BATU (SurabayaPost.id) – Filosofi hidup Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Batu Dr Supriyanto SH MH sangat bersahaja. Dalam penegakan hukum justru dia tidak suka serta merta memenjarakan orang.
Bahkan, pria kelahiran Sragen, 3 Agustus 1974 ini menilai penegakan hukum gagal jika banyak orang yang dipenjara. Penilaian semacam itu tampaknya tak lepas dari filsafat hidup orang-orang desa yang taat dan patuh pada norma kehidupan.
Maklum, putra dari pasangan Bapak Patno Suharjo dan Ibu Suharti ini banyak menghabiskan waktunya di desa. Tepatnya di Desa Tangkil, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
Pendidikan pria yang akrab disapa Supri ini pun dilalui dari desa yang subur itu. Baik itu untuk sekolah tingkat SD, SMP maupun SMA.
Baru untuk pendidikan tingginya, anak petani ini berburu ke luar provinsi. Yakni, di Universitas Negeri Jember (Unej), Jawa Timur.
Dia mengambil program studi hukum, di Fakultas Hukum, Unej. “Saya memang beda sendiri dari lima bersaudara. Sebab, saudara saya semuanya jadi guru,” tutur Supri dengan ramah saat ditemui di Kantor Kejari Kota Batu, Selasa (6/10/2020).
Saudaranya yang pertama menjadi guru di Jambi, Sumatera. Yang nomor dua juga guru di Sragen. Begitu juga yang nomor tiga di Kalimantan Tengah dan nomor lima juga guru Sragen.
Sedangkan dia sendiri satu-satunya yang menjadi jaksa. Bahkan, dia sempat menggeluti dunia pengacara (advokat) sejak semester lima di Unej.
Kala itu Supri masih transisi lepas dari masa remaja magang di kantor pengacara. Sejak saat itu dia mulai tertarik bergelut di pentas advokasi. Sehingga begitu lulus dari Unej sebagai peraih indeks prestasi tertinggi pada 1997, langsung terjun sebagai pengacara.
Ketika itu dia ikut tes untuk mendapatkan izin praktek pengacara. Hasilnya ternyata lulus. Kemudian mendirikan kantor pengacara di Tangkil, Sragen, sejak 1998 sampai 2001.
Meski begitu, orang tuanya -terutama almarhumah sang bunda– Suharti berkeinginan dirinya menjadi pegawai negeri. Akhirnya Supri yang ramah ini mendaftarkan diri di Kejaksaan Negeri pada tahun 2000 sebagai calon jaksa.
“Alhamdulillah saya diterima. SK CPNS saya tahun 2001. Sejak saat itu saya menjadi insan Adhyaksa sebagai Calon Jaksa. Saat itu ditempatkan di Sragen,” bebernya.
Sambil bertugas dia izin kepada pimpinannya melanjutkan studi S2 di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS). Itu sampai rampung hingga menyandang gelar Magister Hukum (MH).
Pada tahun 2003 dia mendapat panggilan untuk ikut pendidikan jaksa di Badan Diklat Jakarta selama setengah tahun. Dia lulus dan dilantik sebagai jaksa tahun 2003 akhir.
Kemudian mendapat SK penempatan jaksa pertama Kejaksaan Negeri di Kota Waringin Timur, Kabupaten Sampit. Dia diangkat sebagai jaksa fungsional bidang Pidsus. Kemudian diangkat menjadi Kasubdit Pidsus di tempat yang sama.
Beberapa bulan kemudian dia dipromosikan menjadi PJ Kasi Pidsus di Kejari Sampit. Beberapa perkara ditangani dan berjalan dengan baik. Sehingga, Supri didefinitifkan menjadi Kasi Pidsus Kejari Sampit.
Dia bertugas di Sampit sekitar 4 tahun mulai 2004 sampai 2008. Selanjutnya, pada tahun 2008, dimutasi mendekati kampung halamannya. Tepatnya di Kejari Situbondo, Jatim sebagai Kasi Pidsus.
Bertugas di Kejari Situbondo cukup singkat, 1 tahun 11 bulan. Meski begitu beberapa perkara besar dia tangani. Satu di antaranya perkara Kasda yang berkolaborasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kala itu, KPK yang menangani bupatinya. Sedangkan yang menyidangkan mulai dari pimpinan bank BNI Situbondo hingga Kepala DPKAD Situbondo dan jajarannya yang menangani adalah Supri.
