata Putra Deva itu dinilai janggal dan menyisakan banyak pertanyaan hukum.

Fakta persidangan terungkap, pemalsuan surat benar terjadi, hanya saja pelaku utamanya Budi Riyanto masih buron.

Sidang yang digelar di PN Gresik pada Kamis (23/10/25). Majelis Hakim diketuai oleh Sarudi. Dua terdakwa sebelumnya dituntut 4 tahun dan 3 tahun penjara. Tetapi Majelis Hakim membebaskan dari semua dakwaan Pasal 263 Ayat (2) jo Pasal 55 dan 56 KUHP.

Hakim berpendapat bahwa Resa dan Deva tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pemalsuan surat pengurusan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama Tjong Cien Sing di Desa Manyarejo, Kecamatan Manyar. “Membebaskan terdakwa dari dakwaan,” ucap Hakim Sarudi di ruang sidang.

Namun, hasil laboratorium forensik justru menunjukkan hal sebaliknya. Tanda tangan Tjong pada dokumen permohonan pengukuran ulang, penggantian blangko, dan pernyataan perubahan luas tanah dinyatakan tidak identik atau palsu. Artinya, tindak pidana pemalsuan terbukti secara formil.

Meski demikian, hakim menilai kedua terdakwa tidak bersalah karena dokumen tersebut diurus oleh Budi Riyanto, ayah Resa, yang kini masih buron. Resa disebut tidak mengetahui aktivitas ayahnya yang menggunakan stempel dan fasilitas kantornya. Pandangan ini dianggap tidak logis oleh kalangan praktisi hukum.

Sebagai seorang PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah), Resa memiliki tanggung jawab hukum melekat terhadap setiap dokumen dan aktivitas yang terjadi di kantornya. Fakta bahwa stempel dan berkas resmi bisa digunakan oleh orang lain tanpa pengawasan menunjukkan adanya kelalaian berat atau culpa lata. Dalam hukum pidana, kelalaian semacam itu dapat digolongkan sebagai perbuatan yang turut memungkinkan terjadinya tindak pidana.

Hal serupa juga terjadi pada terdakwa Adhienata Putra Deva, surveyor BPN Gresik, yang memproses berkas tanpa verifikasi langsung kepada pemohon. Ia menyerahkan gambar bidang tanah kepada Budi Riyanto tanpa memastikan keabsahan tanda tangan Tjong. Tindakan itu dianggap sebagai pelanggaran SOP berat, meski hakim menyatakan tidak ada unsur kesengajaan.

Majelis juga beralasan tidak ada kerugian nyata karena BPN telah mengembalikan luas tanah ke ukuran semula. Padahal, delik pemalsuan surat bersifat formil, tidak mensyaratkan adanya kerugian materiil. Unsur tindak pidana sudah terpenuhi sejak surat palsu itu dipakai seolah-olah benar.

Dalam kasus ini, tanah milik Tjong Cien Sing seluas 32.750 meter persegi sempat berkurang 2.291 meter persegi. Lahan itu kini telah dipagari dan digunakan oleh PT Kodaland Inti Properti sejak 2011, jauh sebelum pemalsuan terungkap. Fakta inilah yang dijadikan dasar hakim menilai tidak ada kerugian baru, meski konteks waktu dan perbuatan jelas berbeda.

Jaksa Penuntut Umum Kejari Gresik menyatakan akan menempuh kasasi ke Mahkamah Agung. Jaksa menilai hakim keliru menerapkan hukum dan mengabaikan fakta formil tentang adanya pemalsuan surat negara.

Sementara penasihat hukum terdakwa, Retno Sariati Sandra Lukito, menyebut putusan ini sebagai keadilan bagi kliennya. “Resa tidak pernah memalsukan apa pun. Kantor PPAT-nya hanya kebetulan dipakai ayahnya,” ujarnya singkat.

Pembebasan Resa bukan akhir, melainkan awal terbukanya tabir pelaku utama yang sesungguhnya. Sebab dalam setiap dokumen palsu, selalu ada jejak administrasi resmi yang bisa ditelusuri dan jejak itu tidak mungkin lahir tanpa tangan-tangan berwenang di dalam sistem.

Baca Juga:

  • Gelar Tinggi, Integritas Rendah : Palsukan Dokumen Doktor Hukum Dipenjara 4 Tahun
  • Error Sistem BPHTB Gresik Rugikan Warga, Perbup Tak Sinkron dengan Billing
  • Penindakan Kasus Ilegal Loging di Pelabuhan Gresik Dinilai Lamban, APBMI Desak Kepastian Hukum
  • Kasus Ilegal Logging Mandek, Pelabuhan Gresik Tersendat