Sekolah Dibuka Lagi, BPKN RI Ingatkan Masih Banyak Anak Belum Divaksin

JAKARTA (SurabayaPost.id) – Kegiatan pembelajaran tatap muka (PTM) secara serempak akan dimulai pada awal September ini. Menurut rencana, PTM itu diterapkan secara serempak, dilakukan maksimal dua kali satu minggu yang  kurun setiap harinya hanya dua jam.

Meski ada pembatasan, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI menaruh perhatian yang besar terhadap PTM itu. Alasannya karena masih banyak anak yang belum mendapat vaksinasi. 

Wakil Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN RI, Dr. Firman Turmantara Endipraja, S.H., S.Sos., M.Hum mengatakan, bisa saja PTM dilakukan, akan tetapi lebih baik dikaji lebih dalam lagi.

 “Jangan terlalu terburu buru. Banyak yang harus jadi bahan pertimbangan dan dipertaruhkan bila memang harus menerapkan PTM dalam waktu dekat,” katanya.

Menurut Firman, jika memang hanya berdasarkan level PPKM yang turun, dikhawatirkan ini akan menjadi boomerang bagi keselamatan jiwa setiap individu terutama anak-anak. 

“Namun ini memang keputusan yang sulit, karena di sisi lain hal ini dilakukan untuk menekan resiko learning loss dan tetap menjaga kualitas pembelajaran anak Indonesia,” ujarnya.

Seperti yang sudah diketahui bahwa learning loss terjadi saat situasi peserta didik kehilangan pengetahuan dan keterampilan, dan hal ini umumnya terjadi saat pembelajaran jarak jauh (PJJ). 

Memang ini merupakan dilema dalam dunia pendidikan, namun menurutnya yang terpenting anak-anak bisa selamat, karena seperti yang sudah kita ketahui bahwa sekolah kerap menjadi klaster Covid-19. 

Dr. Renti Maharaini Kerti selaku anggota Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN RI juga mengatakan jika memang harus diadakan PTM dalam waktu dekat banyak yang harus dipertimbangkan. 

Itu qntara lain, harus ada surat persetujuan dari orang tua murid terlebih dahulu. Untuk siswa SMP – SMA diprioritaskan untuk vaksin terlebih dahulu sebelum proses PTM berjalan.

 “Sementara anak yang belum mendapat vaksin, khususnya di bawah usia 12 tahun, harus diperhitungkan apakah lebih banyak manfaat atau mudharatnya bila harus mengikuti PTM,” harap Renti. 

Kebijakan untuk dibuka kembali sekolah-sekolah, mulai dari TK, SD, SMP, SMA sampai tingkat Perguruan Tinggi perlu pertimbangan yang matang, mengingat pandemi Covid-19 masih belum bisa dipastikan kapan benar-benar berakhir. 

Disamping itu, untuk wilayah DKI Jakarta tingkat vaksin belum mencapai angka herd immunity, karena vaksin untuk anak-anak usia dibawah 12 tahun belum sepenuhnya semua divaksin. Artinya hampir sebagian besar anak-anak usia 12 tahun kebawah belum divaksin, dan ini perlu diperhatikan dan dipertimbangkan jika PTM khususnya untuk jenjang pendidikan SD akan dilaksanakan, tambahnya.

Senada dengan hal tersebut, Firman juga menuturkan bahwa jika memang PTM diterapkan, maka penerapan prokesnya harus benar-benar ketat. Tidak ada lagi kelonggaran dalam prokes. Karena yang ditakutkan adalah adanya klaster Covid-19 di sekolah-sekolah yang menerapkan PTM. Karena menurut data dari Wamenkes kasus konfirmasi positif Covid-19 pada anak naik sebesar 2%. Pada awal Juli kasus Covid-19 pada anak masih 13%, namun kini menjadi 15%.

“Anak-anak yang beraktivitas saat PTM tak hanya beresiko terpapar Covid-19 namun juga berpotensi menjadi sumber penularan Covid-19 bagi lingkungan keluarganya. Dan jangan lupa bahwa menurut data UNICEF, angka kematian anak di Indonesia akibat Covid-19 lebih tinggi tiga kali lipat dibandingkan angka global,” tegasnya.

Firman juga mengingatkan bahwa panduan SKB 4 menteri harus betul-betul diterapkan untuk pertimbangan pelaksanaan PTM, dan sekolah yang dapat menerapkan PTM adalah yang telah lolos assessment daftar checklist prokes, tutup Firman.

“Yang tidak kalah pentingnya adalah, diakomodirnya aspirasi orangtua murid dan pihak guru/pendidik itu sendiri mengenai pemberlakukan PTM ini.” (@ji) 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.