Dalam penanganan perkara itu, Supri menangani dengan sukses. Karena fokus menangani perkara tersebut dan sukses, anaknya yang nomor dua dinamakan Astrid Januar Kada Ningrum.
Setelah itu dia dimutasi ke Kejari Sragen. Dia dipercaya menjabat sebagai Kasi Intel selama 1 tahun 10 bulan. Sebab, dia dipindah ke Kejari Kota Tangerang sebagai Kasi Datun.
Kemudian pada tahun 2012, sebagai Kasi Datun dipindah tugaskan di Kejati Jatim Surabaya. Dia menjabat sebagai Kasi Keamanan Negara dan Ketertiban Umum (Aspidum) sejak 2013 sampai 2015.
Berjalan sekitar 1 tahun 11 bulan Supri dipromosikan menjadi koordinator di Kejati Sulawesi Selatan, di Makassar. Itu mulai tahun 2015 sampai tahun 2018. Dia sebagai koordinator di bidang intelejen sembari menyelesaikan S3-nya di UNS. Dia meraih gelar doktor di UNS tahun 2017.
Dia menulis disertasi tentang formulasi pengertian unsur yang merugikan keuangan negara, tindak pidana korupsi di Indonesia. Buku itu berjudul Konsep Merugikan Perekonomian Negara dalam Tindak Pidana Korupsi. Praktis disertasinya membahas masalah korupsi.
Sebagian dari disertasinya itu dijadikan buku berjudul Konsep dalam Tindak Pidana Korupsi. Dua buku lainnya dari disertasi tersebut menurut dia segera diterbitkan.
“Ya alhamdulillah bisa menulis walaupun mungkin belum maksimal. Sebab, masih banyak saran dan masukan dari teman-teman yang mewarnai buku-buku tersebut,” jelas dia.
Kemudian pada 15 Juli 2015 dia menjabat sebagai Kajari Kabupaten Gorontalo. Dia dilantik 6 Agustus 2015 sebagai Kajari pertamanya dalam berkarier di kejaksaan.
Ketika menjabat Kajari Gorontalo dia banyak membuat program terobosan untuk masyarakat. Itu karena dia selalu mengingat pesan pimpinannya bahwa penegakan hukum bukan seperti dunia industri.
“Kalau industri semakin banyak produk yang dihasilkan dan produk itu laku atau laris, maka industri atau pabrik itu berhasil. Filosofi industri seperti itu,” jelas dia.
Menurut Supri, itu berbanding terbalik dengan penegakan hukum. “Sebab semakin banyak orang yang ditangkap dan dipenjara, itu sebagai salah satu indikator atau parameter bahwa penegakan hukum telah gagal,” terangnya.
Lalu bagaimana penegakan hukum yang berhasil. Menurut Supri justru semakin tidak ada orang yang ditangkap dan dimasukkan penjara, atau semakin sedikit orang yang ditangkap dan dimasukkan penjara karena melanggar hukum, maka penegakan hukum itu berarti sudah berhasil.
Asalkan, lanjut dia, kondisi di masyarakat maupun di birokrasi betul-betul tidak ada pelanggaran hukum. “Tapi jangan kemudian di masyarakat banyak penyimpangan lalu tidak ada orang yang ditangkap. Itu namanya gagal yang saya maksud,” katanya.
Itu mengingat, tegas dia, dalam penegakan hukum harus mengedepankan konsep pencegahan. Aparat penegak hukum dari jajaran pemerintah dikatakan berhasil bila mampu menekan laju pelanggaran melalui instrumen pencegahan.
“Jadi, kita sebaiknya lebih banyak melakukan pencegahan. Itu daripada memasukkan banyak orang ke penjara,” tutur Supri.
Untuk itu, Supri yang dilantik menjadi Kajari Batu 6 Agustus 2020 ini menyiapkan beragam program. Sebab, ketika menjadi Kajari di Gorontalo, dia melaksanakan banyak program untuk masyarakat.
Di antara program itu disebutkan seperti program jaksa sayang anak, jaksa sahabat bendi motor (Betor). Ada program Jaksa jaga desa. Kemudian Jaksa sahabat jurnalis dan jaksa masuk pasar serta beberapa program yang lainnya.
Karena itu, Supri yang efektif bertugas sebagai Kajari Batu mulai 24 Agustus 2020 tersebut akan melaksanakan program-program yang disiapkan. Sehingga, bisa memberikan pelayanan pada masyarakat lebih baik lagi. “Tidak hanya memenjarakan orang,” pungkasnya. (Gus)
Leave a Reply