Temani “Balita” Perusahaan Kita (3)

Warna dan karakter anak kita sangat ditentukan cara pengasuhan orangtua. Tapi kalau anak kita titipkan “tangan lain” jangan kaget kalau juga tumbuh tanaman nilai-nilai lain yang kita tidak ikut menanamnya.

Banyak orangtua modern, pekerja profesional, ASN, wanita karier yang menitipkan anaknya di TPA (Tempat Penitipan Anak) sejak usia 2 tahun. Bahkan ada yang sejak 1 tahun hingga usia sekolah.

Boleh jadi langkah itu betul dibandingkan dengan anak kita dijaga pembantu di rumah. Dari sudut pandang apapun TPA adalah tempat lebih ideal, dengan penanganan profesional.

Yang menjadi masalah, karakter anak kita pasti tidak 100 % “produk kita”. Ada campuran produk pengasuh di TPA. Artinya, kita sudah rela berbagi menghiasi coretan warna-warni karakter anak kita dengan warna orang lain.

Jadi jangan kaget kalau tiba-tiba anak kita punya perilaku yang berbeda dengan garis ayah ibunya. Terutama dalam merespon suatu masalah, karena 5 sd 8 jam anak kita “ditanami” bibit lain selain dari ayah ibunya. Adalah hebat kalau yang ditanam bibitnya lebih baik karena sikap pengasuh TPA, tapi jangan kaget kalau sebaliknya.

Demikian juga perusahaan “balita” kita. Kalau ingin menjadi perusahaan berkarakter, kuat dan mandiri, tangan dingin owner harus langsung menyentuh.

Apakah perusahaan kita akan sehat, siap ditempa angin dan topan, sangat ditentukan oleh goresan budaya perusahaan yang dibentuk.

Maka adalah kesalahan besar, seseorang baru mendirikan perusahaan kemudian menyerahkan sepenuhnya “bayi perusahaan” itu pada Direktur yang ia angkat. Ini parah, karena bukan hanya dititipkan seperti bayi pada TPA, tapi malah “diserahkan” orang.

Karena kesibukannya, kemudian perusahaan itu diawasi dari jauh (kantor) dan diserahkan pada sosok profesional yang ia bayar mahal, itu saja langkah salah, bak anak yang dititipkan di TPA, apalagi dipasrahkan penuh ke orang lain. Pasti karakter perusahannya belum tentu sejalan dengan owner.

Narasi ini bisa saja dibantah, bahwa beda mengasuh anak balita dengan mendirikan perusahaan baru karena ada konsep standarisasi, SOP dan manajemen transparansi. Tapi mereka lupa konsep itu tanpa ruh, tanpa nyawa. Tugas ownerlah yang membikin hidup sebuah perusahaan.

Kalau narasi ini dibantah, Choirul Tanjung,
seorang pengusaha sukses tidak perlu mengkader sejak kecil Putri Tanjung dengan didikan yang cukup ‘keras’ dari orangtuanya.

Meski lahir dari keluarga kaya raya, Putri Tanjung hanya mendapat uang jajan setengah dari uang jajan teman-temannya.

“Bokap itu didik gue keras dalam arti disiplin. Kayak gue waktu kecil dikasih uang jajan selalu setengah dari uang jajan temen-temen gue,” pungkas Putri dalam sebuah wawacara.

Dengan predikat sebagai orang terkaya di dunia, mungkin banyak yang membayangkan bahwa Bill Gates memberikan segudang gadget pada anak-anaknya. Apalagi, dia adalah salah satu tokoh yang paling dikenal di dunia teknologi.

Tapi ternyata tidak demikian. Pendiri raksasa software Microsoft ini justru tak membolehkan ketiga anaknya memiliki ponsel sendiri sebelum berumur 14 tahun, meskipun mereka mengeluh bahwa anak-anak lain sudah punya perangkat tersebut.

Ini adalah sikap. Ini adalah cara mengkader penerus perusahaanya. Sebuah cara tegas dan tega, demi masa depan anak-anaknya sendiri.

Sehingga baik Choirul Tanjung maupun Bil Gates sedang menyiapkan penerus usahanya. Dan tidak akan pernah punya pikiran anaknya tinggal menikmati usaha ayahnya, dan dia serahkan (titipkan) bisnisnya ke orang lain.

Apalagi kita usahawan pemula. Lakukan langkah dengan keringat, kerja keras, melintasi ribuan rintangan, puluhan masalah yang harua kita hadapi. Dan terjunlah langsung dimedan pekerjaan.

Tapi yakini, keringat dan langkah kaki itulah yang akan melaporkan padaNya, sehingga ikhtiar kita diberi jalan kemudahan. ***

Bersambung

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.