MALANG (SurabayaPost.id) – Perekonomian Indonesia secara domestik diyakini akan terus membaik. Keyakinan tersebut disampaikan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Dody Budi Waluyo dalam acara kuliah umum yang dipandu Prof Chandra Fajri Ananda di Auditorium Gedung Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Malang, Selasa (12/3/2019).
Menurut Dody Budi Waluyo, trend ekonomi Indonesia masih bagus, meski di tengah ekonomi dunia yang tidak kondusif. “Ekonomi Indonesia secara ekonomi domestik positif,” jelas Dody Budi Waluyo yang didampingi Kepala BI Jatim Difi Ahmad Johansyah dan Kepala BI Perwakilan Malang Azka Subhan Aminurridho dalam kuliah umum bertajuk Perekonomian Terkini dan Bauran Kebijakan Bank Indonesia.
Dijelaskan Dody Budi Waluyo bahwa kondisi ekonomi dunia memang tak kondusif. Itu ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat disertai berkurangnya ketidakpastian pasar keuangan global.
Selain itu, harga komoditas global diprakirakan menurun. Sehingga, kebijakan moneter di berbagai negara tidak seketat perkiraan.
Makanya, Deputi Gubernur BI yang akrab disapa Dody ini merasa lega. Sebab, trend ekonomi Indonesia positif.
Bahkan, menurut Dody, pertumbuhan ekonomi 2018 sebesar 5,17% (yoy) merupakan capaian tertinggi selama lima tahun terakhir. Pertumbuhan itu, kata dia, didukung permintaan domestik, konsumsi masyarakat dan investasi.
“Khusus investasi bisa tumbuh dengan baik karena memberi value added yang baik. Pola produksinya juga semakin panjang. Sehingga tidak hanya membantu domestik tapi juga ekspor,” papar dia.
Kondisi semacam itu, menurut dia, menjadi pilihan investasi di manufaktur. Sebab yang menjadi penting, terang dia, karena skill dari ekonomi Indonesia bisa diperluas jika manufaktur semakin baik.
Selain itu, kata dia, tetap melakukan kegiatan hilirisasi yang bisa bantu dengan rometerios produk. “Itu tidak masalah sepanjang dilakukan hilirisasi,” jelas dia.
Alasan dia, karena hilirisasi tersebut membutuhkan investasi, kepastian usaha dan financing. “Iklim investasi semakin baik berkat 17 paket kebijakan pemerintah,” urainya.
Makanya, tutur dia, ranking Indonesia terkait kepastian usaha semakin meningkat secara global. Hal itu, kata dia, berkat keberhasilan meyakinkan bahwa investasi di domestik juga baik.
“Untuk itu kita sedang menunggu ketidakpastian ekonomi global yang tidak kondusif itu. Sebab kondisi itu bisa mendorong penanam modal asing (PMA) masuk ke domestik,” jelas dia.
Jika hal itu terjadi, tutur dia, maka konteks kesulitan pendanaan akan teratasi. “Itu kalau ada PMA yang masuk,” papar dia.
Untuk itu, dia sangat optimistis trend ekonomi Indonesia positif secara ekonomi domestik. Sebab pengelolaan pertumbuhan ekonomi nasional ditopang perekonomian daerah yang kuat.
Daerah yang menjadi penopang terkuat itu disebutkan seperti Jawa dan Kalimantan. “Itu sejalan dengan meningkatnya kegiatan di sektor pertanian, jasa dan pertambangan,” katanya.
Disamping itu, menurut dia, permintaan domestik menopang kinerja perekonomian daerah. Apalagi, kata dia, peran industri pengolahan dan pertanian di daerah cukup solid.
Kondisi tersebut, kata dia, memperkuat nilai tukar rupiah. Sehingga menopang berlanjutnya stabilitas perekonomian, inflasi terkendali pada level terendah. “Semua itu karena didukung inflasi daerah yang terjaga dengan baik,” tuturnya.
Karena itu, kata dia, stabilitas dan ketahanan ekonomi perlu terus diperkuat. Daya saing serta produktivitas terus ditingkatkan. Sehingga, mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih baik lagi. “Sinergi kebijakan antara otoritas menjadi kunci dalam upaya memperkuat struktur ekonomi nasional tersebut,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BI Malang Azka Subhan Aminurridho menjelaskan perlunya pemahaman bagi semua pihak terkait peran dan tugas BI dalam perekonomian Indonesia. Dengan adanya pemahaman tersebut, kata dia, diharapkan akan semakin mengefektifkan koordinasi dan kolaborasi antara BI dan para stakeholder pemangku kebijakan.
