Membelajarkan Diri Bersama Anak

Oleh: Suparto Wijoyo

KINI anak-anak sedang sibuk belajar melalui jaringan digital yang secara kasat mata bikin gatal para orang tua yang lebih hendak mengajak anak ke lembah kealaman. Kesulitan ekonomi, gangguan jaringan dan kondisi wilayah yang tidak seluruhnya menikmati kemakmuran atas nama modernisme ini. Pandemi Covid-19 akhirnya memaksa banyak orang untuk selanjutnya menerima ikhlas bahwa belajar terbaik adalah dengan internet selaksa penyambung ungkapan tol langit. Mengyiapkan kecepatan belajar anak menjadi pilihan dan soal anak ini justru sekarang baru saya tulis, nyaris akhir bulan Juli 2020 untuk SurabayaPost.Id

Bagi saya setiap hari adalah hari buat anak, kita hadir jua untuk berharkat bagi anak. Setiap saat bersenyawa dengan anak. Sedemikianlah keriuhannya yang harus dijelajahkan agar tidak pernah ada jeda waktu tanpa memberikan perbatian kepada anak. Dipilihlah jargon yang katanya boleh beda tetapi nadanya sehaluan bahwa anak Indonesia tetap bahagia di rumah. Begitulah sekelabatan artian Peringatan Hari Anak 23 Juli 2020 untuk menemani anak-anak yang jenuh di rumah. Mereka sibuk belajar, kelihatannya, tetapi saya tulis ini sekali lagi sekadar belajar menggunakan jaringan maya, bukan pendidikan karena yang mengedepan adalah dol-tinuku pengetahuan, bukan hakikat ilmu yang memuliakan akhlak anak-anak.

Tetapi apa yang ada ini pastilah tetap menuntun kearifan untul legowo menerima kahanan, apapun jenisnya. Tiada kebatilan dalam setiap realitas keberadaan. Simaklah ngaji anak-anak kampung di langgar-langgar desa itu.
Robbana maa kholaqta haadzaa baathilaa, subhaanaka fa qinaa ‘adzaaban-naar. Penggalan Q.S. Ali-Imran ayat 191 ini sudah sangat dihafal, apalagi dikala bertadarus di rumah selama pandemi Covid-19 ini. Ngaji nderes Kitab saking Gusti merupakan lelaku kerinduan oleh mereka yang mengimani Kita Suci, bukan yang sekadar memajang dalam rak-rak yang tidak terjamah. Ayat itu memberikan peneguhan Allah SWT, Rabb semesta, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. Sebuah doa sekaligus penegasan betapa komunikasi teologis kepada Allah SWT dapat berlangsung sangat egaliter, demokratis hingga tidak perlulah membenturkan Islam dengan sebutan-sebutan yang tidak selayaknya.

Permohonan yang menunjukkan keakraban antara manusia dengan Tuhannya ini dirumuskan oleh Allah SWT sendiri dengan kosa kata Engkau. Kalian sewaktu ngomong dengan para pejabat atau orang yang dihormati, normalnya tidak akan mengengkau-engkaukan dirinya. Akan dipilih terminologi yang merefleksikan kesantunan sosial untuk mempanjeneng-panjenengkan dirinya atau membapak-bapakkan mengibu-ibukan, karena tidak tega mengengkau-engkaukan. Tetapi Allah SWT memberikan panduan tauhid melalui Alquran dengan keramahan spesial, tanpa sekat, sangat dekat sehingga seorang hamba diperkenankan menyebutnya dengan Engkaulah Ya Rabb, yang pastinya menciptakan ini semua tiada kesia-siaan.
Kita dapat belajar dari apapun, termasuk dari selembar daun karing yang jatuh dan memenuhi halaman rumah. Peristiwa ini mengabarkan adanya gravitasi bumi sampai pada kelembutan angin serta keberadaan pepohonan.

Semua itu bersangkut dalam tata kelola hidup karya cipta Tuhan. Membersamai anak di rumah saja memberikan kesempatan selaksan redesain kurikulum kehayatan agar manusia menemukan kontekstualitas dirinya dalam sebuah keluarga. Ramainya tempat-tempat ibadah, dari Langgar-langgar, Surau-surau, Mushollah-mushollah dan Masjid-masjid di kampung-kampung, sekecil apapun di desa-desa maupun di gang-gang sempit perkotaan, kini berubah drastis karena banyak yang jamaah di rumah, sungguh memendarkan terawang tentang arti sesuatu yang tidak sia-sia. Setiap hal adalah membuka ruang madrasah untuk bermesraan dengan Tuhannya, menjatuhcintakan hati kepada Rabbnya sepanjang waktu berbarengan dengan anak-anak kalian.

Betapa indahnya berarti pandemi ini. Inilah tafsir untuk ngedem-ngedem ati, daripada protes atas kinerja lemah penguasa yang kini memilih jalan kompromi dengan covid-19. Saya menyaksi dalam setiap keliling di wulan ini, dengan sepi, ojok ranme-rame, sebab kalau rame-rame melanggar protokol kesehatan bisa disanksi joget segala di Surabaya. Saya menyimak anak-anak yang meramaikan jaringan internet. Ingatan dan imaji mengajak melangkah mundur di zaman old sewaktu kebanyakan kita mengalami sawah ladang, tidak pernah berkhayal soal omong-omongan sambil lihat wajah melalui teleconference. Anak-anak ini meramaikan kaca bening bergambar dalam makna yang sebenarnya. Mereka membuat ramai dengan tingkah dan celotehnya, ngomong sak karepe sewaktu orang tua sedang khusuk menjalin audiens dengan Rabbnya atau guru sedang menerangkan. Ambilah lucunya, jangan soal ketidaksopanannya, bisa bikin mangkel adanya. Anak-anak ini menggelorakan tawa serta cekikikannya tanda betapa bergembiranya meraka menemukan teman, sahabat dan komunitas yang meriah lewat laptop atau hp mbok’e dewe-dewe.

Pandemi tetap bikin jengah tetapi ada yang wajib diuikhtiarkan bersama, yaitu mengakrabkan anak-anak sekampung dengan segala perjanjian yang mereka buat di sela-sela aktivitas sekolah daring. Anak-anak ini menemukan lapangan pertandingannya dan yang menggembirakan adalah bahwa di zaman now ini, tidak ada orang tua yang merasa terusik atas kelakar anak-anak ini di tengah suasana penuh hikmat anak yang khusuk berzoom-zooman. Ini menandakan betapa orang tua menyadari: biarlah hp ini menjadi arena kegembiraan anak-anak tanpa perlu dipageri dengan segala regulasi yang menjadikannya tidak nyaman di sekolah daring. Bersama anak-anak, haqqul yakin, kita dapat belajar dan dari sinilah ada madrasah untuk mendidik bebersamaan. Terhadap hal ini saya teringat kembali karya Abdullah Nashih ‘Ulwan, Tarbiyatul ‘Aulad fil Islam yang memuat hadist riwayat Abu Dawud dan At-Tirmizi: bukanlah dari golongan kami orang yang tidak menyayangi yang kecil dan menghormati yang tua. Tapi ingat juga jangan boleh pegang HP terus-terusan kalau tidak sedang sekolah daring. Ajari menyayangi dengan cara ajak bekerja menata isi rumah biar anak betah dan tidak lari ke ruang-ruang digital semata.

Penulis adalah :

Koordinator Magister Sains Hukum dan Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.