Soroti Kredit Macet, JCW Pertanyakan Kejari Sidoarjo Gampang Terbitkan SP3

Sigit Imam Basuki, Ketua Umum Java Corruption Watch (JCW) saat mendatangi Kejaksaan Negeri Sidoarjo (Foto: dok JCW)
Sigit Imam Basuki, Ketua Umum Java Corruption Watch (JCW) saat mendatangi Kejaksaan Negeri Sidoarjo (Foto: dok JCW)

SIDOARJO – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sidoarjo, Jawa Timur menerbitkan Surat perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas dugaan kasus korupsi kredit PT Bank Tabungan Negara (BTN) (Persero) Tbk terkait refinancing kredit kepada PT Blauran Cahaya Mulia (BCM) senilai Rp 200 miliar.

Ketua Umum Java Corruption Watch (JCW) Sigit Imam Basuki mempertanyakan Kejari Sidoarjo yang gampang menerbitkan SP3 atas kasus tersebut. Kasus ini lanjut Sigit, tergolong besar yang menyeret nama Direktur PT BCM Trisulowati alias Chin-Chin dan Komisaris Utama, Gunawan Angka Widjadja.

“Publik Sidoarjo tau siapa Chin-Chin, Bos atau pemilik gedung mewah Empire Palace dan suaminya Gunawan Angka Widjadja. Kita awalnya dibuat surprise, Kejari Sidoarjo berhasil mengungkap kasus kredit macet yang nilainya ratusan miliar,”ungkap Sigit Imam Basuki, dikonfirmasi wartawan, Senin, (1/4/ 2024).

Menurut Sigit, awalnya dirinya mengapresiasi langkah Kejari Sidoarjo merilis ke publik kasus dugaan kredit macet sebesar Rp 200 miliar, pada Kamis 21 Juli 2022. Namun endingnya, terbitkan SP3. “Ada apa ini saya kok menduga menciup ada aroma suap dalam terbitnya SP3,”ujarnya.

Sigit mengaku kaget ketika mengetahui kasus kakap yang menyeret nama Direktur PT BCM Trisulowati alias Chin-Chin dan Komisaris Utama, Gunawan Angka Widjadja. Ternyata belakangan diketahui sudah berstatus SP3.
Menurutnya, SP3 yang dikeluarkan Kejari Sidoarjo ini agak aneh. Seharusnya kasus itu masuk dalam penyelidikan jangan dinaikkan ke penyidikan. Artinya apa kalo masih dalam penyelidikan, pengumpulan alat bukti. Jika sudah naik ke penyidikan artinya sudah tinggal menetapkan tersangka.

“Nah ini ketika dinaikkan ke penyidikan dinaikan SP3, ini menjadi aneh gimana kerja profesionalisme Kejari Sidoarjo kita pertanyakan,”tandasnya.

Ia menjelaskan bahwa dalam ketentuan pasal 14 RUU hukum acara pidana, di situ secara tegas disebutkan bahwa penyidik berwenang menghentikan penyidikan karena Nebis in idem; Sudah lewat waktu; tidak ada pengaduan pada tindak pidana aduan; Undang-undang atau pasal yang menjadi dasar tuntutan sudah dicabut atau tidak mempunyai daya berdasarkan putusan pengadilan.

“Ini karena faktor apa tim penyidik menghentikan SP3 kasus 200 miliar. Ingat bank BTN itu plat merah jangan sampai negara dirugikan kembali oleh ulah, oknum-oknum yang mengeruk keuntungan pribadi,”tegas Sigit.

Selaku Ketua Umum JCW, Sigit menegaskan akan mengawal kasus ini hingga ke Jaksa Agung, ST Burhanuddin. Ia berharap Kajagung harus mengetahui apa yang terjadi di daerah, dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, apalagi menyangkut mega korupsi.

Sebagaimana dikabarkan sebelumnya, Kejaksaan Negeri Sidoarjo, mengungkap kasus dugaan korupsi penyalahgunaan pemberian fasilitas kredit investasi refinancing oleh Bank BTN kepada PT Blauran Cahaya Mulya (BCM) tahun 2014 sebesar Rp 200 Miliar.

Kajari Sidoarjo, Akhmad Muhdhor menegaskan, kasus dugaan korupsi yang ditangani tersebut sudah masuk tahap penyidikan. “Sudah naik dari penyelidikan ke penyidikan,” ucapnya (Kamis 21 Juli 2022).

Muhdhor menjelaskan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit investasi refinancing oleh Bank BTN kepada PT Blauran Cahaya Mulya (BCM) tahun 2014 sebesar Rp 200 Miliar diduga ada penyalahgunaan dalam pemberian kredit. “Dugaan pemberian kredit tidak sesuai ketentuan.

Kredit seharusnya digunakan investasi, ternyata dalam proses penggunaannya untuk yang lain. Kegiatan pokoknya dalam pengajuan kredit telah selesai kegiatannya, diajukan kreditnya berarti kreditnya untuk apa. Ini yang masih kita dalami,” jelasnya.

Penyalahgunaan pemberian fasilitas kredit investasi refinancing oleh Bank BTN kepada PT Blauran Cahaya Mulya (BCM) tahun 2014 sebesar Rp 200 Miliar saat ini masih penyidikan umum. “Masih penyidikan umum,” pungkasnya saat itu. (*)