Kilas Balik Kampung Warna Warni Jodipan, Murni Inisiatif Mahasiswa UMM

Kampung warna warni, Jodipan Kota Malang, Jawa Timur. (istimewa)
Kampung warna warni, Jodipan Kota Malang, Jawa Timur. (istimewa)

MALANGKOTA (SurabayaPost.id) – Kawasan Kampung Warna Warni Jodipan yang dahulu terkesan kumuh, kini telah menjelma menjadi salah satu ikon wisata di Kota Malang. Bahkan, menjadi cikal bakal berdirinya 22 kampung tematik lain di Kota Malang.

Terbentuknya kampung wisata ini tak lepas dari peran mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Bermula dari tugas praktikum kuliah, 8 mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi UMM membentuk tim GuysPro.

Berangkat dari isu lingkungan, mereka menggagas gerakan perubahan gaya hidup sehat di kawasan permukiman yang terletak di tepi Sungai Brantas tersebut. Sebab, tempat ini dahulu terkesan kumuh lantaran banyak tumpukan sampah yang tak terangkut.

“Dulu, kami melihat kondisi kampung ini kesannya kumuh dan ada kebiasaan membuang sampah di sungai. Akhirnya kami ingin mengubah kebiasaan itu,” kata Salis Fitria, salah seorang mahasiswa penggagas Kampung Warna Warni Jodipan.

Setelah melakukan pendekatan dengan masyarakat setempat dan memaparkan tujuannya, akhirnya proses pengecatan rumah warga bersama komunitas mural digencarkan melalui CSR dari PT Indana, perusahaan cat lokal Malang pada Mei 2016.

Meski proses pengecatan belum selesai total, keindahan warna dan mural di setiap sudut kampung ini menarik perhatian publik. Bahkan menjadi viral di media sosial hingga banyak dikunjungi wisatawan.

Situasi itu kemudian mengejutkan tim mahasiswa UMM. Pasalnya, gerakan ini tak dibentuk untuk menjadikan kampung wisata. Gerakan dan ide kreatif 8 mahasiswa UMM itu menjadikan kawasan ini justru menjadi destinasi wisata dan perhatian publik nasional bahkan internasional.

“Banyak sekali yang memberikan perhatian, media lokal, nasional dan internasional. Kami juga sempat diundang Kick Andy, lalu media dari Jepang pernah datang. Waktu itu saya yang diwawancara,” ujar Salis.

Menurutnya, saat itu pemerintah tak banyak memberikan perhatian atas gerakan para mahasiswa yang mayoritas dari luar kota itu. Pemerintah Kota Malang saat itu justru tau dari salah satu kepala daerah lain dalam acara APEKSI hingga akhirnya ikut meresmikan Kampung Warna Warni Jodipan pada September 2017 bersama Rektor UMM Prof Fauzan.

Berjalannya waktu, kampung wisata tematik lainnya bermunculan. Dinas Kepemudaan, Olahraga dan Pariwisata (Disporapar) Kota Malang mencatat saat ini ada 23 kampung tematik di Kota Malang.

Kini, dalam proses Pilkada Kota Malang 2024, Kampung Warna Warni Jodipan kerap menjadi topik perbincangan hangat. Bahkan, diklaim sebagai legacy salah satu calon Wali Kota Malang.

“Saya juga gak tahu kenapa itu diklaim. Seolah dari inisiasi satu orang saja, padahal kami ingat betul prosesnya. Kami ada semua dokumentasinya. Jadi belum ada peran pemerintah di awal dulu,” ungkapnya.

Terpisah, Dosen pembimbing 8 mahasiswa UMM penggagas Kampung Warna Warni Jodipan, Jamroji, M.Comms mengungkapkan bahwa saat itu usaha mahasiswanya untuk mencari SCR dari PT Indana tidak berjalan dengan mudah.

“Mereka 4 kali ditolak, di pertemuan kelima diterima dan diminta presentasi oleh PT Indana. Akhirnya program CSR di Jodipan itu terlaksana,” ujarnya.

Menurutnya, Pemerintah Kota Malang saat itu memang tak begitu memberikan perhatian pada gerakan yang dilakukan 8 mahasiswa UMM tersebut.

“Setelah viral dan dikenal banyak orang, pemkot juga belum memberi perhatian. Bahkan setahu saya, mereka baru tau ada Kampung Warna Warni itu dari Wali Kota Bandung yang saat itu Ridwan Kamil ketika di acara APEKSI,” bebernya.

Kini, Jamroji mengaku heran dengan adanya pihak pihak yang mengklaim menginisiasi Kampung Warna Warni Jodipan. Padahal, pihak pemerintah saat itu juga sempat menegur UMM dan melarang adanya penarikan tiket pengunjung oleh warga setempat.

“Jujur ketika kampung ini sekarang menjadi bahan kampanye, gak papa mengakui, tapi jangan meniadakan orang orang yang punya ide didalamnya,” kata dia.

“Tentu kami kecewa, ini kan bisa menjadi hal positif jika mereka menjadikan ini untuk menghargai pemuda. Tapi justru mengklaim, itu justru negatif jadinya,” tandasnya. (**)