Praperadilan Direksi PT HAI, Ahli Pertegas Dokumen Copy Dapat Dijadikan Alat Bukti

Persidangan gugatan praperadilan antara Direksi PT HAI Lawan Polrestabes Surabaya/Foto: Junaedi (SurabayaPost.id)

SURABAYA (SurabayaPost.id) – Barang bukti foto copy dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah apabila dapat ditunjukkan dokumen pembanding atau dokumen aslinya, dan dikuatkan oleh saksi-saksi atau alat bukti lainnya berupa pengakuan.

Penegasan itu dinyatakan Profesor Sadjijono sewaktu ia dijadikan saksi ahli dalam sidang praperadilan antara Irwan Tanaya dan Benny Soewenda melawan Polrestabes, di Pengadilan Negeri Surabaya.

Irwan dan Beny saat ini statusnya telah ditetapkan sebagai tersangka atas laporan Richard Sutanto, Komisaris PT (HAI) Hobi Abadi Internasional. Tersangka Irwan dan Beny, dilaporkan atas kasus dugaan penggelapan dalam jabatan dan juga dugaan memberikan keterangan palsu dalam akte otentik.

Selain itu, kedua tersangka juga dilaporkan atas dugaan memberikan keterangan palsu dalam akte otentik.

Ahli pidana dari fakultas hukum Universitas Bhayangkara Sadjijono dalam persidangan mengutip putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 112 tahun 1998.

“Karena itu, dalam Putusan MA Nomor 112 tahun 1998 dalam amar putusannya menegaskan bahwa fotocopy surat tanpa disertai dokumen aslinya dan tanpa dikuatkan keterangan saksi dan alat bukti lainnya, tidak dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah dalam persidangan di pengadilan,” ungkapnya di ruang sidang Candra PN Surabaya, Selasa (31/8/2021).

Ahli juga menjelaskan, penetapan seseorang sebagai tersangka hanya sebatas memenuhi syarat formil. Diantaranya memiliki dua alat bukti yang cukup sesuai dengan ketentuan pasal 184 ayat (1) KUHAP.

“Apabila dua alat bukti itu sudah terpenuhi, maka dapat langsung dijadikan tersangka,” jelas ahli.

Di kesempatan yang sama, Ricard Sutanto, selaku pihak pelapor dalam perkara ini membenarkan bahwa dia  melaporkan Irwan Tanaya dan Benny Soewenda ke polisi. Itu setelah ia mendapat penolakan oleh Bank NISP sewaktu meminta laporan keuangan perusahaannya.

Statusnya sebagai komisaris perusahaan didongkel melalui RUPS yang digelar oleh para tersangka.

“Pihak Bank menyatakan bahwa saya sudah bukan komisaris PT Hobi lagi. Dari bukti foto copy Akte Notaris RUPS yang diberi Bank saya melaporkan keduanya,” ungkap Richard.

Dalam persidangan, saksi Ricard juga menyatakan bahwa dia tidak diberitahu sewaktu para tersangka menggelar RUPS di Hotel Maxone, Dharmahusada.

Buntut dari RUPS itu tersebut dikatakan Richard menyebabkan kerugian dipihaknya, salah satunya adalah hutang perusahaan padanya yang tidak diakui. Selain itu, beberapa aset perusahaan dijual tanpa sepengetahuan Richard.

“Saya sangat menyesalkan tindakan mereka yang seperti itu, mereka kan sudah punya nomor telepon atau WA saya, apalagi antara Irwan Tanaya dengan saya kan masih sepupu. Mereka itu sudah 27 tahun mengenal saya, rumah dan tempat tinggal saya juga mereka ketahui,” ungkap Ricard kesal.

Dihadapan hakim tunggal Yohanis Hehamony, saksi Ricard memaparkan melaporkan para tersangka atas kasus penggelapan dalam jabatan, pasal 374 KUHP.

“Kalau tidak salah laporannya di bulan Oktober,” kata dia.

Sempat terjadi perdebatan antara saksi Ricard, Bidkum Polrestabes Surabaya dengan tim penasehat hukum Irwan Tanaya dan Benny Soewenda terkait kenapa Ricard lebih mempidanakan Irwan dan Benny dibanding melayangkan gugatan perdata.

Menengahi perdebatan tersebut, hakim tunggal Yohanis Hehamony menyatakan bahwa setiap orang mempunyai kehendak bebas  menentukan pilihan. 

Diketahui dalam perkara ini, Irwan Tanaya dan Benny Soewenda mengajukan gugatan praperadilan perihal penetapan tersangka pada keduanya. Selain LP Penggelapan dalam Jabatan, Kedua direksi itu juga dilaporkan atas dugaan memberikan keterangan palsu dalam akte otentik. Bukti berupa akte RUPS juga telah dilegalisir oleh instansi yang berwenang.  (Jun)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.