Penjual Obat Covid-19 Oplosan Dituntut 1 Tahun 6 Bulan

Jaksa penuntut umum terhadap empat terdakwa dalam kasus dugaan jual obat covid oplosan
Jaksa penuntut umum terhadap empat terdakwa dalam kasus dugaan jual obat covid oplosan

SURABAYA (SurabayaPost.id) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jatim menuntut hukuman penjara 1 tahun 6 bulan kepada terdakwa Eric Angga, Shaylla Novita Sari Amd dan Muchamad Wahyudi. Mereka dinilai bersalah telah menjual obat oplosan merk Acterma untuk penderita covid-19.

Ketiganya juga diwajibkan membayar denda Rp 5 juta atau subsider 2 bulan penjara karena dinilai terbukti melanggar UU Kesehatan.

“Kepada majelis hakim yang memeriksa perkara ini (supaya) menjatuhkan pidana kepada masing-masing terdakwa dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 6 bulan penjara,” ujar Jaksa Rakhmad Hari Basuki, di ruang sidang PN Surabaya, Senin (18/04/2022).

Sementara untuk terdakwa Rony Harly yang mestinya adalah pembeli obat Actemra, juga dituntut 1 tahun penjara.

Menyikapi tuntutan tersebut, majelis hakim memberikan kesempatan pada para terdakwa supaya mengajukan pembelaan pada agenda sidang pekan depan.

Eric Angga menjadi perantara penjualan obat Actemra untuk mengobati Covid-19. Dia berhasil mendapatkan obat itu dari perawat Shaylla Novita Sari seharga Rp 40 juta.

Obat yang diambil dari sebuah rumah sakit (RS) swasta di Surabaya Barat itu lantas dijual kepada temannya, Rony Harly, seharga Rp 80 juta. Namun, obat tersebut ternyata sudah dioplos.

Jaksa penuntut umum Rakhmad Hari Basuki dalam dakwaannya menyatakan, Eric awalnya menanyakan obat itu kepada M. Wahyudi di tempat pencucian mobil. Eric mendengar bahwa istri Wahyudi, Shaylla, bekerja sebagai perawat di RS. Eric lantas menelepon Shaylla untuk menanyakan obat itu. Alasannya, temannya sedang di ICU RS RKZ karena Covid dan membutuhkan obat tersebut.

“Dalam pembicaraan tersebut, Shaylla mengatakan, posisi obat Actemra ada di RS dan masih tersegel. Belum masuk ke pasien,” ujar jaksa Hari dalam dakwaannya di Pengadilan Negeri Surabaya.

Namun, obat itu ternyata sisa pasien lain yang sudah meninggal. Obat tersebut dioplos dengan cairan lain oleh bagian farmasi agar botolnya terlihat penuh. Shaylla menjualnya Rp 40 juta. Eric langsung mentransfer uang pembayaran ke rekening perawat tersebut.

Eric kemudian menemui Shaylla di SPBU Jalan Mayjen HR Muhammad untuk mengambil obat pesanannya pada 24 Juli 2021. Obat itu lantas dijual kepada temannya, Rony, seharga Rp 80 juta.

”Terdakwa Eric mendapatkan keuntungan dari penjualan tersebut,” ucapnya.

Kemudian pada 3 Agustus 2021, Rony berniat mengembalikan obat yang dibelinya tersebut. Obat itu diketahui tidak bisa digunakan karena pihak rumah sakit menolaknya. ”Obat Actemra sudah dioplos dan tidak memenuhi standar atau pelayanan, keamanan, khasiat, dan mutu,” tuturnya.

Eric menghubungi Rony dengan Shaylla dan Wahyudi. Namun, pasangan suami istri tersebut menolak mengembalikan uang yang sudah diterimanya. Alasannya, obat itu sudah dibawa Rony beberapa hari.

Jaksa Hari mendakwa Eric dengan pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Shaylla, Wahyudi, dan Rony juga menjadi terdakwa dalam perkara tersebut secara terpisah.@ (Jun)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.