Deputi Gubernur BI: Dampak Tahun Politik Malah Bagus

Deputi Gubernur BI Soegeng (tengah) didampingi Kepala Perwakilan BI Malang Azka Subhan Aminurridho (kanan) di Hotel Harris & Convention Malang, Senin (14/1/2019)
Deputi Gubernur BI Soegeng (tengah) didampingi Kepala Perwakilan BI Malang Azka Subhan Aminurridho (kanan) di Hotel Harris & Convention Malang, Senin (14/1/2019)

MALANG  (SurabayaPost.id) – Tahun 2019 ini merupakan tahun politik.  Sebab Pemilu legislatif dan Pilpres bakal dilaksanakan 17 April 2019 mendatang.

Meski merupakan tahun politik, Bank Indonesia tak merasa khawatir, justru diyakini bakal berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Keyakinan tersebut diungkapkan Deputi Gubernur Bank Indonesia  (BI), Soegeng di Harris Hotel & Convention Malang, Senin (14/1/2019).

Usai memimpin Sertijab Kepala Perwakilan BI Malang dari Dudi Herawadi kepada Azka Subhan Aminurridho, Soegeng mengatakan bila pemilu di Indonesia beda dengan Afganistan, Meksiko dan lain sebagainya.

“Orang Indonesia sudah dewasa dalam berdemokrasi. Buktinya, Pemilukada 2018 lalu. Tidak ada masalah. Pemilu itu justru berdampak positif. Jadi tahun politik itu berdampak positif.  Kita malah ingin ada pemilu terus,” kata dia.

Alasannya, dampak  pemilu 2018 (Pilkada serentak) pada ekonomi lumayan bagus. Menurut dia ada sekitar 5 persen pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi.

Makanya, pada tahun politik 2019 ini, Soegeng yakin akan berdampak bagus pada pertumbuhan ekonomi. Sebab,  kata dia, setiap calon pasti membutuhkan alat peraga kampanye. Sehingga, mereka membuat poster, stiker, spanduk,  pamflet, kaos dan sebagainya.

“Semua itu bisa menggerakkan ekonomi. Terutama UMKM. Dampak berikutnya tentu pada pertumbuhan  ekonomi yang bagus,” tegas dia.

Kendati begitu dia mengakui bila tahun 2018 merupakan tahun yang penuh tantangan. Sebab, perekonomian global tumbuh tidak merata dan penuh
ketidakpastian. “Kondisi ini diperkirakan masih akan berlanjut  pada tahun 2019,” kata dia.

Dijelaskan dia bila ada tiga penting yang perlu dicermati. Di antaranya, pertumbuhan ekonomi dunia yang cukup tinggi pada tahun 2018 kemungkinan akan melandai pada tahun  2019. Kedua, kenaikan suku bunga bank sentral Amerika  Serikat akan diikuti oleh normalisasi kebijakan moneter di Uni Eropa dan negara-negara maju lainnya.

Ketiga,  ketidakpastian di pasar keuangan global mendorong tingginya premi risiko investasi ke negara-negara emerging markets. “Ketiga hal tersebut mendorong kuatnya mata uang dolar AS,  serta berdampak pada pembalikan modal asing dan pelemahan mata uang negara-negara emerging markets.

Meski begitu, kata ia, patut disyukuri.  Sebab, di tengah perkembangan ekonomi global yang tidak kondusif, kinerja dan prospek ekonomi Indonesia masih cukup baik. Stabilitas terjaga dan momentum pertumbuhan akan
berlanjut.

Pertumbuhan ekonomi yang cukup baik di tahun 2018 itu kata Soegeng,  diperkirakan meningkat di tahun 2019 yang ditopang oleh kuatnya permintaan domestik, baik konsumsi maupun investasi. Inflasi yang rendah pada tahun 2018 akan tetap  terkendali sesuai sasaran 3,5 + 1% di tahun 2019.

“Rupiah  diperkirakan bergerak stabil sesuai mekanisme pasar. Stabilitas Rupiah ditopang pula oleh penurunan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih aman. Stabilitas  sistem keuangan terjaga, dan kenaikan kredit akan berlanjut di tahun 2019 dengan likuiditas yang cukup, disertai pembiayaan pasar modal yang juga akan meningkat,” kata Soegeng.  

Karena itu,  kata dia, BI terus mendorong agar ekspor dari industri  dan pengelolaan sektor wisata digendong terus. Sehingga bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan baik. (aji) 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.