Lima Pengadilan, Satu Pola: Hak Korban TPPO Terabaikan

SBMI meluncurkan laporan yang menyoroti kasus-kasus perdagangan orang yang sedang disidangkan di lima pengadilan negeri pada tahun 2025, Rabu (30/7/2025)
SBMI meluncurkan laporan yang menyoroti kasus-kasus perdagangan orang yang sedang disidangkan di lima pengadilan negeri pada tahun 2025, Rabu (30/7/2025)

JAKARTA (SurabayaPost.id) – Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) meluncurkan laporan yang menyoroti kasus-kasus perdagangan orang yang sedang disidangkan di lima pengadilan negeri pada tahun 2025, Rabu (30/7/2025). Laporan ini memotret wajah suram perlakuan negara terhadap korban TPPO dan menyoroti lemahnya sistem peradilan pidana dalam melindungi hak-hak korban.

Lima pengadilan yang disoroti adalah Pengadilan Negeri Sukadana, Pengadilan Negeri Serang, Pengadilan Negeri Indramayu, Pengadilan Negeri Pemalang, dan Pengadilan Negeri Malang. Di setiap pengadilan, korban TPPO menghadapi berbagai masalah, seperti interogasi yang mengintimidasi, penyitaan ponsel, dan tidak memiliki akses terhadap perkembangan kasus.

Laporan SBMI menemukan bahwa ada satu pola yang sama di kelima pengadilan tersebut, yaitu proses hukum yang abai terhadap prinsip pelindungan korban. Korban TPPO sering kali menghadapi tekanan dan kekerasan dari pelaku, serta tidak mendapatkan perlindungan yang memadai dari aparat penegak hukum.

Menanggapi laporan tersebut, Maidina Rahmawati, Plt Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), menyebut sistem peradilan pidana dalam kasus TPPO “kacau balau” dan tidak didesain untuk pelindungan korban. Shafira Ayunindya dari International Organization for Migration (IOM) juga menyoroti pentingnya sistem pendampingan yang utuh untuk korban TPPO.

SBMI menyatakan bahwa peluncuran laporan ini bukan akhir, melainkan awal dari konsolidasi nasional untuk menata ulang cara negara menangani TPPO. Mereka menolak diam ketika hukum dipakai untuk menakut-nakuti korban dan menuntut perubahan nyata dalam sistem peradilan pidana.

SBMI juga mendorong Revisi KUHAP yang mengatur secara rinci terkait adanya pengaturan menyeluruh terhadap hak korban dan pendamping serta dana bantuan korban. Struktur Gugus Tugas TPPO harus segera dirombak dengan melibatkan masyarakat sipil secara bermakna, termasuk mengakomodir lembaga pemerintah independen seperti Komnas HAM dan Komnas Perempuan.

Dengan demikian, SBMI berharap dapat menciptakan sistem peradilan pidana yang lebih adil dan melindungi hak-hak korban TPPO. (lil).

Baca Juga:

  • Sidang TPPO: Fakta Penting Terungkap dari Keterangan Saksi Ahli
  • Kasus Dugaan TPPO di PN Malang: Saksi Ahli dan Saksi Disnaker Jatim Ungkap Dugaan Pelanggaran
  • Kasus TPPO di Malang: SBMI Soroti Eksploitasi Terselubung
  • Sidang Dugaan TPPO CPMI di PN Malang Ditunda, Saksi Belum Bisa Hadir