PESAN UNTUK “SEGITIGA BERMUDA” SURABAYA RAYA

Suparto Wijoyo adalah Wakil Direktur III Sekolah Pascasarjana, Universitas Airlangga dan Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup MUI Jawa Timur

INI bukan soal misteri sebuah teritori Segitiga Bermuda. Suatu wilayah segitiga yang membentang dari Florida, Puerto Rico, dan Bermuda. Lokasi di bagian barat Samudra Atlantik Utara itu direkam berabad lamanya dalam jejak penuh sangka. Berpuluh pesawat, kapal laut dan ribuan orang selama ratusan tahun ini menjadi tumbal yang melegenda. Segitiga Bermuda adalah areal peradaban yang menyajikan ragam kisah yang tidak utuh untuk dibaca. Justru itulah Segitiga Bermuda menawarkan rasa penasaran apa yang hendak diwartakan. Setarikan nafas, imaji itu sejurus dengan angan publik hari ini yang membopong optimisme tiga anak muda yang memimpin Surabaya Raya.

Kepemimpinan Klimatopolis

Saya sendiri telah menjalin komunikasi dan mencoba menggali untuk didedah tentang pikiran dasar kaum muda ini. Dialah Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya, Ahmad Muhdlor Ali Bupati Sidoarjo, dan Fandi Akhmad Yani Bupati Gresik. Mereka inilah yang saya istilahkan sebagai Segitiga Bermuda pemanggul mandat demokrasi Surabaya Raya.

Segitiga Bermuda ini pasti paham bahwa Surabaya Raya tak pernah terlelap. Kawasan ini kian gemerlap dengan kemajuan pembangunan yang tanggap atas masa depannya. Surabaya Raya hadir menyuguhkan dirinya untuk dunia. Konsepsi Smart City telah dilakonkan dan diuji keberlanjutannya. Saya menyaksikan aura yang sumringah dalam menjemput hari depannya. Tetapi itu tidak terlaksana kalau tidak memiliki pemahaman atas basis ekologis yang kuat. Dalam kosmologi perkotaan betapa beragam permasalahan yang harus dientas Segitiga Bermuda. Banjir Kali Lamong, jalanan rusak, sampah yang teronggok, dan pencemaran maupun tata ruang yang menyimpang, membutuhkan hadirnya seorang pemimpin berjiwa iklim yang solutif. Daerah ini memerlukan kepemimpinan (leadership) yang mengerti sikon alamnya. Surabaya Raya mutlak dikonstruksi menurut rambu-rambu iklimnya. Berarti iklim dapat menjadi pijakan dalam merencanakan pembangunan di setiap jengkal titik koordinat kawasannya. Sehubungan dengan hal itu, Matthew W. Kahn (2010) telah mempublikasikan konsepsinya dalam membangun kota yang bersandarkan pada pemaknaan Climatopolis.

Berbagai pustaka menunjukkan bahwa mengkonstruksi wilayah sesuai dengan kondisi iklim merupakan opsi utama yang searah dengan pembangunan polis (negara kota) sejak di era Yunani. Pembangunan negara kota ini pada mulanya lahir sebagai wadah ajaran demokrasi, yang kini dikembangkan menjadi tipe ideal tata kelola kota yang partisipatoris dengan pendekatan ekologis. Model pembangunan ini, sekarang lazim dikualifikasi pada rumpun pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan inilah pembangunan yang halal, karena mengintegrasikan secara harmonis antara kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan. Sebuah wilayah yang dibangun dengan mengabaikan kepentingan lingkungan, yakinlah akan terjerumus menuju nekropolitan, yaitu kota kesengsaraan bagi warganya.

Segitiga Bermuda tentulah bijak bahwa mereka tidak akan memproduksi program yang kalau di musim penghujan sibuk membenahi jalan, membangun tanggul, membersihkan gorong-gorong, sementara di musim kemarau sibuk menaman, dan rakor dari kantor ke kantor. Ini namanya gerak pembangunan salah mongso, pembangunan yang cacat secara klimatologis. Betapa banyaknya praktek pembangunan yang terbalik-balik dalam kerangka iklim, sehingga tidak mencapai sasaran.

Saksikanlah bagaimana jalanan rusak yang setiap hari diberitakan tetapi tidak membuat penuntasan karena sibuk diskusi permasalahan hukum pembagian wilayah: jalan kabupaten/kota, jalan provinsi dan jalan nasional. Pembagian penanganan jalan itu positif menurut skala besaran proyeknya, tetapi naif dalam perawatan dan penganggarannya. Berapa banyak orang yang telah celaka akibat jalan rusak, termasuk kematian yang merenggut dengan konsekuensi ekonomi keluarga yang terguncang. Peristiwa ini butuh perhatian komprehensif para pemimpin nasional dan daerah dengan membuat program kerja berbasis klimatologis. Pola perencanaan pembangunan dan penganggaran yang bervisi klimatopolis saatnya direalisir agar pembangunan tidak selalu keliru cuaca. Dan Segitiga Bermuda diniscayakan bisa.

Setialah Kepada Sumbernya

Pada kulminasi pengharapan inilah, Segitiga Bermuda diatributi berwatak pemimpin untuk rakyat Surabaya Raya. Mereka tetap tersandar sebagaimana ungkapan sufistik Jan-Fishan:

Kau bisa mengikuti suatu arus Pastikan bahwa arus itu menuju Samudera Tetapi jangan kacaukan arus dengan Samudera”

Dengan jiwa memimpin (bukan menguasai) dapat terintegrasi segi tiga pertautan antara demokrasi, birokrasi, dan rakyat secara monumental, yang terbaca dalam sistem semesta. Demokrasi merupakan matahari yang memancarkan sinarnya untuk dituang dalam wadah birokrasi yang laksana rembulan untuk dipantulkan kembali guna menerangi rakyat sebagai bumi. Tentu saja bumi (rakyat) harus diolah (bukan dijarah) dengan kelembutan rembulan (birokrasi) yang bertugas memendarkan tanpa henti cahaya matahari (demokrasi), dengan tetap memperhatikan garis edar tata surya yang bertaburan bintang-bintang (sebagai pemandu) yang berupa norma-norma pemerintahan. Hubungan cahaya mencahayai atau pantul memantulkan energi matahari ke rembulan menuju bumi harus dibaca secara siklikal, dan bukan vertikal maupun horisontal agar tidak terjadi penggerhanaan yang dapat menimbulkan keriuhan Surabaya Raya. Disinilah sejatinya tertambat bahwa rakyat yang menyediakan kesuburan bumi (daulatnya) sudah seyogianya ditata kelola rembulan birokrasi yang mendapatkan percikan cahaya (kuasa) melalui mekanisme demokrasi (pencahayaan matahari). Meski dalam skala relativisme dapat dikatakan bahwa rakyat sejatinya adalah sumber dari segala sumber kuasa birokrasi yang mentrasformasikan daulatnya melalui pilkada. Terhadap hal ini saya teringat ungkapan puitis yang dilansir Proklamator Republik Indonesia: Door de zee op te zoeken, is de rivier trouw aan haar bron. Dengan mengalirnya ke lautan, sungai setia kepada sumbernya. Segitiga Bermuda setialah pada sumber kuasa yang mendaulatkan rakyat dengan melayani sepenuh hati. Inilah pesan untukmu.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.