Diduga Perpanjang HPL PTSI, BPN Terancam Digugat Class Action, Pendik : Hentikan Mafia Tanah Negara

GRESIK (SurabayaPost.id) – Warga Kelurahan Ngargosari, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik, Ahmad Effendy (50), melayangkan ancaman keras terhadap Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan PT Semen Indonesia (PTSI). Ia bersama warga ancam gugat Class Action BPN ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena diduga perpanjang Hak Pengelolaan Lahan (HPL) milik PT Semen Indonesia tanpa tanda tangan kelurahan dan berita acara yang sah.

Pendik panggilanya menyebut perpanjangan HPL tanpa dokumen kelengkapan administratif adalah tindakan cacat hukum dan berpotensi melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).

“Kalau BPN tetap memperpanjang tanpa tanda tangan kelurahan, kami anggap itu keputusan cacat hukum. Kami akan gugat ke PTUN dan menuntut BPN bertanggung jawab atas pelanggaran administrasi tersebut,” tegas Pendik, Kamis (15/10/25)

Tak hanya itu, Pendik juga mengancam akan menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di dua lokasi, yakni di kantor PT Semen Indonesia di Jalan Veteran dan kantor BPN Gresik. “Kalau ini terus dibiarkan, kami akan turun ke jalan. Kami akan datangi Semen Indonesia dan BPN karena dua lembaga itu yang paling bertanggung jawab atas penyalahgunaan tanah negara ini,” ujarnya.

Pendik menilai praktik pemanfaatan lahan eks HPL oleh korporasi pelat merah tanpa dasar hukum adalah bentuk penguasaan tanah negara secara tidak sah, sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021. Ia menyebut, tindakan semacam itu sama saja dengan mengangkangi hak rakyat atas tanah negara.

“Tanah negara dikangkangi korporasi milik negara, ini sama saja memperpanjang kebangkrutan ekonomi masyarakat. Kalau HPL-nya secara hukum sudah tidak bisa diperpanjang, mestinya diserahkan saja ke pemerintah daerah untuk dikelola demi kepentingan ekonomi rakyat,” tegas Pendik dengan nada geram.

Ia menambahkan, semua potensi sumber daya kini dikuasai pemerintah pusat dan korporasi negara, sementara masyarakat kecil hanya menjadi penonton di atas tanah kelahirannya sendiri. “Masyarakat mau dijadikan gelandangan oleh negara? Ini sangat tidak adil. Saya minta praktik korupsi semacam ini segera dihentikan,” ujarnya lantang.

Menanggapi hal itu, Lurah Ngargosari Sutrisno membenarkan bahwa pernah ada aktivitas pengukuran lahan oleh pihak BPN, namun ia menolak menandatangani berita acara pengukuran tersebut.

“Saya ikut saat pengukuran, tapi tidak mau tanda tangan. Karena posisi kami di kelurahan ini bisa serba salah. Kalau saya tanda tangan, nanti bisa jadi masalah hukum di kemudian hari,” ungkapnya.

Sutrisno menegaskan bahwa ia memilih berhati-hati karena status hukum lahan tersebut tidak lagi jelas setelah pabrik Semen Gresik berhenti beroperasi.

“Kami hanya mendampingi secara administratif, tapi bukan berarti menyetujui. Karena soal tanah negara itu kewenangannya tidak bisa diambil sepihak tanpa dasar hukum yang kuat,” tambahnya.

Sementara itu dikonfirmasih terpisah melalui saluran telpon, pihak Humas BPN Gresik Bayu Indrajati tidak memberi respon.

Pernyataan Pendik dan Lurah Sutrisno semakin memperkuat dugaan bahwa perpanjangan HPL yang diajukan PT Semen Indonesia berpotensi cacat administratif. Jika BPN tetap menerbitkannya tanpa tanda tangan dan berita acara resmi dari kelurahan, keputusan tersebut bisa dibatalkan di PTUN dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.

Baca Juga:

  • Inspeksi Komjak Bikin JPU Kejari Gresik ‘Mendadak’ Garang
  • Kaum Giri Gelar Tahlil Bersama di Haul ke-520 Kanjeng Sunan Giri
  • Warga Gempol Kurung Membangun Harapan akan Air Bersih
  • Subdenpom V/4-2 Gresik Bagikan Sembako, Senyum Mengembang di Wajah Warga