SURABAYA (surabayapost.id) – Untuk memperingati hari jadinya ke-5, Kelompok Kerja Wartawan Hukum (Pokja Wankum) menggelar seminar jurnalistik bertemakan Journalism Is Not Crime-Hoax Vs UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) di Empire Palace, Surabaya, Jumat (14/12/2018). Seminar ini digelar untuk mengkaji lebih dalam manfaat dan dampaknya terhadap produk jurnalistik.
“Seminar jurnalistik ini digelar dalam rangka ulang tahun Wankum ke-5. Pada 2 November kemarin kami telah berbagi dengan anak-anak penderita kanker, dan dilanjutkan hari ini dengan menggelar seminar jurnalistik,” ujar Nyucik Asis, Ketua Pokja Wankum
Seminar jurnalistik bertema Journalism Is Not Crime-Hoax Vs UU ITE ini digelar untuk memberikan wawasan para jurnalis tentang pengaruh hoax dalam kehidupan sehari-hari. “Akhir-akhir ini kami sangat miris melihat banyaknya informasi hoax. Jadi melalui seminar ini kami berharap bisa memberikan wawasan yang luas tentang hoax dan UU ITE kepada masyarakat pada umumnya, dan khususnya kepada pekerja jurnalis,” terang wartawan yang akrab disapa Ucik ini.
Ia menambahkan, melalui seminar ini para jurnalis dan penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) bisa terus bersinergi dalam menjaga kondusifitas Indonesia. Karena menurutnya, mau bagaimana pun antara wartawan dan penegak hukum merupakan mitra kerja yang saling membutuhkan. “Jadi antara wartawan dan jurnalis bisa saling sinergi di era keterbukaan publik seperti saat ini,” tegasnya.
Ucik menjelaskan, dengan seminar ini dirinya berharap agar peserta bisa mendapatkan wawasan seluas-luasnya tentang bagaimana menjadi seorang jurnalis yang patuh dengan hukum. “Jika saat menjalankan tugasnya seorang wartawan juga berpedoman pada hukum, maka kami yakin tidak akan ada lagi wartawan yang berurusan dengan hukum,” katanya.
Di seminar ini, Kombes Frans Barung Mangera, Kabid Humas Polda Jatim mengatakan, jurnalis juga memiliki tanggung jawab dalam memerangi hoax. “Untuk memerangi hoax ini, salah satunya yaitu dengan cara sekali-kali berita yang berisi hoax ini ditulis bahwa itu merupakan berita hoax, sehingga berita itu tidak lagi tak dipercayai oleh masyarakat,” katanya.
Barung menegaskan, selama ini pihaknya tidak pernah menjerat jurnalis dengan UU ITE, namun dengan UU Pers. “Dalam melakukan penyelidikan kami selalu meminta pendapat PWI, Dewan Pers. Kalau ada hak Polda selaku badan publik, maka akan menyampaikan hak jawab ke dewan pers dan media,” katanya.
Hal senada juga diutarakan oleh Didik Farkhan Alisyahdi, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim. Menurut Didik yang juga pernah bekerja sebagai wartawan ini, seorang wartawan harus memenuhi beberapa kriteria. “Seperti halnya jaksa, kan jelas harus S1 (sarjana) hukum dan menempuh pendidikan sebagai jaksa,” terangnya.
Juga tentang perusaahan pers tersebut juga harus jelas, misalnya harus berbadan hukum resmi. “Berbadan hukum seperti PT, atau bisa juga yayasan. Kalau perusahaannya tidak seperti itu, apakah bisa wartawannya dianggap jurnalis,” jelasnya.
Dalam seminar ini, Machmud Suhermono, Wakil Ketua Bidang Organisasi PWI berharap agar tidak ada lagi jurnalis yang berurusan dengan hukum akibat pemberitaan. Untuk menghindari hal itu, Machmud mewanti-wanti agar para wartawan bekerja sesuai kode etik jurnalis.
Sementara itu, Abdul Malik, Ketua Dewan Kehormatan DPP IPHI mengaku sangat dekat dengan kalangan wartawan di Surabaya. Pasalnya, sebagai advokat dirinya juga sangat diuntungkan oleh wartawan. “Sebagai advokat seperti saya, wartawan itu sangat membantu, misalnya bisa membantu advokat terkenal. Apalagi saat kita berperkara, kami sangat membutuhkan wartawan. Makanya antara advokat dan wartawan ini sama-sama saling membutuhkan,” ungkapnya.
Seminar yang dihadiri sekitar 100 wartawan se-Surabaya ini diakhiri dengan penyerahan cinderamata dan souvenir bagi para narasumber. Berbagai wartawan dari media massa di Surabaya turut hadir dalam seminar yang berlangsung sekitar dua jam ini. (fan)
Leave a Reply