BATU (SurabayaPost.id) – Walikota Batu Hj Dewanti Rumpoko bersama Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Malang memberikan bekal bagi guru untuk menangani anak berkebutuhan khusus (ABK). Pembekalan tersebut diberikan lewat Workshop di kampus Unmer Malang, Sabtu (2/3/3019).
Wali Kota Batu Hj Dra Dewanti Rumpoko, MSi menjadi keynote speaker dalam Workshop Prosedur Praktis Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah itu. Sebab, selama ini belum semua sekolah memiliki guru ataupun tenaga yang bisa memberikan penanganan secara tepat kepada para ABK.
Ketua Bidang Kompetensi Himpsi Malang Nawang Wulandari yang sekaligus dosen Psikologi Unmer mengharapkan “guru pendamping khusus memiliki pedoman, pegangan dalam melakukan pendampingan khusus. Sehingga ABK dapat berkembang secara maximal.
Sementara Walikota Batu Dra Hj Dewanti Rumpoko, MSi menyampaikan komitmennya terhadap penanganan ABK. Dia mengatakan bahwa di Kota Batu tersedia SLB Negeri dari tingkat SD sampai SMA termasuk Balai Rehabilitasi ABK.
Bahkan di Kota Batu, lanjut dia, juga sudah menerima pegawai ABK sebagai pegawai bidang komputer, administrasi dan takmir masjid. “Makanya Pemkot Batu berterima kasih kepada Himpsi Malang yang peduli terhadap guru guru yang bertugas menangani ABK dengan memberikan workshop panduan praktis menangani ABK. Sehingga bisa diterapkan bagi peserta baik di sekolah maupun di keluarga ABK,” katanya.
Dua pembicara dalam workshop itu memberikan pemikiran menarik. Mereka adalah Amelia Aziz Daeng Matadjo, M.Psi, Psikolog Founder Beloved Kanti Malang dan Jeanne Leonardo, S.Psi, MA/Mgr SEN Psikolog Klinis Yayasan Bhakti Luhur.
Sebagai konsultan sekolah inklusi, Jeanne yang akrab disapa
Cece mengomentari strategi penanganan ABK di sekolah. Menurut dia sejauh ini hanya dengan menggunakan pendekatan potensi, sarana dan prasarana yang tersedia.
“Itu masih belum cukup. Sebab dibutuhkan kearifan lokal untuk memberikan masukan ide gagasan sebagai pendekatan. Sehingga tercapai standar tetap untuk penerapan dan penanganan ABK,” katanya.
Menurut dia, dengan begitu, para pendidik tidak mengalami kesulitan, baik di awal proses identifikasi, proses penanganan hingga proses evaluasi ABK. “Itu yang perlu mendapat perhatian khusus,” Imbuhnya.
Strategi lain menurut Bunda Amelia adalah bagaimana para guru, terapis bahkan orangtua ABK menerapkan model tindakan kelas. Pertama, bagaimana membuat setting kelas yang memungkinkan ABK berinteraksi maksimal satu sama lain.
Kedua, kata fia, dibutuhkan guru pendamping kelas dan shadow teacher dengan 1 ABK 1 guru. Ketiga, sekolah perlu memodifikasi kurikulum dan alat bantu belajar dan butuh kreatifitas pengembangannya.
“Dan keempat, strategi penanganan perilaku dengan menggunakan prinsip enrichment. Itu dengan melakukan pengayaan materi, suportif, dengan memberikan dukungan pembelajaran serta remedial dan mengulang ulang sesuatu yang dilakukan dan mengevaluasi secara maksimal,” papar dia. (gus)
Leave a Reply