“Kita bersyukur, di tengah perkembangan ekonomi global yang tidak kondusif, kinerja dan prospek ekonomi wilayah kerja KPw BI Malang masih cukup baik. Hal ini tercermin dari pertumbuhan ekonomi di wilayah kerja Bank Indonesia Malang yang tumbuh 5,57% pada 2017,” papar dia.
Pertumbuhan ekonomi tersebut menurut dia, lebih tinggi dibandingkan Jawa Timur yang tercatat tumbuh 5,45% dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,07%. Sementara itu, pada tahun 2019 pertumbuhan ekonomi di wilayah kerja Bank Indonesia Malang diproyeksikan tumbuh di kisaran 5,5 – 5,9%.
Dijelaskan dia bila struktur perekonomian daerah di wilayah Kerja KPw BI Malang terutama ditopang oleh sektor Industri pengolahan dengan pangsa sebesar 37,17%. Sedangkan sektor Perdagangan memiliki share sekitar 17,92% dan sektor konstruksi sebesar 11,48%.
Menurut dia, itu karena beberapa kabupaten di wilayah BI Malang ini merupakan basis industri pengolahan. Disebutkan seperti Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang, serta Kabupaten Probolinggo.
Kabupaten Pasuruan, kata dia, memiliki satu kawasan industri utama di Jawa Timur yaitu Pasuruan Industrial Estate Rembang (PIER). Industri utama di kabupaten ini antara lain; industri pengolahan tembakau, industri logam, industri furniture, industri alas kaki, serta industri tekstil dan produk tekstil.
Sektor Industri Pengolahan di Kabupaten Malang, kata dia, terutama ditopang oleh agro-industri. Itu meliputi pengolahan industri hasil pertanian, perkebunan, dan peternakan.
Sementara di Kabupaten Probolinggo, kata dia, terdapat infrastruktur vital untuk mendukung distribusi industri pengolahan. Itu karena terdapat terminal pelabuhan yang mampu menjadi pendukung dari pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya dan menjadi hub lalu lintas laut untuk daerah industri yang mengelilinginya.
“Saya memandang hal ini sebagai potensi yang besar dan perlu terus untuk dikembangkan. Tujuannya, guna menopang kesinambungan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat ke depan,” papar dia.
Sedangkan dari sisi inflasi, kata dia, ada 2 kota yang dihitung IHK-nya oleh BPS yaitu Kota Malang dan Kota Probolinggo. Sepanjang tahun 2018 inflasi Kota Malang tercatat 2,98% (yoy) dan Kota Probolinggo mengalami inflasi 2,18% (yoy), lebih rendah dari realisasi inflasi nasional yang mencapai 3,13% (yoy).
Sementara pada bulan Februari 2019 Kota Malang dan Kota Probolinggo kata dia tercatat mengalami deflasi terdalam. Masing-masing sebesar -0,42% (mtm) dan -0,14% (mtm). Kondisi itu berbeda dengan bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,53% (mtm) dan 0,12% (mtm).
“Deflasi Kota Malang dan Kota Probolinggo pada bulan Februari 2019 ini tercatat lebih rendah dibandingkan dengan tren selama 5 tahun terakhir. Berdasarkan perkembangan tersebut, inflasi Kota Malang secara tahunan mencapai 2,21% (yoy), menurun dari inflasi IHK bulan sebelumnya sebesar 2,81% (yoy),” jelas dia.
Sementara itu Inflasi tahunan Kota Probolinggo sebesar 1,55 % (yoy), menurun dari inflasi IHK bulan sebelumnya sebesar 2,00% (yoy). “Realisasi inflasi yang rendah dan terkendali tersebut tidak lepas dari peran pemerintah daerah dan sinergi berbagai pihak yang bernaung dalam forum TPID. Tanpa sinergi, kami rasa sulit untuk melakukan pengendalian inflasi secara optimal,” tutur Azka Subhan Aminurridho. (aji)
Leave a Reply