MALANG (SurabayaPost.id) – Sengketa rumah dinas ternyata tak hanya terjadi di kalangan keluarga tentara. Namun juga menimpa keluarga dokter seperti di RSSA Malang.
Polemik sebuah rumah dinas yang sempat ditempati oleh mantan dokter spesialis kandungan Rumah Sakit Umum Daerah dr Saiful Anwar (RSSA) Malang yakni dr Asriningrum Hananiel di Jalan Simpang Ijen Nomor 8, Kecamatan Klojen, Kota Malang mulai tanggal 1 Januari 1963 hingga saat ini terus berlanjut.
Rumah dinas tersebut saat ini ditempati oleh anak menantu yakni Kanthi Pujirahayu (53) dan Yosia Abdi Wicaksono Hananiel (32). Selama ditempati sejak tanggal 1 Januari 1963 hingga tahun 2021 tidak pernah terjadi gangguan dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Namun, memasuki Bulan Mei 2021 kedua pihak tersebut sempat didatangi oleh seseorang yang mengaku pegawai Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jawa Timur. Di mana kedatangan orang tersebut meminta kepada kedua pihak agar segera mengosongkan rumah dinas tersebut tanpa adanya surat perintah pengosongan atau pengamanan aset.
Kemudian, keduanya meminta bantuan pendampingan hukum ke Pusat Bantuan Hukum (PBH) PERADI Malang. Melalui kuasa hukumnya, keduanya melakukan gugatan kepada beberapa instansi pemerintah yang berkaitan dengan aset rumah dinas ini.
Di antaranya, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur sebagai tergugat satu, RSSA Malang sebagai tergugat dua, Pemerintah Provinsi Jawa Timur Cq Gubernur Jawa Timur sebagai tergugat tiga dan Kantor Pertanahan (ATR/BPN) Kota Malang sebagai turut tergugat.
Ketua PBH PERADI Malang, Husain Tarang SH menjelaskan, alasan dilakukannya gugatan kepada beberapa instansi pemerintah tersebut dikarenakan telah terjadi dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh oknum pegawai dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
“Jadi perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh oknum pejabat, dia tidak bisa menunjukkan surat perintah untuk mengamankan aset, katanya demi undang-undang,” ungkap Husain Tarang SH didampingi Husni Thamrin SH berserta tim advokat PBH serta dua orang penggugat saat memberikan keterangan kepada wartawan, Jumat (18/2/2022).
Pihaknya mengungkapkan bahwa sepeninggal dr Asriningrum Hananiel pada 12 November 1982, suami dan ayah dari para penggugat yakni Nugroho Sutrisno Putro menjadi ahli waris tunggal dari dr Asriningrum Hananiel. Kemudian mereka bertiga menempati rumah dinas tersebut.
Di mana segala pembayaran tagihan seperti Pajak Bumi Bangunan (PBB) Tahunan, PLN dan PDAM, serta perawatan rumah dilakukan oleh para penggugat. Untuk PBB Tahunan sekitar Rp 3 juta hingga saat ini masih dibayar oleh pihak penggugat dan di dalam bukti pembayaran PBB Tahunan bangunan rumah dinas di Jalan Simpang Ijen Nomor 8 tersebut tertera nama Nugroho Sutrisno Putro yang notabene suami dan ayah dari penggugat.
Lalu, kata dia, pada 27 Desember 1999 Sutrisno meninggal dunia dan penempatan rumah dinas di Jalan Simpang Ijen Nomor 8 tersebut dilanjutkan oleh para penggugat hingga saat ini. Setidaknya sudah 59 tahun keluarga dan keturunan dr Asriningrum Hananiel menempati rumah dinas tersebut.
Husain menuturkan, terkait bukti kepemilikan aset rumah dinas tersebut, kliennya menunjukkan bukti pembayaran tagihan PBB Tahunan yang masih tertera atas nama Nugroho Sutrisno Putro.
“Sementara (bukti kepemilikan) dari PBB Tahunan yang dibayar masih atas nama kita, kemudian tagihan listrik, air kita yang nanggung,” lanjut dia.
Selain itu, pihaknya juga menyampaikan bahwa kliennya bersama keluarganya terdahulu telah menempati rumah di Jalan Simpang Ijen Nomor 8 tersebut lebih dari 20 tahun. Sejak tahun 2016, pihak penggugat juga telah melakukan upaya pengajuan pengelolaan rumah dinas tersebut menjadi sertifikat hak milik (SHM).
Menurutnya, jika mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah aset tersebut bisa diajukan menjadi sertifikat hak milik secara sporadik.
“Artinya apabila kita sudah menempati lebih dari 20 tahun terus-menerus tanpa ada gangguan, maka kita dapat mengajukan sertifikat hak milik secara sporadik, hanya itu saja dasarnya,” terang Husain bersama Husni Thamrin.
Lebih lanjut, pihaknya juga mengajukan tuntutan ganti rugi imaterial sebesar Rp 2,5 miliar yang disebabkan oleh adanya gangguan dari oknum pegawai Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur bermaksud meminta pengosongan rumah dinas di Jalan Simpang Ijen Nomor 8, tanpa adanya surat perintah pengosongan atau pengamanan aset.
Husain menuturkan, pada hari Kamis (10/2/2022) telah dilakukan agenda pembacaan gugatan. Kemudian seharusnya pada hari Kamis (17/2/2022) dilakukan agenda pembacaan jawaban gugatan. Namun, pihak tergugat mengajukan pemunduran jadwal pembacaan jawaban gugatan dikarenakan masih melengkapi berkas yang ada.
Sementara itu, pihak tergugat RSSA Malang, sebelumnya telah menggandeng Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang sebagai Jaksa Pengacara Negara (JPN). Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Malang Zuhandi, SH, MH, mengatakan jika rumah dinas di Jalan Simpang Ijen Nomor 8 merupakan aset dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Pihak Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Dinas Kesehatan meminta kepada ahli waris untuk melakukan pengosongan rumah dinas tersebut.
“Tapi ahli warisnya tidak bersedia meninggalkan rumah yang dia tempati, kemudian dia mengajukan gugatan ke pengadilan terhadap penempatan rumah tersebut dan meminta ganti rugi sebesar Rp 2,5 miliar,” ujar Zuhandi kala itu didampingi dua jaksa pengacara negara, yakni Fauzan dan Wisnu Nugroho.
Menurutnya, rumah tersebut merupakan rumah dinas yang dapat ditinggali oleh pihak bersangkutan, dalam hal ini dokter spesialis kandungan dr Asriningrum Hananiel. Ketika yang bersangkutan sudah pensiun, maka kepada keluarga atau ahli waris wajib menyerahkan kembali pengelolaan atas aset rumah dinas tersebut kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
“Jadi, tidak ada kewajiban bagi negara membayar ganti rugi sebagaimana yang dimintakan penggugat, hak dia menempati sebenarnya ya memang tidak ada,” pungkasnya. (lil)
Leave a Reply