
Menjaga Warisan Spiritualitas dari Bukit Giri yang Tak Pernah Padam
GRESIK (SurabayaPost.id) — Di lereng bukit yang sejuk di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, suara lantunan doa tahlil bergema lirih. Sore itu, Rabu (8/10/2025), puluhan warga tampak khusyuk menundukkan kepala. Asap dupa perlahan menari di antara nisan-nisan tua, sementara angin membawa harum bunga kenanga dari pelataran makam Walisongo termasyhur — Kanjeng Sunan Giri.
Kaum Giri, sebutan bagi keluarga besar keturunan Sunan Giri dan para ahli waris juru kunci makam, kembali berkumpul untuk memperingati haul ke-520 sang wali penyebar Islam di tanah Jawa itu.
Bagi mereka, haul bukan sekadar ritual tahunan. Ini adalah pengingat tentang akar, asal-usul, dan tanggung jawab moral untuk menjaga warisan luhur Giri Kedaton — pusat dakwah Islam yang pernah menjadi kiblat ilmu dan peradaban di Nusantara.
“Mudah-mudahan masyarakat Giri dan sekitarnya selalu mendapatkan keberkahan dari Mbah Sunan Giri,”
ujar Ainul Ghoerry, Ketua Umum Kaum Giri, dengan nada penuh harap.
Acara tahlil yang berlangsung sederhana namun penuh makna itu dihadiri pula oleh perwakilan Pemerintah Kabupaten Gresik, para kepala desa, dan warga sekitar.
Dari Pemkab Gresik, hadir Suwarto, Kepala UPT Pariwisata Dinas Disparekrafbudpora, yang menyampaikan apresiasi atas peran Kaum Giri dalam menjaga situs spiritual dan budaya ini.
“Makam Sunan Giri adalah salah satu dari empat situs cagar budaya nasional di Gresik. Dipromosikan atau tidak, tamunya selalu datang. Kami hanya mengantar para tamu Mbah Sunan Giri,” katanya sembari tersenyum.
Napak Tilas Jejak Wali di Bukit Giri
Makam Sunan Giri bukan sekadar tempat ziarah, tapi simbol persilangan antara iman, sejarah, dan identitas Gresik. Dari bukit inilah ajaran Islam menyebar dengan damai, mengajarkan ilmu, seni, dan etika sosial yang menumbuhkan peradaban.
Kini, setiap haul menjadi momen untuk meneguhkan kembali nilai-nilai itu — kebersamaan, gotong royong, dan kesadaran spiritual.
Beberapa minggu sebelumnya, Kaum Giri dan Yayasan Sunan Giri bahkan telah sepakat untuk bersatu dalam satu kepengurusan, difasilitasi oleh DPRD Kabupaten Gresik. Kesepakatan ini diharapkan bisa memperkuat koordinasi pengelolaan dan pelestarian situs bersejarah tersebut.
Ainul Ghoerry menyebut, bersatunya dua lembaga ini menjadi langkah penting untuk mengembalikan marwah Giri sebagai pusat kebudayaan dan spiritual yang terbuka bagi siapa pun.
“Kami berharap haul dan kegiatan lainnya bisa digelar bersama. Ini bukan hanya tentang keluarga Giri, tapi tentang warisan umat,” ujarnya.
Warisan Tak Kasat MataKetika malam turun di atas Giri, doa-doa yang terucap sore tadi seolah menggema kembali. Tak ada gemerlap lampu atau panggung besar, hanya ketulusan dari mereka yang datang — sebagian membawa bunga, sebagian membawa kenangan.
Dari generasi ke generasi, masyarakat Giri menjaga api kecil itu: api cinta dan penghormatan kepada leluhur yang menanamkan nilai kebaikan dan ilmu.
Dalam kesederhanaannya, tahlil haul ke-520 ini menjadi penanda bahwa warisan Sunan Giri bukan hanya makam dan sejarah, tapi semangat untuk menebar keberkahan di bumi Gresik