MALANGKOTA (SurabayaPost.id) – Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Malang menetapkan gugatan warga RW 12 Griya Shanta terhadap Pemerintah Kota (Pemkot) Malang terkait tembok penghubung akses jalan tembus sebagai gugatan class action atau gugatan perwakilan kelompok pada Selasa (23/12/2025).
PN Kelas 1A Malang akan melanjutkan ke agenda mediasi antara penggugat dari warga dengan tergugat dari Pemkot Malang pada 6 Januari 2026.
Kepala Bagian Hukum Pemkot Malang, Suparno menegaskan bahwa sidang hari ini belum menyentuh pokok perkara. Namun masih dalam penetapan keabsahan gugatan

“Kami menolak berkomentar lebih jauh terkait ada tidaknya pelanggaran, karena hal tersebut sudah masuk dalam pokok perkara,” ucapnya.
Ketika disinggung tentang polemik penjebolan tembok objek sengketa yang direncanakan untuk jalan tembus di Griya Shanta, Suparno menegaskan bahwa saat ini Pemkot Malang ingin fokus pada proses hukum yang berjalan.
“Pak Wali (Wali Kota Malang, red) kan sebagai pihak tergugat. Jadi tidak ada statemen berkaitan dengan hal ini, karena ini sudah masuk proses hukum, dan Pak Wali masuk dalam para pihak. Semua statemen dan tindakan yang berkonsekuensi hukum atau berkaitan dengan objek yang digunakan sudah diserahkan ke Kabag Hukum Pemkot Malang sebagai pemegang kuasa,” jelasnya.
Suparno menjelaskan, setelah penetapan ini majelis hakim akan menunjuk mediator, dan pada 6 Januari 2026 mendatang akan memasuki tahap mediasi.
“Jika mediasi nanti gagal, persidangan akan dilanjutkan dengan pembacaan gugatan,” tegasnya.
Soal status lahan, Suparno menyebut bahwa secara administratif lahan tersebut merupakan fasilitas umum (fasum) atau PSU yang telah diserahkan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Malang.
“Meski seperti itu, kami menolak berkomentar lebih jauh terkait ada tidaknya pelanggaran, karena hal tersebut sudah masuk dalam pokok perkara,” terangnya.
Terlebih, tambah Suparno, tindakan penjebolan tembok itu bukan merupakan upaya dari Pemkot Malang. Meskipun secara implisit hal ini mendukung upaya pemkot untuk menjadikan jalan tembus, namun dipastikan bahwa pihak Pemkot mengikuti dan menghormati prosea hukum yang berjalan.
“Memang kalau dari Pemkot Malang inginnya menjadikan sebagai jalan tembus. Kami melalui Satpol PP juga sudah bersurat memberikan peringatan (SP) sebanyak tiga kali, mediasi dan sosialisasi, bahkan rencana ekskusi. Namun, karena ada upaya hukum kami menghormati. Terkait tembok sudah di bongkar ya silahkan, tapi kami sampaikan itu bukan dari Pemkot Malang,” ujarnya.

Sementara itu, kuasa hukum dari pihak warga RW 12 Perum Griyashanta, Andi Rachmanto mengatakan, bahwa majelis hakim PN Malang telah memutuskan bahwa gugatan ini memenuhi syarat sebagai class action. Karena adanya insiden penjebolan tembok yang dilakukan oleh sekelompok orang tak dikenal (OTK), maka pihaknya akan melakukan sedikit revisi terhadap gugatan yang diajukan.
“Kami akan sedikit melakukan revisi, meskipun pada intinya tidak merubah esensi gugatan. Revisi ini berkaitan dengan tindakan sekelompok orang, yang kami nilai mengangkangi hukuk di Indonesia ini,” tegasnya di sela skors sidang.
Ia menyebutkan, tindakan penjebolan tembok tersebut sangat disayangkan. Mengingat, objek tembok Griyashanta masih dalam sengketa yang belum diputus dan berkekuatan hukum tetap.
“Ini merupakan sedikit langkah positif, karena putusan dismissal proses memutuskan gugatan ini memenuhi class action. Selanjutnya tahapan mediasi, dari majelis hakim mengupayakan agar mediatornya adalah Ketua PN Malang, langsung,” sebutnya.
Ia juga menyebut, tembok pembatas yang jebol tetap dibiarkan, karena menjadi objek pelaporan di polisi. “Kami sudah melaporkan ke pihak kepolisian, jadi tembok tersebut kami biarkan tetap (roboh, red) seperti itu, karena jadi objek penyelidikan pihak kepolisian,” tandasnya. (lil).
